JAKARTA - Masyarakat Desa Pulau Lalang, Kecamatan Singkep Selatan, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, hingga kini masih belum menikmati akses listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) secara penuh selama 24 jam. Warga desa terpencil ini hanya bergantung pada lampu desa yang menyala selama 12 jam per hari, dan kini pun kian bermasalah karena kerusakan pada dinamo mesin penggerak.
Kondisi ini mendorong Camat Singkep Selatan Munzilin Hasibuan dan Kepala Desa Pulau Lalang Indra untuk menyampaikan langsung aspirasi warga kepada PLN. Keduanya mendatangi Unit Layanan Pelanggan (ULP) PLN Dabo Singkep pada Jumat, 11 April 2025 dan diterima langsung oleh Kepala ULP PLN Dabo, Jhon Frengki Simatupang, beserta sejumlah staf.
Masyarakat Pulau Lalang Masih Hidup dalam Kegelapan
Menurut Kepala Desa Pulau Lalang, Indra, selama bertahun-tahun warga hanya mengandalkan penerangan dari lampu desa yang dioperasikan secara terbatas selama 12 jam setiap harinya. Namun, layanan penerangan tersebut kini mengalami gangguan serius karena dinamo mesin pembangkit sudah tidak lagi bekerja optimal.
“Selama ini boleh dikatakan Desa Pulau Lalang masih dalam kegelapan. Belum ada penerangan dari PLN. Hanya lampu desa yang menyala sebagian hari, dan itu pun kini terganggu karena dinamonya rusak,” ujar Indra saat pertemuan dengan pihak PLN.
Ia menjelaskan, Desa Pulau Lalang merupakan salah satu desa yang berada di wilayah terluar Kabupaten Lingga, berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanjung Jabung, Provinsi Jambi. Meski demikian, desa ini memiliki potensi besar untuk berkembang apabila didukung dengan fasilitas dasar, termasuk listrik yang memadai.
“Desa Pulau Lalang adalah salah satu desa terpencil yang keberadaannya tidak jauh dari Pulau Berhala. Kami sangat berharap pemerintah kabupaten, provinsi, dan juga PLN bisa segera menghadirkan listrik yang menyala penuh selama 24 jam,” lanjut Indra.
Aspirasi Disampaikan Langsung kepada PLN
Camat Singkep Selatan, Munzilin Hasibuan, turut menyampaikan bahwa aspirasi ini sudah sejak lama menjadi keluhan utama warga. Pasalnya, keterbatasan akses listrik berdampak pada banyak aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pendidikan, pelayanan kesehatan, hingga sektor ekonomi kecil seperti UMKM dan nelayan setempat.
“Kami datang ke ULP PLN Dabo Singkep hari ini untuk menyampaikan aspirasi yang sangat penting dari masyarakat Pulau Lalang. Mereka sangat mendambakan listrik yang menyala penuh selama 24 jam. Ini bukan hanya soal penerangan, tetapi juga menyangkut kualitas hidup secara keseluruhan,” tegas Munzilin.
Ia menekankan bahwa pemerintah daerah sangat berharap agar PLN bisa memberikan solusi nyata dan cepat agar warga desa tidak terus-menerus tertinggal dibandingkan desa lainnya yang sudah menikmati layanan listrik secara penuh.
Respon Positif dari PLN Dabo Singkep
Menanggapi aspirasi tersebut, Kepala ULP PLN Dabo Singkep, Jhon Frengki Simatupang, menyatakan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan penyediaan listrik 24 jam untuk Desa Pulau Lalang kepada kantor pusat PLN. Ia menyebutkan bahwa proses ini memang membutuhkan waktu, namun diyakini akan terealisasi dalam waktu tidak lama lagi.
“Permintaan masyarakat Desa Pulau Lalang sudah kami ajukan ke pusat. Kami sangat memahami kebutuhan warga, dan kami optimistis bahwa tahun depan, yaitu pada 2026, masyarakat sudah dapat menikmati layanan listrik PLN yang menyala penuh selama 24 jam,” kata Jhon Frengki Simatupang.
Jhon juga menyebutkan bahwa pihaknya telah melakukan instalasi jaringan listrik di desa tersebut. Beberapa infrastruktur dasar sudah terbangun dan tinggal menunggu aktivasi dan distribusi daya dari sistem utama PLN.
“Instalasi jaringan listrik sudah ada di Desa Pulau Lalang. Kami minta masyarakat bersabar, karena prosesnya memang harus melalui tahapan dari pusat. Kami juga akan terus berkoordinasi agar proyek ini mendapat prioritas,” tambahnya.
Pentingnya Listrik untuk Pembangunan Desa
Listrik merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi pembangunan desa. Dengan adanya aliran listrik yang stabil dan menyala 24 jam, warga bisa mengembangkan potensi desa di berbagai sektor. Misalnya, anak-anak bisa belajar lebih optimal di malam hari, fasilitas kesehatan desa dapat berfungsi lebih baik, serta pelaku usaha kecil bisa meningkatkan produksi dan pendapatan.
Kepala Desa Indra menambahkan bahwa keterbatasan listrik selama ini juga menghambat pengembangan potensi ekonomi lokal, terutama dalam pengolahan hasil perikanan dan pertanian yang sangat bergantung pada mesin berdaya listrik.
“Jika listrik 24 jam bisa segera masuk, tentu dampaknya akan sangat besar. Warga bisa mengembangkan usaha rumahan, kuliner, dan juga sektor jasa. Ini akan sangat membantu pertumbuhan ekonomi desa,” ujarnya.
Harapan Masyarakat dan Komitmen Pemerintah
Masyarakat Desa Pulau Lalang berharap bahwa janji dan rencana yang disampaikan oleh PLN dapat segera direalisasikan. Mereka ingin merasakan keadilan dalam pembangunan, sebagaimana desa-desa lainnya di Kabupaten Lingga yang sudah lebih dulu menikmati layanan listrik secara penuh.
Camat Munzilin menyatakan bahwa pemerintah kecamatan akan terus memantau dan mendorong proses ini agar tidak berhenti di meja pertemuan saja. Ia juga akan menjalin komunikasi intensif dengan pemerintah kabupaten dan provinsi untuk mengawal percepatan penyambungan listrik ke desa tersebut.
“Kami akan terus kawal dan komunikasikan hal ini, agar masyarakat Pulau Lalang segera keluar dari keterbatasan. Pemerintah daerah tidak akan tinggal diam,” pungkasnya.
Penutup: Pemerataan Listrik sebagai Pilar Keadilan Sosial
Kisah Desa Pulau Lalang mencerminkan tantangan besar dalam pemerataan pembangunan infrastruktur dasar di wilayah-wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Dalam konteks ini, listrik bukan sekadar fasilitas, tetapi juga simbol kehadiran negara dan bentuk nyata dari keadilan sosial.
Apabila realisasi listrik 24 jam untuk Desa Pulau Lalang dapat segera terwujud pada tahun 2026 sebagaimana disampaikan PLN, maka hal ini akan menjadi langkah maju yang signifikan dalam mendukung pembangunan daerah secara inklusif dan berkelanjutan.