JAKARTA - Perubahan signifikan dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menjadi sorotan, menyusul disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN. Regulasi ini merupakan perubahan ketiga dari UU Nomor 19 Tahun 2003 yang sebelumnya menjadi dasar hukum bagi operasional BUMN di Indonesia. Salah satu perubahan utama yang menarik perhatian adalah pengalihan hak pengelolaan dividen BUMN dari negara secara langsung ke badan baru bernama Danantara atau Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara.
"Sangat mungkin bahwa mitra-mitra BUMN, terutama lenders dan terlebih lagi foreign lenders, memandang bahwa telah terjadi perubahan pengendalian (change of control) atas BUMN," ungkap sumber yang dikutip dari Beritaja.com.
Sebelumnya, di bawah rezim UU lama, dividen BUMN menjadi kewenangan penuh pemegang saham, yaitu pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Menteri BUMN. Namun, dengan terbitnya UU BUMN 2025, hak tersebut berpindah ke Danantara. Lembaga ini bertugas melakukan pengelolaan investasi negara, termasuk menata dividen yang dihasilkan oleh Holding Investasi, Holding Operasional, dan BUMN itu sendiri.
Pasal 3F UU BUMN 2025 secara eksplisit menyebutkan, "Danantara bekerja untuk melakukan pengelolaan BUMN dan untuk itu Danantara menata dividen Holding Investasi, Holding Operasional dan BUMN."
Meski demikian, hingga kini belum ada kejelasan secara terperinci mengenai bagaimana skema hukum terkait pengalihan kewenangan atas dividen BUMN tersebut akan diterapkan. Hal ini memunculkan kekhawatiran di kalangan investor dan pemberi pinjaman, baik domestik maupun internasional.
Kekhawatiran ini beralasan, sebab investor asing dan lembaga keuangan global sangat memperhatikan stabilitas dan kejelasan regulasi di negara tempat mereka menanamkan modal. Adanya perubahan dalam mekanisme pengelolaan dividen tanpa penjelasan rinci berisiko menimbulkan persepsi adanya "change of control", yang bisa memicu kekhawatiran terkait kepastian hukum dan hak-hak investor.
Lebih lanjut, sumber yang sama menyoroti bahwa, "Yang jelas, Pasal 14 ayat (1) menegaskan bahwa pemegang saham BUMN adalah Menteri BUMN, jadi, bukan Danantara."
Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun Danantara memperoleh kewenangan pengelolaan dividen, kepemilikan saham BUMN tetap berada di tangan Menteri BUMN. Dengan demikian, secara hukum, negara masih memegang kendali penuh atas BUMN, meski hak pengelolaan hasil keuntungan dipindahkan ke badan pengelola investasi tersebut.
UU BUMN 2025 memang diharapkan dapat memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam pengelolaan BUMN agar lebih adaptif terhadap dinamika ekonomi global. Melalui pembentukan Danantara, pemerintah berupaya menciptakan tata kelola yang lebih profesional, terfokus, dan transparan.
Namun, di sisi lain, ketidakjelasan implementasi praktis dari ketentuan ini justru menimbulkan tantangan baru. Apalagi, sampai saat ini, aturan pelaksana yang akan menjelaskan lebih lanjut bagaimana Danantara menjalankan kewenangannya atas dividen BUMN belum diterbitkan.
Kondisi ini menuntut para pemangku kepentingan, termasuk manajemen BUMN, mitra bisnis, dan lembaga keuangan, untuk bersikap waspada dan memantau perkembangan regulasi secara cermat. Kepastian hukum sangat diperlukan guna menjaga iklim investasi yang kondusif, apalagi di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan daya saing BUMN di tingkat global.
Tak hanya itu, para analis ekonomi menilai bahwa perubahan dalam pengelolaan dividen BUMN ini bisa menjadi langkah positif bila diiringi dengan transparansi dan akuntabilitas. "Jika Danantara dapat dikelola secara profesional dan akuntabel, maka perubahan ini bisa mendorong efisiensi pengelolaan aset negara dan meningkatkan kontribusi BUMN terhadap perekonomian nasional," ujar seorang pengamat ekonomi.
Sejalan dengan itu, publik juga menaruh harapan besar agar UU BUMN 2025 benar-benar mampu memberikan perubahan positif. Tidak hanya dalam aspek pengelolaan keuangan BUMN, tetapi juga dalam mendorong BUMN menjadi motor penggerak perekonomian nasional yang lebih tangguh dan kompetitif.
Saat ini, seluruh mata tertuju pada peraturan pelaksana UU BUMN 2025 yang tengah disiapkan pemerintah. Peraturan ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum dan menjawab kekhawatiran para pihak terkait mekanisme pengalihan pengelolaan dividen ke Danantara.
Sebagai penutup, perubahan konsep norma korporasi dalam UU BUMN 2025 memang membawa harapan baru bagi penguatan peran BUMN dalam pembangunan nasional. Namun, pemerintah perlu memastikan bahwa setiap perubahan yang dilakukan tidak menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat merugikan iklim investasi di Indonesia.
Dengan demikian, keberhasilan implementasi UU BUMN 2025 sangat bergantung pada transparansi, kejelasan aturan turunan, serta komunikasi yang efektif antara pemerintah, BUMN, dan para pemangku kepentingan lainnya.