JAKARTA - Praktik rangkap jabatan yang dilakukan oleh sejumlah wakil menteri (wamen) sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menuai kritik keras dari publik. Koalisi Kawal Merah Putih (KKMP) menilai langkah ini mencederai konstitusi dan bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih serta transparan.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, KKMP menegaskan bahwa pelaksana pelayanan publik, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN), dilarang merangkap jabatan. Ketentuan ini bertujuan untuk menghindari konflik kepentingan sekaligus menjamin efektivitas pelayanan kepada masyarakat.
"Seharusnya para wakil menteri yang rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN segera mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada rakyat," tegas Joko Priyoski, salah satu Presidium Nasional KKMP, dalam keterangan tertulis yang diterima pada Jumat malam, 4 April 2025.
Menurut Joko, rangkap jabatan yang dilakukan para wamen ini tidak hanya berpotensi melanggar aturan perundang-undangan, tetapi juga menciptakan beban ganda terhadap keuangan negara. Pasalnya, selain memperoleh gaji dan tunjangan sebagai pejabat negara, mereka juga mendapatkan kompensasi dari posisi komisaris di BUMN.
"Jangan juga rakus jabatan, gaji dan tunjangan dobel, tapi adakah hasil kinerja para wamen rangkap komisaris yang signifikan untuk kemakmuran rakyat? Yang ada malah membebani keuangan negara," sindir Joko Priyoski lebih lanjut.
Kritik Tajam terhadap Etika Jabatan
Fenomena rangkap jabatan di lingkup BUMN sebenarnya bukan hal baru dalam praktik pemerintahan di Indonesia. Namun, sorotan publik semakin tajam ketika pemerintah tengah gencar mendorong reformasi birokrasi serta meningkatkan efisiensi pengelolaan BUMN. Alih-alih menjadi bagian dari solusi, praktik rangkap jabatan ini justru dipandang kontra produktif.
KKMP, sebagai organisasi yang konsisten mengawal agenda reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi, menilai bahwa pengangkatan wakil menteri menjadi komisaris BUMN sangat berpotensi memunculkan konflik kepentingan. Terlebih lagi, posisi komisaris sejatinya memiliki fungsi pengawasan yang seharusnya diisi oleh figur profesional, independen, dan bebas dari intervensi kekuasaan politik.
Sebagai bentuk keprihatinan, KKMP secara terbuka meminta Presiden RI terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto, untuk mengambil langkah tegas demi menjaga integritas pemerintahan.
"KKMP mendukung langkah strategis dalam mewujudkan tata kelola birokrasi yang bersih dan transparan, salah satunya dengan menolak wamen rangkap jabatan komisaris BUMN," ujar Joko, menegaskan posisi KKMP dalam polemik ini.
Desakan Publik Menguat
Desakan publik agar para pejabat yang merangkap jabatan segera mundur, bukan tanpa dasar. Sejumlah pengamat kebijakan publik menyatakan, pengangkatan pejabat publik ke jabatan komisaris BUMN harus didasarkan pada pertimbangan profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas, bukan sekadar akomodasi politik.
Praktik rangkap jabatan dinilai berisiko mengaburkan batasan antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi. Selain itu, beban kerja yang tinggi pada jabatan wakil menteri sudah seharusnya menjadi fokus utama para pejabat tersebut dalam menjalankan tugas pemerintahan, bukan ditambah dengan tanggung jawab lain sebagai komisaris.
Seperti diketahui, jabatan komisaris di BUMN bukanlah posisi simbolis semata. Komisaris memiliki kewajiban melakukan pengawasan strategis terhadap manajemen perusahaan, termasuk memastikan penerapan prinsip good corporate governance (GCG) berjalan efektif. Dengan adanya rangkap jabatan, muncul kekhawatiran bahwa efektivitas pengawasan di BUMN akan tereduksi.
Harapan akan Reformasi BUMN
Polemik rangkap jabatan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kembali komitmen terhadap reformasi BUMN. Pemerintah diharapkan lebih selektif dalam mengangkat pejabat negara ke posisi strategis di BUMN, dengan mengutamakan kompetensi dan integritas.
Langkah ini juga dinilai krusial dalam rangka memulihkan kepercayaan publik terhadap BUMN sebagai motor penggerak ekonomi nasional. Sebab, BUMN bukan hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam menyediakan layanan publik, tetapi juga memiliki peran vital dalam menopang perekonomian negara, terutama di tengah tantangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian.
"Sudah saatnya pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat dan memastikan bahwa setiap penempatan pejabat di BUMN dilakukan secara profesional, tanpa intervensi kepentingan politik," pungkas Joko Priyoski dalam pernyataan tegasnya.
Respons Pemerintah Dinantikan
Hingga berita ini diturunkan, pemerintah pusat maupun Kementerian BUMN belum memberikan tanggapan resmi terkait desakan yang disampaikan oleh KKMP. Namun, isu ini dipastikan akan menjadi perhatian publik dalam beberapa waktu ke depan, mengingat urgensi reformasi birokrasi yang tengah digalakkan oleh pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Masyarakat luas berharap agar momentum ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penempatan pejabat negara di BUMN. Ke depan, keterbukaan dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUMN diharapkan dapat terwujud, sehingga BUMN dapat semakin berkontribusi maksimal dalam pembangunan nasional.
Dengan mencuatnya polemik rangkap jabatan ini, publik menantikan gebrakan nyata dari Presiden dan jajaran menteri terkait, guna memastikan BUMN dikelola dengan lebih profesional, bersih, dan bebas dari kepentingan politik yang sempit.