Minyak

Kejagung Diminta Usut Dugaan Peran Oknum dalam Pengadaan Minyak Mentah Pertamina dengan SOMO Irak

Kejagung Diminta Usut Dugaan Peran Oknum dalam Pengadaan Minyak Mentah Pertamina dengan SOMO Irak
Kejagung Diminta Usut Dugaan Peran Oknum dalam Pengadaan Minyak Mentah Pertamina dengan SOMO Irak

JAKARTA - Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung didesak untuk menyelidiki dugaan keterlibatan oknum dalam kontrak pengadaan minyak mentah antara Pertamina dan State Organization for Marketing of Oil (SOMO), perusahaan minyak milik negara Irak. Desakan ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, yang menyoroti skema pengadaan minyak sebanyak tiga juta barel per bulan yang masih berlangsung hingga saat ini.

Menurut Yusri Usman, penyelidikan ini penting untuk mengungkap apakah ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan secara tidak sah dalam pengadaan minyak mentah tersebut. "Jika Jaksa Agung dan Jampidsus tidak mampu menuntaskan dan menangkap semua pihak yang terlibat, kami meminta mereka dengan ksatria mengundurkan diri," tegas Yusri.

Dukungan dari Serikat Pekerja dan Ancaman Aksi Massa

Ketua Umum Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat, juga menyatakan dukungannya terhadap langkah hukum yang lebih tegas terhadap kasus ini. Ia bahkan mengancam akan mengerahkan ribuan pekerja untuk berunjuk rasa di Kejaksaan Agung.

"Pekerja merupakan korban permainan mafia BBM selama ini," ujar Yusri, menegaskan bahwa praktik korupsi di sektor migas berdampak langsung pada kehidupan para pekerja dan masyarakat luas.

Permintaan Evaluasi Menyeluruh di Pertamina

Lebih lanjut, CERI juga mendesak Direksi Pertamina (Persero) dan Subholding untuk melakukan evaluasi dan perubahan menyeluruh terhadap Tata Kelola Impor (TKI), Tata Kelola Organisasi (TKO), serta General Terms & Condition dalam pengadaan minyak mentah, BBM, dan LPG. Yusri menekankan bahwa optimalisasi di sektor hilir sangat diperlukan untuk mencapai efisiensi yang lebih baik dalam operasi Pertamina International (KPI), Pertamina Patra Niaga (PPN), Pertamina International Shipping (PIS), dan Pertamina Hulu Energi (PHE).

Kontrak Lama yang Berubah Skema

Yusri mengungkapkan bahwa sejak tahun 2012, Pertamina telah menandatangani kontrak pengadaan minyak mentah Basrah dari SOMO dengan skema Crude Oil Processing Deal (COPD) sebanyak dua juta barel per bulan, yang awalnya diproses di kilang SK Energi di Korea Selatan. Namun, kontrak ini kemudian diperpanjang dan ditingkatkan menjadi tiga juta barel per bulan dengan pemrosesan yang dialihkan ke kilang Shell di Singapura.

Pada Juni 2016, kontrak COPD ini ditandatangani oleh SVP Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina, Daniel Purba, dan GM Product East Trading & Supply Shell International Eastern Trading Company (SIETCO) di Singapura. Kesepakatan ini disaksikan langsung oleh Direktur Utama Pertamina saat itu, Dwi Sucipto, serta Presiden Direktur PT Shell Indonesia, Darwin Silalahi.

"Skema ini memungkinkan Pertamina membeli minyak mentah dari SOMO Irak, mengambil minyak mentah dari blok Participating Interest (PI) Pertamina di West Qurna, Irak (PIEP), dan kemudian memprosesnya di kilang yang ditentukan," jelas Yusri.

Dugaan Permainan dalam Pengadaan Minyak

Namun, menurut Yusri, kejanggalan mulai muncul ketika tim negosiasi awal yang dipimpin oleh Ir. Gigih Prokoso (almarhum) tidak diikutsertakan dalam penandatanganan kontrak di Irak. Saat itu, kontrak justru ditandatangani di bawah arahan langsung Menko Perekonomian era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Hatta Rajasa, yang membawa serta sejumlah petinggi Pertamina.

Lebih mencurigakan lagi, menurut Yusri, dalam rombongan pemerintah tersebut juga disebut-sebut ada keterlibatan tokoh minyak legendaris, Moch Reza Chalid. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik permainan dalam pengadaan minyak mentah yang berlangsung bertahun-tahun.

"Tak heran jika baru-baru ini beredar luas di media sosial hasil pemetaan pemain yang diduga terlibat dalam pengaturan pengadaan minyak mentah dari 2018 hingga 2023. Kerugian negara yang diakibatkan oleh permainan ini pada tahun 2023 saja diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun, belum termasuk tahun-tahun sebelumnya," ungkap Yusri.

Yusri juga menyebutkan bahwa ada dugaan keterlibatan kelompok konsorsium yang menggunakan operator lapangan misterius bernama James dan rekan-rekannya untuk mengatur skema permainan ini. Bahkan, mantan Direktur Utama PIS yang kini telah menjadi tersangka, YF, disebut-sebut memiliki hubungan keluarga dengan HR, yang perlu ditelusuri lebih lanjut oleh Kejaksaan Agung.

Peran Markus dan Marjab dalam Kasus Korupsi Pertamina

Sementara itu, menurut pengamat intelijen Sri Rajasa MBA, muncul pula fenomena "makelar kasus" (markus) dan "makelar jabatan" (marjab) yang aktif bergerak di sekitar kasus korupsi Pertamina ini. Markus dan marjab ini disebut-sebut menggunakan jaringan aktivis anti-korupsi untuk menciptakan konflik di antara aparat penegak hukum guna melindungi kepentingan kelompok tertentu.

"Modus operandinya adalah bekerja sama dengan aktivis anti-korupsi untuk menciptakan praktik adu domba di kalangan penegak hukum," ungkap Sri Rajasa.

Menurutnya, para markus dan marjab ini sering tampil di berbagai media dengan narasi seolah-olah mereka berperang melawan korupsi, tetapi di balik itu mereka justru memiliki agenda tersembunyi untuk melindungi tokoh-tokoh yang akan dijadikan tersangka dalam kasus ini.

"Bahkan, tanpa malu-malu mereka menjual kedekatan dengan Direktur Utama dan Komisaris Utama Pertamina untuk mengatur proyek dan jabatan," tambah Sri Rajasa.

Dukungan untuk Presiden Prabowo dalam Pemberantasan Mafia Migas

Menanggapi skandal ini, Sri Rajasa menegaskan bahwa seluruh elemen masyarakat harus mendukung Presiden Prabowo Subianto dalam memerintahkan Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengusut tuntas mafia migas, makelar kasus, serta makelar jabatan yang berperan dalam permainan impor minyak di Pertamina.

"Kita semua harus bahu-membahu mendukung Presiden Prabowo Subianto untuk menginstruksikan Kejaksaan Agung dan KPK serta BPK dalam menuntaskan kasus ini," pungkasnya.

Dengan besarnya angka kerugian negara akibat dugaan permainan dalam pengadaan minyak mentah ini, desakan publik terhadap Kejaksaan Agung semakin menguat agar kasus ini dapat segera dituntaskan dan pihak-pihak yang terlibat mendapatkan hukuman setimpal.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index