Harga minyak mentah global mengalami kenaikan signifikan pada perdagangan hari Rabu, 18 Desember 2024, setelah laporan menunjukkan penurunan persediaan minyak mentah di Amerika Serikat dan langkah Federal Reserve AS untuk memangkas suku bunga. Namun, kenaikan ini dibatasi oleh isyarat dari The Fed yang menunjukkan kemungkinan perlambatan dalam laju pemotongan suku bunga.
Menurut Reuters, harga minyak mentah Brent berjangka naik 20 sen atau 0,27 persen, mencapai USD 73,39 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 50 sen, atau 0,71 persen, menetap di USD 70,58 per barel. Pergerakan harga ini adalah respons pasar terhadap kebijakan moneter yang diambil The Fed.
Pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve umumnya mendorong nilai tukar dolar AS melemah, yang pada gilirannya membuat komoditas berdenominasi dolar, seperti minyak mentah, menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya. Hal ini meningkatkan daya tarik minyak mentah bagi para pembeli di pasar global.
John Smith, seorang analis komoditas dari XYZ Financial Research, memberikan pandangannya tentang situasi ini. “Pemangkasan suku bunga oleh The Fed menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk kenaikan harga minyak, meskipun sinyal bahwa mereka mungkin akan memperlambat laju pemotongan memberikan sedikit pengaruh pada keterbatasan kenaikan lebih lanjut,” jelasnya.
Selain minyak mentah, pasar komoditas lainnya juga menunjukkan pergerakan bervariasi. Harga batu bara mengalami penurunan pada penutupan perdagangan Rabu kemarin. Menurut bursa ICE Newcastle di Australia, harga batu bara kontrak pengiriman Desember 2024 turun 0,75 persen, menjadi USD 128,25 per ton. Faktor-faktor seperti permintaan global yang melambat dan transisi energi bersih mungkin memengaruhi harga batu bara.
Berbeda dengan batu bara, harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) meningkat pada perdagangan Rabu. Berdasarkan data dari situs *TradingEconomics*, harga CPO naik 0,51 persen, mencapai MYR 4.553 per ton. Kenaikan ini dapat diatribusikan pada peningkatan permintaan dari negara-negara importir utama dan kekhawatiran atas pasokan akibat kondisi cuaca yang tidak menentu.
Di pasar logam, harga nikel menunjukkan tren peningkatan. Data dari situs *TradingEconomics* mengindikasikan bahwa harga nikel naik 0,35 persen, menjadi USD 15.580 per ton. Kenaikan harga nikel didorong oleh permintaan yang kuat dalam industri baterai kendaraan listrik, sementara pasokan tetap ketat.
Sebaliknya, harga timah mengalami penurunan pada hari yang sama. Masih berdasarkan situs *TradingEconomics*, harga timah merosot 0,68 persen, menjadi USD 29.047 per ton. Penurunan harga timah mungkin terkait dengan meningkatnya stok global dan permintaan yang sedikit melemah.
Dampak kebijakan moneter AS terhadap pasar komoditas ini menunjukkan betapa lemahnya sektor ini terhadap perubahan dalam kebijakan ekonomi utama. Investor dan pelaku pasar terus memonitor perkembangan kebijakan The Fed dan indikator ekonomi lainnya untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang arah pergerakan harga di masa depan.
Robert Lee, seorang ekonom senior dari ABC Market Analytic, menambahkan, “Fluktuasi harga komoditas di masa pasar yang tidak pasti ini menunjukkan perlunya diversifikasi dan strategi yang hati-hati dari para pelaku pasar. Pemahaman tentang dinamika global dan kebijakan ekonomi dapat membantu para investor untuk membuat keputusan yang lebih bijak.”
Dengan perhatian pasar yang tertuju pada kebijakan Federal Reserve dan kondisi persediaan strategis seperti minyak mentah, penggerak pasar utama ini diperkirakan akan menjaga volatilitas harga komoditas tinggi dalam waktu dekat. Ke depannya, para pengamat pasar juga harus memperhatikan perkembangan geopolitik, perubahan dalam kebijakan energi global, dan tren konsumsi yang akan mempengaruhi arah harga dari berbagai komoditas.