Minyak

Harga Minyak Dunia Bangkit, Tarif Trump Siap Mengguncang Pasar

Harga Minyak Dunia Bangkit, Tarif Trump Siap Mengguncang Pasar
Harga Minyak Dunia Bangkit, Tarif Trump Siap Mengguncang Pasar

Pasar energi global kembali bergolak ketika harga minyak bangkit dari posisi terendahnya dalam beberapa pekan terakhir. Kebangkitan ini dipicu oleh keputusan Presiden AS Donald Trump yang kembali menegaskan rencana pengenaan tarif pada impor dari Kanada dan Meksiko, yang dijadwalkan berlangsung pekan ini. Kebijakan ini menjadi perhatian besar investor karena dinilai berpotensi mengganggu arus perdagangan energi di kawasan Amerika Utara.

Pada penutupan perdagangan Selasa, 28 Januari 2025, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2025 menguat sebesar 41 sen atau 0,53% menjadi USD 77,49 per barel. Sementara itu, minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman yang sama naik 60 sen atau 0,82%, menempatkannya di harga USD 73,77 per barel. Sebelumnya, harga minyak Brent dan WTI sempat menyentuh level terendah sejak awal Januari 2025.

Kebijakan Tarif yang Mengganggu Pasar

Salah satu isu terbesar yang mempengaruhi harga minyak global saat ini adalah kebijakan tarif dari pemerintahan Trump. Gedung Putih secara tegas menyatakan bahwa Trump berencana mengenakan tarif 25% pada Kanada dan Meksiko. Kebijakan ini dapat memengaruhi perdagangan produk energi di antara tiga negara bertetangga tersebut.

Phil Flynn, analis di Price Futures Group, mengemukakan, "Komentar Trump tentang tarif membuat pasar gelisah." Tarif ini diyakini bisa mengganggu aliran produk energi melintasi perbatasan AS dengan Kanada dan Meksiko, yang kemudian bisa menyebabkan fluktuasi harga dalam jangka pendek.

Gangguan Pasokan dari Libya dan Tantangan Ekspor

Di Libya, situasi politik yang rapuh mempengaruhi pasar minyak. Pada hari Selasa, pengunjuk rasa lokal menahan pemuatan minyak mentah di pelabuhan Es Sider dan Ras Lanuf, mengancam sekitar 450.000 barel ekspor per hari. Namun, National Oil Corp milik pemerintah Libya berhasil menenangkan situasi tersebut dengan melalui negosiasi dengan para pengunjuk rasa, memastikan aktivitas ekspor berlangsung normal.

Giovanni Staunovo, analis komoditas dari UBS, menyatakan, "Pasar sempat mengantisipasi risiko gangguan pasokan minyak Libya, tetapi masalah ini segera terselesaikan, dan premi risiko menguap lagi." Namun, dia juga memperingatkan masih ada kemungkinan risiko gangguan yang bisa muncul lagi di masa depan.

Dampak Ekonomi China terhadap Permintaan Minyak

Selain itu, tekanan pada harga minyak juga datang dari laporan ekonomi China yang mengecewakan. Sebagai importir minyak terbesar di dunia, China menunjukkan kontraksi tak terduga pada aktivitas manufaktur bulan Januari, memberikan tekanan pada harga. Analis dari IG, Yeap Jun Rong, berkomentar, "Nada kehati-hatian umum dalam lingkungan risiko, ditambah dengan angka PMI China yang lebih lemah menimbulkan keraguan lebih lanjut pada prospek permintaan minyak China."

Kesulitan semakin diperparah dengan sanksi terbaru AS terhadap Rusia yang memengaruhi perdagangan minyak global. Analis FGE memproyeksikan bahwa kilang-kilang minyak di Shandong, China, akan kehilangan hingga 1 juta barel per hari pasokan minyak mentah akibat larangan yang diberlakukan Shandong Port Group terhadap kapal tanker yang terkena sanksi AS. Sumber yang berbicara kepada Reuters menambahkan bahwa beberapa kilang minyak independen di China telah menghentikan operasi, atau berencana demikian, karena tarif dan kebijakan pajak China yang baru meningkatkan kerugian.

Prediksi Cuaca dan Stok Minyak AS

Di Amerika Serikat, cuaca hangat yang tidak biasa di musim dingin ini menambah beban pada harga minyak dengan mengurangi permintaan untuk bahan bakar pemanas. Laporan mingguan dari American Petroleum Institute menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS naik 2,86 juta barel minggu lalu. Para pedagang menunggu konfirmasi dari laporan resmi Badan Informasi Energi (EIA) yang akan dirilis pada hari Rabu.

Ashley Kelty, analis di Panmure Liberum, menjelaskan bahwa pasar minyak masih berada dalam kondisi bergejolak. "Butuh waktu sebelum ada kejelasan mengenai konsekuensi kebijakan AS yang melibatkan tarif dan sanksi," katanya. Hal ini membuat para pelaku pasar menduga-duga langkah kemudian yang harus mereka ambil dalam menghadapi dinamika global yang terus berubah.

Dalam kondisi ekonomi global yang tidak pasti ini, investor di pasar energi harus terus mencermati bagaimana kebijakan perdagangan, gejolak politik, dan data ekonomi mempengaruhi tren harga minyak. Pengenaan tarif oleh AS, situasi politik di Libya, serta pergolakan ekonomi China merupakan faktor utama yang akan menentukan arah pasar energi ke depan. Meskipun saat ini harga minyak menunjukkan tanda pemulihan dari posisi terendahnya, sentimen pasar tetap rentan terhadap berbagai perubahan dan intervensi kebijakan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index