JAKARTA - Upaya pemerintah dalam meningkatkan produktivitas perikanan di kawasan Pantura Jawa mulai menemukan momentum baru. PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) mendapat kepercayaan untuk menggarap proyek besar berupa Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun Penyelesaian Modelling Budidaya Ikan Nila Salin di eks Tambak Inti Rakyat (TIR), Karawang, Jawa Barat. Kontrak yang berhasil diraih perseroan tercatat senilai Rp238,86 miliar.
Langkah ini tidak hanya menambah daftar panjang kontrak baru yang diperoleh Waskita Karya, tetapi juga sekaligus mempertegas peran perusahaan konstruksi pelat merah itu dalam mendukung program strategis pemerintah di sektor perikanan. Melalui pembangunan sarana budidaya ikan nila salin, diharapkan mampu mendorong pemanfaatan tambak yang selama ini terbengkalai, sekaligus memenuhi kebutuhan pasar lokal dan ekspor.
Proyek Budidaya untuk Penuhi Pasar Nila Salin
Corporate Secretary Waskita Karya, Ermy Puspa Yunita, menjelaskan bahwa proyek ini memiliki tujuan strategis, yakni meningkatkan produksi ikan nila salin agar mampu mengimbangi tingginya permintaan pasar. Tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri, tetapi juga menargetkan pasar ekspor yang terus berkembang.
“Diharap budidaya ikan nila salin dapat dikembangkan, dan dicontoh masyarakat pembudidaya, khususnya berada di Pantura (Pesisir Utara) Jawa. Pasalnya, saat ini masih banyak tambak terbengkalai atau idle, sehingga perlu dimanfaatkan,” jelas Ermy.
Menurutnya, proyek ini bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan juga pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya fasilitas budidaya modern, diharapkan pembudidaya lokal dapat menjadikannya sebagai percontohan yang bisa direplikasi di berbagai daerah pesisir lainnya.
Lahan Tambak Idle Jadi Target Revitalisasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat terdapat sekitar 78 ribu hektare tambak idle atau terbengkalai di sepanjang kawasan Pantura Jawa. Lahan tersebut selama ini kurang produktif, padahal menyimpan potensi besar untuk dikembangkan sebagai sentra perikanan.
Melalui proyek konstruksi di eks TIR Karawang, pemerintah bersama Waskita Karya mencoba menghadirkan solusi konkret. Nantinya, proyek budidaya ikan nila salin ini mencakup kolam pembesaran dengan luas 230 hektare dan kolam pembenihan sekitar 36 hektare.
Selain itu, akan dilengkapi dengan fasilitas modern seperti automatic feeder sebanyak 102 unit, rumah jaga tambak enam unit, rumah genset 20 unit, dan penangkal petir 16 unit. Fasilitas ini dirancang agar proses budidaya lebih efisien, berkelanjutan, serta mampu menghasilkan produksi yang konsisten.
Potensi Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat
Budidaya ikan nila salin dinilai memiliki prospek cerah, tidak hanya dari sisi pasar tetapi juga dari sisi ekonomi kerakyatan. Ermy menekankan bahwa proyek ini diharapkan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, sehingga memberikan dampak langsung bagi masyarakat sekitar.
“Budidaya ikan nila salin diharap menyerap banyak tenaga kerja. Maka akan mendorong kesejahteraan masyarakat, dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah,” ujarnya.
Selain itu, sektor ini juga membuka peluang rantai pasok baru, seperti meningkatnya kebutuhan pakan ikan yang bisa menjadi industri turunan. Dengan begitu, efek berganda dari proyek ini diyakini akan lebih luas, mulai dari pembudidaya, produsen pakan, hingga distribusi hasil perikanan.
Ramah Lingkungan dengan Teknologi Modern
Aspek keberlanjutan juga menjadi perhatian dalam proyek budidaya ini. Ikan nila salin memiliki karakteristik yang cocok dibudidayakan di perairan payau dan dikenal memiliki Feed Conversion Ratio (FCR) yang rendah. Artinya, ikan ini lebih efisien dalam mengonversi pakan menjadi daging, sehingga mengurangi tekanan terhadap ekosistem lokal.
“Kami terus berinovasi dalam mengerjakan proyek, termasuk pada pembangunan budidaya ini. Salah satunya dengan menggunakan geomembran sebagai dasar kolam budidaya,” jelas Ermy.
Penggunaan geomembran berfungsi menciptakan lingkungan kedap air yang stabil, menjaga kualitas air, dan mencegah kontaminasi tanah. Teknologi ini juga mampu mengurangi risiko kebocoran, melindungi ikan dari luka, memudahkan pembersihan, mengontrol suhu air, hingga membuat ikan lebih segar tanpa bau tanah.
Dukungan terhadap Program Pemerintah
Lebih jauh, Waskita Karya menegaskan bahwa proyek ini sejalan dengan komitmen perusahaan dalam mendukung agenda pemerintah, khususnya dalam mengembangkan sektor perikanan dan pemberdayaan masyarakat pesisir.
“Perseroan akan terus berkomitmen mendukung program pemerintah sekaligus memberdayakan masyarakat melalui pembangunan berbagai sarana, dan prasarana. Waskita percaya, makin banyak infrastruktur terbangun, makin cepat pula pemerataan ekonomi Indonesia bisa tercapai,” tegas Ermy.
Dengan proyek senilai Rp238,86 miliar ini, Waskita Karya tidak hanya menambah portofolio kontrak baru di sektor non-jalan tol atau gedung, tetapi juga menunjukkan diversifikasi bisnis yang mengarah pada proyek berkelanjutan. Kehadiran proyek budidaya nila salin di Karawang sekaligus menjadi contoh kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan masyarakat dalam menghidupkan kembali lahan idle menjadi sumber kesejahteraan baru.
Menatap Arah ke Depan
Budidaya ikan nila salin yang dikembangkan melalui proyek ini berpotensi menjadi role model di berbagai wilayah pesisir lainnya. Dengan pasar yang terus tumbuh dan dukungan teknologi modern, budidaya nila salin bisa menjadi salah satu tumpuan baru sektor perikanan nasional.
Bagi Waskita Karya, pencapaian kontrak ini memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam menggarap proyek lintas sektor, sekaligus memperkuat posisi sebagai perusahaan konstruksi nasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan menggabungkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, proyek budidaya nila salin di Karawang diharapkan tidak hanya mencetak keuntungan bisnis, tetapi juga meninggalkan jejak positif bagi masyarakat dan ekosistem.