JAKARTA - Pemerintah menegaskan bahwa tahun depan tidak akan ada pajak baru maupun kenaikan tarif pajak. Pernyataan ini disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama DPD RI, Selasa, 29 September 2025, untuk meluruskan kesalahpahaman publik terkait target penerimaan negara yang meningkat.
Meskipun target pendapatan negara tahun 2026 dirancang naik menjadi Rp 3.147,7 triliun, dengan kontribusi penerimaan pajak sebesar Rp 2.357,7 triliun, Sri Mulyani menekankan bahwa tarif pajak tetap sama seperti sebelumnya. Penerimaan pajak diproyeksikan tumbuh 13 persen dibandingkan tahun sebelumnya, namun pertumbuhan ini bukan karena kenaikan tarif, melainkan peningkatan kepatuhan wajib pajak.
"Seiring dalam hal ini dari media disampaikan seolah-olah upaya untuk meningkatkan pendapatan, kita menaikkan pajak. Padahal pajaknya tetap sama," ujar Sri Mulyani. Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah fokus pada kepatuhan dan pengelolaan pajak yang lebih efisien, bukan menambah beban fiskal masyarakat.
Strategi utama yang diterapkan pemerintah untuk mencapai target penerimaan pajak tanpa menaikkan tarif adalah peningkatan kepatuhan wajib pajak. Langkah ini dilakukan melalui sosialisasi, pembinaan, serta optimalisasi sistem administrasi perpajakan. Dengan demikian, penerimaan dapat meningkat secara berkelanjutan tanpa memberatkan masyarakat maupun dunia usaha.
Menkeu juga menegaskan perhatian khusus kepada pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Bagi UMKM dengan penghasilan sampai Rp 500 juta, pajak penghasilan (PPh) tidak akan dikenakan. Sedangkan bagi pelaku usaha dengan omzet di atas Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar, dikenakan pajak final 0,5 persen.
"Jadi mereka enggak membayar pajak. Kalau omzetnya di atas Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar pajak final 0,5 persen," jelas Sri Mulyani. Ia menambahkan, kebijakan ini adalah bentuk pemihakan kepada UMKM, mengingat tarif PPh badan normal berada di angka 22 persen. Dengan begitu, pemerintah berusaha meringankan beban kelompok usaha kecil agar tetap tumbuh dan berkontribusi pada perekonomian.
Selain UMKM, pemerintah juga memberikan keringanan pajak bagi masyarakat dengan penghasilan rendah dan sektor penting. PPN untuk bidang kesehatan dan pendidikan tidak dipungut, sementara masyarakat dengan pendapatan di bawah Rp 60 juta juga bebas dari pajak. Kebijakan ini menggambarkan prinsip gotong-royong dalam perpajakan, di mana kelompok yang lebih mampu membantu yang lemah, tanpa mengorbankan tata kelola keuangan negara.
Menurut Sri Mulyani, pendekatan ini memastikan pendapatan negara tetap terjaga dengan baik sambil memperhatikan kesejahteraan masyarakat. "Ini semuanya adalah azas gotong-royong namun kita tetap menjaga tata kelola," ujarnya.
Dengan strategi ini, pemerintah berharap penerimaan pajak dapat meningkat melalui kepatuhan dan kesadaran wajib pajak, bukan melalui penambahan beban fiskal. Hal ini juga sejalan dengan upaya menjaga iklim usaha dan mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama bagi sektor UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Peningkatan kepatuhan diharapkan datang dari edukasi dan pelayanan yang lebih baik. Pemerintah terus memperkuat sistem administrasi perpajakan, memperluas digitalisasi, dan memberikan akses informasi yang transparan agar wajib pajak dapat memenuhi kewajiban dengan lebih mudah dan tepat waktu.
Dengan demikian, strategi fiskal tahun 2026 menitikberatkan pada efisiensi, kepatuhan, dan keadilan. Peningkatan penerimaan pajak yang ditargetkan bukan berarti memberatkan masyarakat, melainkan mendorong kesadaran kolektif dalam membiayai kebutuhan negara. Prinsip ini sejalan dengan azas gotong-royong, di mana kelompok masyarakat yang lebih mampu berkontribusi lebih besar, sementara yang kurang mampu mendapatkan keringanan atau pembebasan pajak.
Langkah-langkah yang diambil ini juga diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif, karena dunia usaha, terutama UMKM, tidak dibebani kenaikan tarif pajak yang bisa memengaruhi likuiditas dan ekspansi usaha. Selain itu, masyarakat dengan penghasilan rendah tetap dapat menikmati layanan publik tanpa tekanan tambahan dari kewajiban pajak.
Secara keseluruhan, kebijakan pemerintah tahun 2026 menekankan pajak tetap, kepatuhan meningkat, dan kesejahteraan terjaga. Dengan pendekatan ini, negara dapat mengoptimalkan penerimaan untuk membiayai pembangunan, sementara masyarakat dan pelaku usaha tetap memperoleh perlindungan dari beban fiskal yang berlebihan.