Cara menyuburkan tanah merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan dalam dunia pertanian.
Tanpa penerapan teknik pemupukan yang tepat, mustahil memperoleh kondisi tanah yang benar-benar subur.
Permasalahan terkait pemupukan bukanlah hal yang bisa dianggap remeh, sebab kualitas tanah yang tampak baik sekalipun belum tentu menjamin hasil yang optimal.
Tanah dengan kualitas bagus hanyalah menjadi modal awal yang penting untuk memudahkan proses budidaya dan mendukung hasil panen yang lebih tinggi.
Namun, tanpa pengelolaan yang cermat, potensi tanah yang subur bisa terbuang sia-sia dan tidak memberikan hasil maksimal.
Oleh karena itu, penting bagi para petani dan pelaku agrikultur untuk memahami secara mendalam karakteristik tanah serta mengaplikasikan strategi pemupukan yang sesuai. Ingin tahu lebih jauh tentang berbagai teknik dan pendekatan untuk meningkatkan kesuburan tanah?
Simak penjelasan lengkapnya berikut ini agar kamu lebih paham mengenai cara menyuburkan tanah secara efektif.
Jenis-jenis Tanah di Indonesia
Sebelum mempelajari lebih jauh tentang bagaimana memperbaiki kondisi tanah agar lebih subur, penting untuk mengenali terlebih dahulu beragam jenis tanah yang ada di Indonesia beserta keunggulan masing-masing.
Tanah-tanah ini sangat mungkin dijumpai di sekitar lingkungan, tetapi belum tentu setiap orang memahami perbedaan karakteristiknya. Mengetahui jenis tanah yang ideal untuk ditanami tentu akan membantu dalam aktivitas pertanian maupun berkebun.
Untuk menambah wawasan tentang hal tersebut, berikut adalah penjelasan mengenai beberapa jenis tanah beserta ciri khasnya:
1. Regosol
Jenis ini termasuk dalam kelompok Entisol dan berasal dari hasil pelapukan material gunung berapi seperti pasir, debu vulkanik, dan lava.
Ciri khas dari tanah regosol adalah teksturnya yang cenderung kasar dan memiliki tingkat keasaman netral hingga sedikit asam, yakni sekitar pH 6 hingga 7.
Kandungan nutrisi yang terdapat di dalamnya meliputi unsur fosfor (P), kalium (K), serta sebagian nitrogen (N).
Meski begitu, tanah ini memiliki kelemahan dalam menyimpan air, sehingga tidak semua jenis tanaman dapat tumbuh optimal di atasnya.
Tanaman yang cocok untuk kondisi seperti ini antara lain jenis palawija, tembakau, dan tanaman buah yang tidak membutuhkan kelembapan tinggi.
Jenis ini banyak ditemukan di kawasan yang berada di sekitar gunung berapi aktif, seperti daerah Gunung Merapi serta wilayah di Sumatera dan Nusa Tenggara.
2. Latosol
Tanah ini terbentuk akibat pelapukan dari batuan sedimen dan metamorf. Proses perkembangan lapisan tanahnya tergolong lambat hingga sedang. Latosol umumnya dijumpai di daerah dengan curah hujan tinggi.
Warna tanah ini berkisar antara merah hingga cokelat, dan memiliki pH antara 4,5 sampai 6,5. Kandungan nutrisinya berada pada tingkat sedang hingga tinggi.
Keunggulan tanah latosol adalah kemampuannya dalam menyerap air secara baik, sehingga cukup tahan terhadap pengikisan oleh air. Beberapa tanaman yang sesuai untuk ditanam di atas tanah ini meliputi tembakau, kakao, vanili, tebu, dan pala.
Wilayah yang banyak memiliki tanah jenis ini antara lain pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi.
3. Organosol
Tanah ini terbentuk dari proses penguraian serta pelapukan bahan-bahan organik. Umumnya ditemukan di daerah berawa atau lokasi yang rawan tergenang air dalam waktu lama.
Ciri khas dari organosol adalah teksturnya yang sangat lembut, karena mengandung banyak bahan organik yang belum sepenuhnya terurai.
Jenis ini terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu tanah humus dan tanah gambut, yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri dalam menyimpan air dan unsur hara.
Kedua jenis tersebut seringkali dijumpai di wilayah-wilayah rendah yang cenderung tergenang atau memiliki kelembapan tinggi sepanjang tahun.
4. Aluvial
Jenis tanah ini terbentuk dari hasil pengendapan partikel halus yang dibawa oleh aliran sungai dan umumnya ditemukan di bagian hilir sungai. Termasuk kategori tanah muda, tanah aluvial memiliki struktur yang gembur dan warna yang cenderung abu-abu.
Tingkat keasamannya tergolong rendah, berada pada kisaran pH 5,3 hingga 5,8. Karena sifatnya yang lunak, tanah ini mudah diolah.
Kandungan unsur haranya sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di daerah tempat tanah tersebut berada.
Beberapa wilayah yang memiliki tanah jenis ini, seperti Jawa, Sumatera, dan Papua, menjadikannya cocok untuk ditanami padi dan berbagai jenis tanaman lainnya.
5. Podsolik Merah Kuning (PMK)
Dikenal dari warnanya yang khas, tanah ini berwarna merah hingga kuning yang menandakan rendahnya tingkat kesuburan akibat proses pencucian hara.
Tanah ini terbentuk dari pengaruh curah hujan tinggi dan suhu yang rendah, sehingga memiliki pH yang rendah serta mengandung banyak unsur aluminium (Al) dan besi (Fe). Teksturnya mendekati humus dan cukup mudah menyerap air.
Dengan karakteristik tersebut, jenis tanah ini sesuai untuk lahan sawah dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.
6. Laterit
Mirip dengan tanah PMK, laterit terbentuk dalam kondisi suhu yang lebih tinggi. Awalnya tanah ini kaya akan nutrisi, namun unsur haranya cepat larut dan terbawa air hujan, menyebabkan penurunan kesuburan.
Tanah laterit banyak mengandung senyawa sesquioxida. Jenis tanah ini tidak sesuai untuk semua jenis tanaman.
Tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di atas tanah ini antara lain jambu mete dan kelapa. Tanah laterit umum dijumpai di wilayah Jawa, Kalimantan, serta Sulawesi.
7. Litosol
Jenis tanah ini memiliki hubungan erat dengan regosol, karena berasal dari pelapukan batuan akibat faktor topografi, iklim, dan aktivitas gunung berapi.
Termasuk ke dalam kategori Entisol, litosol memiliki ukuran partikel yang besar dan kandungan hara yang rendah.
Karena sifatnya tersebut, hanya tanaman tertentu seperti palawija yang mampu tumbuh dengan baik di atasnya. Lahan ini banyak dijumpai di wilayah Sumatera, Jawa, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.
8. Rendzina
Jenis tanah ini memiliki tekstur halus dan sangat mudah ditembus air. Terbentuk dari pelapukan batuan seperti basal, batugamping, dan granit, tanah ini mampu menyimpan air dengan baik karena tingkat peresapannya yang tinggi.
Kandungan mineral di dalamnya meliputi kalsium (Ca), magnesium (Mg), namun unsur haranya cukup rendah.
Keasaman tanah ini termasuk tinggi (pH tinggi), menjadikannya cocok untuk ditanami tanaman keras musiman maupun tanaman tambahan. Jenis tanah ini banyak ditemukan di wilayah Aceh, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
9. Mediteran
Tanah ini berasal dari batuan kapur yang kaya akan kandungan karbonat dan termasuk dalam kelompok tanah Alfisols yang umumnya berada di wilayah beriklim lembap.
Kandungan air, aluminium (Al), besi (Fe), serta zat organik di dalamnya menjadikan tanah ini tergolong subur. Karena sifatnya tersebut, lahan ini sangat sesuai dimanfaatkan untuk pertanian lahan basah seperti sawah.
Daerah yang memiliki jenis tanah ini antara lain Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
10. Grumusol
Tanah ini terbentuk dari batuan kapur dan material vulkanik, serta cenderung bersifat basa. Termasuk dalam klasifikasi tanah Vertisols, tanah ini memiliki kandungan lempung yang cukup tinggi.
Meski tidak tergolong subur, karena saat cuaca panas mudah mengalami retakan dan menjadi sangat lengket ketika terkena air hujan, jenis tanah ini masih dapat digunakan untuk menanam pohon jati dan berbagai jenis rumput.
Tanah ini umum ditemukan di Sumatera Barat, wilayah Jawa, dan Nusa Tenggara Timur.
Cara Menyuburkan Tanah
Memiliki taman di rumah tentu menjadi nilai lebih, tetapi hal ini akan kurang berarti jika kualitas kesuburan tanahnya tidak dijaga dengan baik.
Umumnya, saat pagi hari, kondisi tanah lebih optimal untuk menanam beragam jenis tanaman, termasuk tanaman hias hingga pohon buah. Agar media tanam di sekitar rumah tetap subur, ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan.
Yang pertama adalah jenis tanah. Pengelompokan tanah biasanya didasarkan pada ukuran butirannya.
Sebagai contoh, tanah pasir memiliki partikel besar, tanah aluvial tergolong berukuran sedang, sedangkan tanah lempung memiliki butiran sangat kecil.
Tipe tanah ini menentukan seberapa baik tanah tersebut mampu menyerap air dan menahan unsur hara, dua komponen utama yang mendukung pertumbuhan tanaman.
Selanjutnya, kandungan mineral dan bahan organik juga memainkan peran penting. Pupuk mineral yang biasa digunakan untuk memperkaya tanah antara lain mengandung nitrogen, fosfor, kalium, serta unsur hara mikro dan makro lainnya.
Sementara itu, bahan organik berasal dari sisa-sisa makhluk hidup yang membusuk dan hanya menyumbang sekitar 5–10% dari keseluruhan tanah.
Meski jumlahnya kecil, fungsinya sangat besar dalam menjaga kelembapan dan menyimpan udara di dalam tanah.
Faktor ketiga adalah kehadiran organisme tanah seperti bakteri, jamur, protozoa, nematoda, cacing tanah, tungau, dan flagellata.
Mikroorganisme ini berperan penting dalam menunjang kehidupan tanaman karena mereka mampu mengubah bahan organik dan mineral menjadi zat-zat yang bermanfaat, seperti vitamin, hormon pertumbuhan, senyawa pelindung tanaman, serta nutrisi lainnya yang dibutuhkan oleh akar.
Yang keempat adalah udara. Sekitar seperempat komposisi tanah seharusnya terdiri dari udara.
Kehadiran oksigen di dalam tanah sangat penting, baik untuk aktivitas mikroba maupun proses pernapasan akar tanaman. Selain itu, udara tanah juga menjadi sumber nitrogen esensial yang diperlukan oleh tanaman.
Faktor terakhir adalah air. Sama seperti udara, air sebaiknya mengisi sekitar 25% dari volume tanah. Keberadaan air dan udara yang seimbang dapat diperoleh dari struktur tanah yang memiliki pori-pori cukup.
Tanah berpasir, yang memiliki pori besar, akan lebih cepat mengering. Sebaliknya, tanah yang terlalu padat akan menahan air berlebihan, menyebabkan genangan, dan pada akhirnya bisa mematikan organisme tanah serta merusak sistem perakaran.
Dengan memahami kelima elemen utama tersebut, Anda dapat menerapkan cara menyuburkan tanah secara tepat untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat di kebun rumah.
A. Penyuburan Tanah melalui Pendekatan Mekanik
Pendekatan mekanik dalam meningkatkan kesuburan tanah dilakukan dengan cara-cara yang bertujuan memperbaiki struktur tanah secara fisik. Beberapa langkah yang termasuk dalam pendekatan ini antara lain:
1. Menyiram Tanah dengan Air
Kondisi tanah yang kering biasanya disebabkan oleh kekurangan pasokan air. Jika curah hujan rendah atau musim kemarau berkepanjangan, maka alternatifnya adalah menyiram secara manual atau otomatis.
Penggunaan sistem semprot atau sprinkler dapat menjadi solusi agar distribusi air merata ke seluruh permukaan tanah.
2. Pembuatan Saluran Irigasi
Salah satu teknik irigasi yang paling umum digunakan secara global adalah mengalirkan air langsung dari sungai melalui jalur tertentu.
Dalam praktiknya, dapat dibuat saluran khusus agar air dari sungai mengalir ke lahan pertanian atau area yang memerlukan air tambahan.
Namun, agar metode ini efektif, lokasi lahan harus berada di tempat yang lebih rendah dari sungai atau setidaknya sejajar dengan alirannya.
Bila kondisi geografis tidak memungkinkan air mengalir secara alami, maka pompa dapat digunakan untuk mengangkat air menuju area target.
Proses ini membutuhkan energi tambahan, tetapi air tetap akan menyatu dengan tanah dan membantu memperbaiki kelembapannya.
3. Menyediakan Jalur untuk Pengaliran Limbah Organik
Pada umumnya, saluran irigasi memanfaatkan air dari sungai atau sumber lain yang kandungan bahan organiknya tergolong rendah.
Untuk meningkatkan kualitas tanah, saluran irigasi dapat dialiri air yang mengandung nutrisi tinggi, seperti air limbah domestik dari kawasan pemukiman.
Jenis air limbah ini biasanya kaya akan bahan organik yang diperlukan oleh tanaman untuk tumbuh optimal.
Ketika mengalir ke lahan, kandungan organik tersebut bisa diserap oleh tanah dan terkonversi menjadi humus, yang penting bagi struktur dan kesuburan tanah. Meski demikian, penting untuk memperhatikan kualitas air limbah yang digunakan.
Apabila air tersebut mengandung bahan kimia berbahaya atau zat beracun, maka penggunaannya justru akan membahayakan tanaman dan menurunkan kualitas lahan.
4. Mengolah Lahan dengan Pembajakan
Mengolah permukaan lahan dengan membajak berfungsi untuk membalik dan menggemburkan lapisan atas tanah, terutama pada bagian paling atas (sekitar 0–20 cm dari permukaan).
Di masa lalu, kegiatan ini dilakukan secara tradisional menggunakan alat seperti cangkul atau bantuan hewan ternak seperti kerbau. Kini, proses ini lebih sering dilakukan dengan alat berat seperti traktor.
Tanah yang telah dibajak biasanya menjadi lebih gembur karena strukturnya terangkat dan tidak lagi padat. Kondisi ini menciptakan celah-celah dalam tanah yang berfungsi sebagai ruang hidup bagi mikroorganisme dan cacing tanah.
Selain itu, struktur yang tidak padat memungkinkan akar tanaman menyerap oksigen lebih mudah, mendukung pertumbuhan optimal.
5. Menstabilkan Struktur Tanah
Wilayah dengan tanah tandus umumnya memiliki kestabilan rendah dan lebih mudah tergerus oleh air atau angin, apalagi jika letaknya berada di lereng yang miring.
Untuk mengatasi hal ini, langkah-langkah seperti pembuatan parit atau sistem terasering dapat diterapkan agar distribusi air lebih terkendali.
Penggunaan batu buatan atau pemasangan jaring penguat juga bisa menjadi solusi untuk membantu menahan posisi tanah agar tidak bergeser.
6. Meningkatkan Ruang Antarpartikel
Tingkat kelonggaran ruang antar partikel di dalam tanah atau porositas dipengaruhi oleh jenis dan komposisi material penyusunnya.
Lahan dengan tingkat pori-pori yang tinggi biasanya mengandung lebih sedikit pasir dan lebih banyak partikel halus seperti lempung dan debu halus.
Tingkat porositas yang baik memungkinkan tanah menyimpan air serta zat hara dengan lebih efektif, mencegah pencucian oleh aliran air.
Jika tanah terlalu padat dan memiliki pori-pori rendah, maka salah satu solusinya adalah dengan menambahkan komponen lempung.
Setelah itu, tanah perlu diolah kembali agar campuran tersebut merata dan menghasilkan struktur tanah yang lebih longgar dan subur.
B. Pendekatan Kimiawi dalam Memperbaiki Tanah
Cara lain dalam memperbaiki kualitas lahan dilakukan melalui intervensi kimiawi, yakni dengan menyesuaikan kandungan unsur tertentu dalam tanah.
Proses ini melibatkan penambahan material yang bersifat kimia agar sifat tanah dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan. Berikut beberapa contohnya:
1. Pemberian Nutrisi Buatan
Tanah yang kehilangan unsur penting seperti nitrogen, fosfor, dan kalium akan kehilangan kesuburannya. Untuk mengatasi hal ini, bisa diberikan zat tambahan berupa nutrisi sintetis.
Jenis tambahan ini bisa langsung diserap oleh tanaman karena telah tersedia dalam bentuk yang larut. Produk yang umum digunakan antara lain NPK, ZA, dan urea. Namun, penggunaannya perlu diawasi secara ketat.
Jika jumlahnya berlebihan, sisa senyawa yang tidak dimanfaatkan tanaman akan larut dan terbawa aliran air ke dalam tanah yang lebih dalam, berpotensi mencemari sumber air bawah tanah dengan residu kimia.
2. Menyediakan Unsur Mineral Tambahan
Lahan yang tidak subur umumnya juga kekurangan mineral yang diperlukan tanaman. Mineral tersebut antara lain boron, tembaga, klorin, kobalt, mangan, besi, magnesium, molibdenum, belerang, dan seng.
Karena zat-zat ini terbentuk secara alami dari pelapukan batuan, maka cara menambahkannya adalah dengan mencampurkan batuan yang telah dihancurkan ke dalam permukaan lahan agar unsur-unsurnya bisa terurai secara alami.
3. Memanfaatkan Serbuk Batuan
Beberapa jenis nutrisi dapat diperkaya ke dalam tanah melalui pemanfaatan batuan yang telah digiling halus. Salah satu contohnya adalah fosfat alami dari batuan.
Selain fosfor, jenis batuan ini juga mengandung zat lain seperti karbon, kalsium, dan unsur mineral pelengkap.
Namun perlu dicatat bahwa jenis batuan ini juga dapat mengandung logam berat dalam kadar tertentu. Untuk hasil optimal, batuan tersebut sebaiknya dihancurkan terlebih dahulu lalu dicampur dengan pupuk kandang.
Reaksi antara senyawa asam dari pupuk kandang dengan fosfat akan mempercepat pelepasan unsur fosfor, sementara fosfat membantu menahan nitrogen dari pupuk agar tidak mudah hilang.
4. Penggunaan Serbuk Granit
Serbuk granit serta mineral alami seperti glaukonit bisa dimanfaatkan untuk menambah kadar kalium dalam media tanam. Dalam komposisinya, granit mengandung sekitar 1 hingga 5 persen kalium, sementara sisanya terdiri dari berbagai elemen mineral lainnya.
Meskipun tidak mudah larut dalam air, yang membuat pelepasan kaliumnya tidak langsung, serbuk granit memiliki keunggulan sebagai sumber nutrisi yang terserap secara perlahan.
Karena sifatnya tersebut, pemberiannya tidak perlu sesering pupuk sintetis. Hal serupa juga berlaku pada glaukonit atau pasir hijau.
5. Penambahan Serbuk Basalt
Serbuk basalt yang berasal dari pelapukan batuan vulkanik, umumnya ditemukan di wilayah pegunungan berapi, mengandung berbagai unsur penting yang bermanfaat untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
Penambahan serbuk ini dapat memperbaiki kondisi tanah secara alami dan bertahap.
6. Penyesuaian Nilai Keasaman
Menyeimbangkan tingkat keasaman tanah diperlukan agar tetap berada pada kisaran ideal, yaitu antara angka 6 hingga 8.
Jika tanah memiliki tingkat keasaman terlalu tinggi (pH rendah), dapat dinetralisir dengan menambahkan senyawa karbonat dari batu kapur. Sebaliknya, jika tanah terlalu basa (pH tinggi), dapat distabilkan dengan penambahan ion sulfat dari batuan gipsum.
7. Mencegah Kehilangan Unsur Nitrogen
Hilangnya nitrogen dari dalam tanah dapat menurunkan kualitas lahan tanam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan agar nitrogen tidak mudah menguap ke atmosfer.
Salah satu cara yang bisa diterapkan adalah dengan penggunaan senyawa penghambat alami, seperti tanaman tebu, yang berfungsi memperlambat proses penguapan unsur tersebut.
C. Menyuburkan Tanah melalui Pendekatan Biologis
1. Menambahkan Unsur Organik dan Pupuk
Penerapan bahan organik dan pupuk bertujuan untuk memperbaiki mutu tanah secara menyeluruh. Kandungan organik ini berfungsi mengaktifkan mikroorganisme yang akan menguraikan bahan tersebut di dalam tanah.
2. Menggunakan Unsur dari Hewan
Bahan seperti darah, tulang, maupun bulu hewan bisa menjadi sumber nitrogen alami yang cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk berbasis organik.
3. Memanfaatkan Serbuk Gergaji dan Serabut
Penggunaan serabut dan abu gergaji dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan kadar nitrogen di dalam tanah karena memiliki kandungan nitrogen sekitar 3 persen.
4. Menggunakan Lamun sebagai Sumber Kalium
Jenis rumput laut yang disebut lamun menyimpan kandungan kalium yang bermanfaat bagi tanah. Lamun juga membantu pelepasan mineral tanah, mempercepat pertumbuhan tanaman, serta menangkal serangan hama.
5. Memanfaatkan Limbah Ikan
Bahan-bahan dari ikan dapat dijadikan pupuk organik karena kandungan nutrisinya cukup tinggi. Pupuk ini dapat membuat tanah menjadi lebih subur dan tidak kehilangan kesuburannya.
6. Mengaplikasikan Kascing sebagai Pembenah Tanah
Kascing merupakan bahan alami berbentuk kotoran cacing yang telah terurai sempurna.
Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah, membuatnya menjadi lebih gembur, serta mendukung penyerapan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman secara lebih cepat.
7. Memperbanyak Penggunaan Pupuk Kotoran Ternak
Pupuk dari kotoran hewan seperti sapi, kambing, maupun unggas kaya akan zat penting seperti nitrogen, kalium, dan fosfor.
Kandungan nutrisi tersebut sangat membantu dalam memperbaiki kualitas tanah dan membuatnya lebih subur untuk ditanami berbagai jenis tanaman.
8. Mengoptimalkan Manfaat Kompos Alami
Kompos dari bahan-bahan hijau seperti dedaunan atau rumput liar sangat bagus untuk meningkatkan kesuburan lahan.
Selain memiliki rasio karbon terhadap nitrogen (C/N) yang ideal, kompos jenis ini juga cenderung bebas dari organisme penyebab penyakit tanaman.
9. Menanam Tanaman Penutup sebagai Pupuk Hijau
Pupuk hijau berasal dari tanaman yang sengaja ditanam seperti rumput atau semak belukar. Setelah tanaman ini tumbuh dan kemudian mati, sisa-sisanya akan terurai dan menjadi sumber nutrisi alami bagi tanaman utama yang dibudidayakan.
10. Menambahkan Pupuk Hayati ke dalam Tanah
Berbeda dengan pupuk organik biasa maupun pupuk kimia, pupuk hayati mengandung mikroorganisme aktif yang bermanfaat.
Mikroba ini akan hidup di dalam tanah dan membantu menguraikan senyawa organik menjadi unsur hara yang dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman.
Sebagai penutup, memahami cara menyuburkan tanah adalah langkah awal untuk menciptakan lahan yang sehat, subur, dan siap mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal.