JAKARTA - Ketidakstabilan cuaca maritim di perairan Indonesia kembali menjadi perhatian. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) secara resmi mengumumkan adanya potensi gelombang tinggi yang diperkirakan terjadi di sejumlah wilayah perairan nasional mulai 7 hingga 10 Agustus 2025. Tinggi gelombang bisa mencapai 6 meter, dan kondisi ini patut diwaspadai, terutama oleh pelaku kegiatan pelayaran dan masyarakat pesisir.
Peringatan ini tidak lepas dari pengamatan terhadap kondisi atmosfer dan dinamika angin yang terjadi di wilayah perairan Indonesia. Eko Prasetyo, Direktur Meteorologi Maritim BMKG, menjelaskan bahwa peningkatan gelombang terjadi akibat pola angin yang saat ini berkembang.
“Pola angin di wilayah utara Indonesia umumnya bertiup dari tenggara ke barat daya dengan kecepatan 4–20 knot. Sementara di bagian selatan, kecepatan angin lebih tinggi, mencapai 6–30 knot dari arah yang sama,” ujar Eko.
Wilayah dengan Risiko Gelombang Tinggi
BMKG mengklasifikasikan wilayah berdasarkan potensi ketinggian gelombang yang bisa terjadi. Untuk gelombang setinggi 1,25 hingga 2,5 meter, potensi terjadi di wilayah:
Selat Makassar bagian utara dan selatan
-Laut Banda
-Laut Seram
-Laut Sawu
-Laut Arafuru (bagian utara, timur, barat, dan tengah)
-Samudra Pasifik utara Papua dan Papua Barat Daya
Kemudian untuk wilayah dengan potensi gelombang setinggi 2,5 hingga 4 meter, BMKG menyebut:
Samudra Hindia bagian selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara
-Pantai barat Sumatera
-Samudra Hindia barat Aceh, Bengkulu, dan Lampung
-Sementara itu, perhatian khusus diberikan pada wilayah yang berisiko mengalami gelombang ekstrem setinggi 4 hingga 6 meter, yaitu:
Samudra Hindia barat Kepulauan Nias
-Perairan barat Mentawai
-Perairan barat Aceh
Gelombang di kategori ini dinilai sangat berbahaya bagi aktivitas pelayaran dan bisa menimbulkan kerugian bila tidak diantisipasi
Imbauan Keselamatan untuk Aktivitas Laut
Menghadapi kondisi tersebut, BMKG menyerukan agar seluruh pihak yang berkaitan dengan aktivitas laut, mulai dari pelaut, nelayan, operator kapal, hingga otoritas pelabuhan, lebih waspada dan berhati-hati.
“Kami minta agar pelaut lebih berhati-hati, mengingat cuaca laut tidak menentu dan berisiko tinggi terhadap keselamatan,” tegas Eko Prasetyo.
Menurutnya, kapal-kapal berukuran kecil seperti kapal nelayan dan tongkang sangat rentan terhadap kondisi gelombang tinggi. Bahkan kapal feri, kapal kargo, dan kapal pesiar pun perlu mempertimbangkan ulang jadwal pelayaran apabila melewati jalur laut yang terkena peringatan.
BMKG juga meminta masyarakat pesisir untuk siaga, terutama terhadap kemungkinan gelombang pasang atau gangguan aktivitas ekonomi pesisir. Gelombang tinggi bisa menyebabkan banjir rob maupun kerusakan fasilitas nelayan dan pelabuhan skala kecil.
Pemantauan Cuaca Maritim Disarankan Rutin
Dalam situasi cuaca ekstrem seperti ini, BMKG mendorong seluruh pihak untuk rutin memantau informasi cuaca maritim, baik melalui website resmi, media sosial, maupun kanal-kanal informasi BMKG lainnya. Hal ini menjadi krusial demi keselamatan dan keberlangsungan aktivitas laut.
BMKG juga menyampaikan bahwa pola atmosfer saat ini masih sangat dinamis. Artinya, perubahan cepat bisa terjadi dalam waktu singkat. Oleh karena itu, memperbarui informasi cuaca secara berkala bisa menjadi langkah antisipatif untuk menghindari potensi bencana yang lebih besar.
Sebab-Sebab Naiknya Gelombang Laut
Fenomena gelombang tinggi yang diprediksi kali ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti tekanan udara rendah di Samudra Hindia, perbedaan suhu laut, serta angin kencang yang bergerak melintasi wilayah tropis. BMKG mencatat bahwa kecepatan angin tertinggi terpantau di beberapa area yang dikenal rawan gelombang besar.
“Kecepatan angin tertinggi terjadi di Selat Malaka, Samudra Hindia sebelah barat Aceh dan selatan Banten, serta Laut Arafuru,” jelas Eko.
Fakta ini menegaskan perlunya kesadaran bersama untuk menjaga keselamatan di laut, baik dari sisi aktivitas komersial maupun sektor perikanan rakyat.
Langkah-Langkah Antisipatif
Untuk meminimalisir dampak, para pelaku usaha pelayaran dan perikanan diimbau untuk mengambil langkah antisipatif, seperti:
-Menunda pelayaran di area yang berisiko tinggi
-Menyesuaikan jalur pelayaran
-Melengkapi alat keselamatan di kapal
Berkoordinasi dengan petugas pelabuhan dan pos pengawas cuaca setempat
Dalam situasi seperti ini, respons cepat dan kesiapan logistik di lapangan juga sangat menentukan. Pemerintah daerah di wilayah pesisir juga diminta siaga terhadap potensi bencana laut yang bisa berdampak ke permukiman maupun infrastruktur.