Industri

Data Kawasan Industri Jadi Kunci Kebijakan Ekonomi

Data Kawasan Industri Jadi Kunci Kebijakan Ekonomi
Data Kawasan Industri Jadi Kunci Kebijakan Ekonomi

JAKARTA - Upaya pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8 persen dalam lima tahun ke depan bukanlah pekerjaan mudah. Diperlukan fondasi yang kuat, termasuk ketersediaan data yang lengkap, akurat, dan terbarukan. Dalam konteks ini, kawasan industri kembali menjadi perhatian, bukan hanya sebagai pusat produksi dan hilirisasi, tetapi juga sebagai sumber data strategis yang bisa menjadi rujukan utama dalam perumusan kebijakan.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) gencar memperkuat ekosistem pengumpulan data di kawasan industri. Kolaborasi ini sejalan dengan inisiatif Satu Data Indonesia yang menjadi landasan utama pengambilan keputusan berbasis bukti (evidence-based policy).

“Sinergi Kemenperin, BPS, dan pengelola kawasan industri jadi fondasi Satu Data Indonesia,” ujar Tri Supondy, Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin. Ia menekankan bahwa kebijakan yang tepat hanya bisa disusun apabila ditopang oleh data yang valid dan terintegrasi.

Kawasan Industri: Sumber Data dan Mesin Pertumbuhan

Kawasan industri merupakan simpul penting dalam rantai ekonomi nasional, utamanya dalam mendorong sektor manufaktur dan hilirisasi sumber daya alam. Dalam konteks tersebut, data dari kawasan industri—baik dari sisi pengelola maupun tenant—menjadi sangat berharga.

Ketersediaan data real-time mengenai kapasitas produksi, serapan tenaga kerja, investasi, hingga ekspor dari kawasan industri dapat membantu pemerintah menyesuaikan strategi pengembangan industri secara responsif. Inilah yang menjadi dasar pelaksanaan program pendataan terbaru yang dilakukan di berbagai kawasan industri.

Salah satu wujud konkret dari pengumpulan data itu adalah kegiatan bertajuk NGIBAR (Ngisi Bareng) Kuisioner Pendataan yang dilaksanakan di Kawasan Industri Deltamas, Bekasi. Acara ini menggambarkan keterlibatan aktif pemerintah dalam mendorong pemutakhiran data industri.

Program NGIBAR diinisiasi sebagai bentuk sinergi antara Kemenperin dan BPS, sekaligus menjadi ruang kolaboratif dalam pengisian kuisioner oleh pengelola kawasan dan tenant. Tim teknis dari Ditjen KPAII dan BPS turut hadir mendampingi proses pengisian tersebut.

“Proses pengumpulan data secara umum berlangsung cukup baik,” ujar Tri dalam evaluasi kegiatan tersebut. Pendekatan ini dinilai efektif dalam menjamin kesesuaian data dengan kebutuhan perumusan kebijakan.

Menjangkau 171 Kawasan Industri secara Nasional

Cakupan pendataan yang dilakukan saat ini tidak main-main. BPS tengah melakukan pengumpulan data di 171 kawasan industri di seluruh Indonesia, dengan Kemenperin turun langsung ke lapangan memantau pengisian di wilayah-wilayah prioritas.

Sejumlah wilayah strategis seperti Bekasi, Tangerang, Serang, Subang, Purwakarta, Medan, Deli Serdang, hingga Morowali menjadi fokus pemantauan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa pengumpulan data dilakukan secara menyeluruh dan tepat waktu.

“Data lengkap dan tepat waktu membantu pemerintah menyusun kebijakan industri yang lebih berkualitas,” tegas Tri. Menurutnya, kualitas data menjadi prasyarat penting untuk menyusun strategi industri yang berdampak nyata bagi perekonomian.

Dengan data yang tepat, pemerintah bisa melihat secara rinci potensi, tantangan, hingga kebutuhan dari masing-masing kawasan industri. Termasuk di dalamnya isu perizinan, kebutuhan infrastruktur, ketersediaan energi, hingga kesiapan digitalisasi industri.

Ajak Semua Pihak Berkomitmen pada Satu Data

Keberhasilan pengumpulan data kawasan industri tentu tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Tri menekankan perlunya keterlibatan semua pemangku kepentingan, mulai dari pengelola kawasan hingga tenant, dalam mendukung kegiatan pendataan.

“Tri juga mengajak semua pihak mendukung pengumpulan data demi industri kuat dan berdaya saing,” katanya. Menurutnya, komitmen kolektif ini penting demi mewujudkan ekosistem industri nasional yang solid dan adaptif terhadap perubahan global.

Ia menilai bahwa kegiatan seperti NGIBAR bisa menjadi simbol sinergi antara regulator dan pelaku industri. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi refleksi bahwa pembangunan ekonomi yang inklusif memerlukan partisipasi dari seluruh elemen bangsa.

“Kegiatan NGIBAR simbol komitmen kita untuk wujudkan target pertumbuhan ekonomi 8 persen,” kata Tri menutup pernyataannya.

Dengan menempatkan data sebagai tulang punggung pengambilan kebijakan, pemerintah menunjukkan arah yang jelas dalam perjalanan menuju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Kawasan industri, sebagai episentrum aktivitas manufaktur dan hilirisasi, kini diposisikan bukan hanya sebagai pusat produksi, tetapi juga sebagai pusat data strategis.

Kolaborasi antara Kemenperin, BPS, dan para pelaku industri akan menjadi kunci kesuksesan. Jika seluruh proses berjalan sesuai rencana, data yang dihasilkan bisa menjadi senjata utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level yang lebih tinggi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index