JAKARTA - Kinerja sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia menunjukkan titik cerah. Pada Rabu, 30 Juli 2025, realisasi lifting minyak nasional tercatat telah mencapai 608.000 barel per hari (bph), sedikit melampaui target harian dalam APBN 2025 yang dipatok sebesar 605.000 bph.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan kabar ini langsung dalam sambutannya di acara Energi Mineral Festival 2025. Ia mengatakan, capaian sementara ini merupakan pencapaian penting mengingat selama hampir dua dekade terakhir, realisasi lifting minyak kerap meleset dari target.
“Hari ini saya baru keluar dari kantor, saya lihat di layar monitor yang online. Sudah mencapai 608.000 barel hari ini lifting kita. Tapi belum akumulatif ya,” kata Bahlil.
Meskipun belum akumulatif, angka tersebut disebut Bahlil sebagai sinyal positif awal, menandai adanya peningkatan dalam upaya pemerintah memperkuat sektor hulu migas. Capaian ini menjadi kabar baik setelah pada 2024, lifting minyak hanya mencapai 579.000 bph—jauh dari target yang ditetapkan dalam APBN.
Selama bertahun-tahun, sektor migas nasional menghadapi tantangan besar, mulai dari menurunnya produksi di lapangan-lapangan tua hingga minimnya investasi baru yang masuk. Bahlil menyoroti bahwa sebagian besar sumur minyak di Indonesia merupakan sumur-sumur tua, bahkan ada yang sudah dibor sejak sebelum Indonesia merdeka.
“Sebagian besar sumur minyak kita adalah sumur tua, bahkan ada yang umurnya sebelum kemerdekaan,” ungkapnya.
Selain faktor usia sumur, Indonesia juga masih memiliki jumlah sumur tidak aktif atau idle well yang cukup banyak. Kondisi ini diperburuk oleh persepsi bahwa industri migas di Indonesia berisiko tinggi dan membutuhkan investasi besar, sehingga tak sedikit investor yang enggan menanamkan modalnya.
Meski begitu, pemerintah tetap berkomitmen untuk mendorong peningkatan produksi. Presiden Prabowo Subianto sendiri disebut telah memberi arahan kepada jajarannya agar lifting minyak dapat ditingkatkan secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.
“Ya kita doakan, saya mohon support bahwa insya Allah atas berkat dan arahan serta perintah Bapak Presiden Prabowo untuk lifting kita harus bisa mencapai sesuai target APBN,” ujar Bahlil dengan nada optimistis.
Ia juga menambahkan bahwa komunikasi intensif terus dijalin antara pemerintah, SKK Migas, dan para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk memastikan realisasi peningkatan produksi dapat terwujud. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah memaksimalkan koordinasi dengan para pelaku industri migas agar strategi peningkatan produksi dapat dilaksanakan lebih efektif.
“Tetapi kalau kita melihat dari upaya yang kita lakukan dengan KKKS, dengan teman-teman pengusaha, tadi saya baru bicara dengan CEO hulu KKKS di SKK Migas, rasanya sih ada secerca harapan untuk kita menuju pada perbaikan lifting untuk mencapai target atas arahan bapak presiden 2029-2030 harus menyebab kurang lebih sekitar 900.000 barel per day. Ini yang menjadi dorongan kita semua,” tandas Bahlil.
Pemerintah, menurut Bahlil, juga terbuka terhadap berbagai inisiatif dan kolaborasi baru untuk mengakselerasi peningkatan lifting, termasuk pendekatan teknologi baru untuk revitalisasi sumur tua, insentif fiskal, hingga perbaikan regulasi yang mendukung kemudahan investasi.
Capaian 608.000 bph memang belum bisa dijadikan tolok ukur akhir, mengingat sifatnya yang harian dan fluktuatif. Namun demikian, angka tersebut telah memberi gambaran awal bahwa arah perbaikan sedang terjadi, dan strategi yang diterapkan pemerintah mulai menunjukkan hasil.
Dalam konteks jangka panjang, Indonesia menargetkan peningkatan lifting minyak hingga mencapai 900.000 barel per hari pada 2029–2030. Untuk mencapai target ambisius ini, diperlukan langkah konsisten dari hulu hingga hilir, termasuk perbaikan kebijakan dan insentif yang lebih kompetitif untuk menarik investasi besar di sektor ini.
Sebelumnya, Bahlil juga sempat menyampaikan bahwa pendekatan terhadap pengelolaan sumur minyak rakyat, termasuk koperasi seperti Koperasi Merah Putih, harus melalui proses yang hati-hati agar tidak menimbulkan masalah hukum atau operasional di kemudian hari. Dalam konteks ini, pengelolaan lifting tidak hanya berkaitan dengan angka produksi, tetapi juga dengan tata kelola dan regulasi sektor energi yang berkelanjutan.
Tantangan sektor energi nasional tidak berhenti di migas. Namun dengan pencapaian-pencapaian awal seperti ini, pemerintah berharap dapat membangun kembali kepercayaan pelaku industri serta menarik lebih banyak investasi masuk, baik dari dalam maupun luar negeri.
Kinerja yang membaik juga diharapkan bisa memberikan dampak positif terhadap neraca perdagangan energi dan ketahanan energi nasional. Mengingat konsumsi energi dalam negeri terus meningkat, peningkatan lifting akan menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga pasokan dan mengurangi ketergantungan pada impor energi.
Dalam kesempatan yang sama, Bahlil menyampaikan optimismenya bahwa dengan kerja sama lintas sektor dan dukungan penuh dari Presiden, Indonesia bisa kembali menjadi negara produsen minyak yang diperhitungkan di kawasan.
Langkah berikutnya adalah memastikan bahwa tren peningkatan ini dapat dipertahankan dan dikonsolidasikan menjadi perbaikan jangka panjang yang berkelanjutan. Pemerintah dan pelaku industri diharapkan terus memperkuat sinergi dalam mengejar target lifting sekaligus memperbaiki iklim investasi di sektor energi nasional.