JAKARTA - Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur menjadi bagian tak terpisahkan dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di daerah. Dalam upaya mendorong Flores sebagai salah satu pusat energi hijau di Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) akan membangun Unit Pelaksana Teknis (UPT) EBT dan program studi EBT di wilayah tersebut.
Langkah ini bukan hanya untuk menghadirkan teknologi dan fasilitas fisik, tetapi juga menekankan pentingnya transfer pengetahuan kepada masyarakat lokal sejak usia dini, hingga ke tingkat perguruan tinggi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa ide tersebut muncul dari inisiatif Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena. Ia mendorong pentingnya memperkuat edukasi publik terkait kemandirian energi, melalui jalur pendidikan formal dan non-formal.
- Baca Juga Bansos PKH dan BPNT Tahap 3 Mulai Cair
“Bapak Gubernur NTT juga meminta adanya program studi khusus tentang energi baru terbarukan yang bisa kita tempatkan di sejumlah perguruan tinggi. Ini adalah ide yang brilian dari seorang kepala daerah,” ujar Eniya saat bertemu dengan Gubernur dan tim Pemprov NTT di Jakarta.
Menurut Eniya, selain menggagas pendirian program studi, pihaknya juga akan menggandeng para pelaku industri EBT yang telah beroperasi di Flores. Keterlibatan mereka diharapkan bisa memperkuat sosialisasi dan edukasi terkait pentingnya energi hijau dan keberlanjutan.
Ia menyebut, pusat strategi kebijakan Kementerian ESDM akan dilibatkan guna memastikan bahwa program ini mendapat prioritas dalam pelaksanaannya.
Sejalan dengan itu, Direktur Panas Bumi Direktorat EBTKE, Gigih Udi Utomo, menambahkan bahwa upaya ini akan mengintegrasikan dunia akademik dengan praktik lapangan. Beberapa kampus ternama di Indonesia seperti ITB, IPB, dan UI akan diundang berpartisipasi dalam menyusun dan menyampaikan materi edukasi energi baru terbarukan di Flores.
“Ini usulan yang gemilang dari Pak Gubernur NTT. Hal ini sejalan dengan tagline kami: Dari Flores untuk Flores. Pada gilirannya nanti, putera-puteri daerah yang telah terampil dan terdidik bisa mengisi pos-pos penting pada proyek pengembangan energi baru terbarukan di NTT,” ungkap Gigih.
Di tingkat pendidikan menengah, Pemerintah Provinsi NTT juga akan mengambil bagian aktif. Gubernur Melki Laka Lena mengungkapkan bahwa pemprov akan membangun sekolah menengah kejuruan (SMK) yang fokus pada bidang energi baru terbarukan. Dengan demikian, pendidikan EBT bisa dimulai sejak dini, menyiapkan generasi muda memahami pentingnya kemandirian energi dan peran Indonesia dalam transisi global menuju energi hijau.
“Kita ingin masyarakat kita dididik sejak muda untuk paham kemandirian energi, energi hijau dan transformasi energi yang sedang dilakukan oleh hampir semua negara di dunia,” tegas Melki.
Langkah kolaboratif ini juga mendapat dukungan dari BUMN dan pelaku industri panas bumi. Executive Vice President Panas Bumi PLN, John YS Rembet, menyatakan kesiapannya untuk mendukung penuh kolaborasi antara Ditjen EBTKE dan Pemerintah Provinsi NTT dalam melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
“Kami akan mengalokasikan perhatian dan sejumlah hal, termasuk CSR dan TJSL, untuk program yang baik ini,” ujar John.
Dari pihak swasta, VP Stakeholder and Relation Sokoria Geothermal Indonesia, Ali Sahid, juga memberikan pernyataan dukungan. Ia menyampaikan kesiapan perusahaan untuk mengikuti arahan dan rekomendasi yang diberikan oleh Gubernur NTT, terutama terkait kontribusi melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
“CSR kami mencakup banyak hal mulai dari pendidikan, kesehatan dan ekonomi hingga lingkungan, sosial, budaya, dan agama,” kata Ali.
Dengan keterlibatan semua pihak — pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, BUMN, hingga sektor swasta — program pembangunan UPT dan prodi EBT di Flores diharapkan menjadi model kolaborasi dalam pengembangan energi baru terbarukan berbasis daerah.
Tak hanya mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, program ini juga menjadi investasi jangka panjang dalam mencetak tenaga ahli lokal yang akan mengawal keberlanjutan energi hijau di Indonesia bagian timur.
Inisiatif ini menegaskan bahwa transisi energi bukan hanya soal teknologi, melainkan juga membangun fondasi sosial dan intelektual yang kuat. Flores, dengan potensinya yang besar, bisa menjadi percontohan nasional dalam transformasi energi berbasis sumber daya lokal dan pemberdayaan masyarakat.