JAKARTA - Ekosistem kuliner dan perhotelan kini semakin mendapat perhatian serius dari pemerintah. Tak hanya karena keduanya menyumbang kontribusi signifikan terhadap ekonomi kreatif nasional, tetapi juga karena potensi besarnya dalam mendorong pertumbuhan lapangan kerja, ekspor, hingga inovasi berbasis budaya.
Dalam pembukaan Food and Hospitality Indonesia (FHI) 2025 yang digelar di Jakarta, Selasa, 22 Juli 2025, Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya menegaskan bahwa sektor kuliner dan perhotelan bukan semata-mata sektor jasa biasa. Keduanya, menurutnya, adalah representasi dari kekuatan budaya, inovasi, dan jejaring ekonomi modern yang makin kompleks dan saling terhubung.
“Dari hulu ke hilir, ekosistem ini melibatkan petani, produsen, koki, pengelola hotel, pelaku kreatif, pemilik waralaba, dan platform digital yang semuanya bekerja untuk menghadirkan keunggulan,” ujar Riefky dalam sambutannya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa kuliner dipandang sebagai ekspresi budaya sekaligus wadah inovasi. Sementara itu, perhotelan berfungsi sebagai simpul penting dalam menghadirkan pengalaman bagi konsumen, wisatawan, maupun pelaku industri lainnya di tengah dinamika ekonomi global.
Prioritas Strategis Pemerintah
Kuliner dan perhotelan kini menjadi fokus utama pemerintah dalam membangun ekonomi kreatif nasional yang tangguh. Riefky menekankan bahwa kebijakan yang diterapkan diarahkan untuk memperluas lapangan kerja, memperkuat kewirausahaan, dan mendorong penguatan infrastruktur industri kreatif dalam negeri.
Data dari Kementerian Ekonomi Kreatif menunjukkan betapa strategisnya posisi industri makanan dan minuman di Tanah Air. Hingga saat ini, sektor tersebut menyumbang sekitar 38 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi kreatif. Lebih dari 11 ribu pelaku usaha tercatat terlibat di dalamnya dan menyediakan sekitar 7,6 juta lapangan pekerjaan.
Tak hanya dari sisi tenaga kerja, nilai tambah dari sektor ini juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. “Nilai tambah ekonomi kreatif tercatat meningkat 119% dengan nilai ekspor yang naik 67% pada 2024,” ujar Riefky.
Ia menambahkan, “Ini menunjukkan pertumbuhan yang inklusif. Sektor kuliner tidak hanya mendorong permintaan domestik, tetapi juga mendominasi ekspor kreatif Indonesia, menjadikannya salah satu sektor yang paling kompetitif dan dapat dikembangkan.”
Pemerintah, imbuhnya, berkomitmen membangun ekosistem ekonomi kreatif yang inklusif dan kompetitif. Hal itu dilakukan melalui serangkaian kebijakan afirmatif, penyediaan informasi digital, fasilitasi bisnis, dan perlindungan kekayaan intelektual.
Gelaran FHI 2025: Jembatan dan Etalase
Kehadiran Food and Hospitality Indonesia 2025 menjadi salah satu momen penting dalam pendorong kemajuan sektor ini. Ajang tahunan tersebut mempertemukan para pelaku usaha dari dalam dan luar negeri untuk menjajaki potensi kerja sama, berbagi pengalaman, serta memperluas jejaring usaha lintas sektor.
Portofolio Director Pamerindo Indonesia, Juanita Soerakoesoemah, menyebut bahwa FHI 2025 diikuti oleh lebih dari 300 perusahaan dari 33 negara. Berbagai pemain besar industri kuliner, perhotelan, teknologi penyajian makanan, serta platform distribusi hadir dalam ajang ini.
“Kita tidak melihat transaksi. Perusahaan internasional yang hadir di sini itu mencari mitra, bisa importir, distributor, pengusaha lokal juga, misal dia hanya di Jabodetabek, lalu mereka ingin mencari pasar di luar wilayahnya,” ujar Juanita.
Dengan menjembatani pelaku usaha lokal dan global, kegiatan seperti FHI dinilai mampu mendongkrak koneksi dan potensi bisnis. Hal ini juga membuka peluang investasi baru serta mendorong pertumbuhan sektor UMKM, yang selama ini menjadi tulang punggung industri kuliner di berbagai daerah.
Arah Baru Ekonomi Kreatif
Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi kreatif telah dicanangkan sebagai salah satu mesin utama pertumbuhan nasional. Sektor ini tak hanya menopang perekonomian dalam situasi krisis, tetapi juga memberikan ruang baru bagi transformasi ekonomi berbasis pengetahuan, teknologi, dan budaya.
Pemerintah meyakini bahwa dengan infrastruktur pendukung yang terus dikembangkan serta kebijakan afirmatif yang berkelanjutan, sektor kuliner dan perhotelan dapat tumbuh lebih pesat dan inklusif.
“Kuliner dan perhotelan bukan sekadar usaha penyedia makanan atau kamar hotel. Ini adalah representasi dari warisan budaya, kreativitas, dan keinginan untuk terus memperbaiki layanan dan produk dalam lanskap global,” tutup Riefky.
Dengan perhatian dan dukungan yang makin besar dari berbagai pihak, industri kuliner dan perhotelan Indonesia berada pada jalur yang menjanjikan. Transformasi dari sektor ini diharapkan tidak hanya meningkatkan daya saing nasional, tetapi juga membawa nama Indonesia lebih dikenal di panggung ekonomi kreatif dunia.