Batu Bara

Harga Batu Bara Naik Tiga Hari Beruntun

Harga Batu Bara Naik Tiga Hari Beruntun
Harga Batu Bara Naik Tiga Hari Beruntun

JAKARTA - Harga batu bara dunia kembali menunjukkan pergerakan positif dengan mencetak kenaikan tiga hari berturut-turut. Pada perdagangan Kamis, 10 Juli 2025, harga kontrak batu bara ICE Newcastle untuk pengiriman bulan depan ditutup di level US$111 per ton, naik 0,68% dibanding hari sebelumnya. Angka ini menjadi posisi tertinggi dalam sepekan terakhir, menandai tren rebound jangka pendek di tengah tekanan struktural pasar.

Dalam tiga hari terakhir, harga si batu hitam secara kumulatif telah menguat 1,37%. Namun, jika ditarik dalam skala mingguan, harga batu bara masih membukukan penurunan tipis 0,22%. Sementara secara tahunan (year-to-date/ YTD), batu bara tetap berada di zona negatif dengan koreksi 11,38%.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah kenaikan ini merupakan sinyal pemulihan fundamental, atau hanya jeda sementara di tengah tren bearish jangka panjang?

Tekanan Global Akibat Isu Transisi Energi

Meskipun terjadi penguatan dalam jangka pendek, tekanan terhadap komoditas batu bara secara struktural masih cukup besar. Hal ini dipicu oleh semakin tingginya kesadaran global terhadap krisis iklim dan tuntutan percepatan transisi menuju energi bersih.

Berbagai negara, termasuk Indonesia, sudah mengambil langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan terhadap batu bara. Dalam laporan Bloomberg News, Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyatakan komitmennya untuk mengejar target 100% energi terbarukan pada 2035, lebih cepat dari target awal tahun 2040.

“Kami berencana untuk mencapai 100% energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan. Targetnya, tentu, adalah 2040. Namun para ahli mengatakan kepada saya bahwa kita bisa mencapainya lebih cepat,” kata Prabowo saat kunjungan ke Brasil.

Pernyataan ini tentu memberikan sinyal tegas bahwa penggunaan batu bara dalam pembangkitan listrik yang saat ini masih mendominasi (sekitar 80%) akan segera digantikan. Kebijakan ini bisa berdampak besar pada permintaan domestik di masa depan dan pada gilirannya mempengaruhi pasar global.

Sentimen Pasar dan Respons Teknis

Dari sisi teknikal, tren harga batu bara saat ini masih berada dalam zona bullish, setidaknya dalam jangka pendek. Hal ini ditunjukkan oleh Relative Strength Index (RSI) yang berada di angka 63. Secara umum, RSI di atas 50 mencerminkan sentimen beli yang dominan dan potensi penguatan lanjutan.

Namun, ada sinyal menarik dari indikator Stochastic RSI yang saat ini menyentuh angka 0, menandakan kondisi pasar dalam keadaan oversold ekstrem. Artinya, meskipun harga naik, tekanan jual sebenarnya masih cukup besar dan dapat membatasi ruang penguatan.

Target teknikal juga memberikan indikasi bahwa pasar tengah mendekati resisten kuat. Jika harga mampu menembus level US$112 per ton, maka potensi kenaikan ke level US$116 per ton terbuka, sesuai dengan posisi Moving Average (MA) 200 sebagai batas atas skenario optimistis.

Namun jika harga gagal menembus resisten tersebut, maka support pertama berada di US$109 per ton (MA-10) dan MA-20 di US$107 per ton akan menjadi penopang berikutnya. Dengan begitu, ruang penguatan harga batu bara dalam waktu dekat dinilai terbatas, kecuali muncul sentimen positif baru dari sisi fundamental.

Tantangan: RKAB Tahunan hingga Isu Kontrak Impor

Dinamika batu bara tidak hanya dipengaruhi oleh permintaan dan teknikal semata, tetapi juga oleh kebijakan dan isu global. Baru-baru ini, Indonesia juga ramai membahas skema Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 1 tahunan untuk komoditas batu bara. Kebijakan ini dinilai lebih cocok dibanding skema 3 tahunan yang biasa digunakan untuk komoditas mineral lain.

Di sisi lain, India sebagai salah satu pembeli batu bara terbesar juga menghadapi tantangan. Keluhan atas kualitas batu bara dari kontrak-kontrak di bawah standar mulai mencuat, sehingga dapat mempengaruhi minat pasar.

Apa yang tengah terjadi pada batu bara mencerminkan pergeseran besar dalam lanskap energi dunia. Komoditas ini, yang pernah menjadi tulang punggung industri dan pembangkit listrik global, kini menghadapi ancaman eksistensial dari kebijakan hijau dan kemajuan teknologi energi terbarukan.

Meskipun harga batu bara masih bisa mengalami kenaikan sesekali, namun arah jangka panjangnya tetap dibayang-bayangi oleh tren penurunan permintaan, baik dari negara maju maupun berkembang.

Indonesia, sebagai salah satu eksportir batu bara terbesar dunia, juga tengah berada di persimpangan penting: antara menjaga stabilitas ekonomi berbasis sumber daya alam atau mempercepat transformasi energi untuk keberlanjutan.

Kenaikan harga batu bara selama tiga hari terakhir memang memberi napas segar bagi pelaku pasar jangka pendek. Namun di balik penguatan tersebut, terdapat realitas bahwa batu bara kini berada dalam tekanan besar dari transisi energi global.

Dengan indikator teknikal yang mulai menunjukkan jenuh beli dan ketidakpastian arah kebijakan internasional, hari-hari mendatang akan menjadi penentu apakah tren penguatan harga batu bara bisa bertahan atau justru kembali memudar. Apapun itu, transformasi menuju energi bersih tampaknya tak bisa dihentikan, dan batu bara harus bersiap menghadapi era baru.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index