Bursa

Tarif Naik, Bursa Asia Tetap Tangguh

Tarif Naik, Bursa Asia Tetap Tangguh
Tarif Naik, Bursa Asia Tetap Tangguh

JAKARTA - Ketahanan pasar saham Asia kembali diuji saat Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif impor baru terhadap sejumlah negara mitra dagang utama di kawasan. Meski demikian, indeks-indeks utama di Asia-Pasifik justru dibuka menguat pada perdagangan Selasa, 8 Juli 2025, mencerminkan optimisme investor dalam menghadapi tekanan global tersebut.

Dalam surat resmi yang dipublikasikan melalui platform Truth Social, Trump menetapkan bea masuk tinggi terhadap produk dari 14 negara, termasuk Jepang, Korea Selatan, hingga Indonesia. Tarif baru itu akan mulai diberlakukan efektif pada 1 Agustus 2025, dengan rincian yang bervariasi untuk tiap negara.

Beberapa mitra dagang utama seperti Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Kazakhstan, dan Tunisia akan dikenai tarif impor sebesar 25%. Negara-negara lain di Asia, termasuk Indonesia, Bangladesh, Kamboja, Thailand, Laos, dan Myanmar juga tidak luput dari kebijakan tersebut, bahkan mendapatkan bea masuk yang lebih tinggi.

Indonesia, misalnya, dikenakan tarif sebesar 32%, Bangladesh sebesar 35%, Kamboja dan Thailand masing-masing 36%, sementara Laos dan Myanmar berada di posisi tertinggi dengan tarif mencapai 40%.

Langkah Trump ini disebut sebagai strategi penguatan ekonomi domestik menjelang pemilihan umum, namun menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar akan dampak negatif terhadap arus perdagangan global.

Bursa Asia Tetap Tangguh

Meskipun kebijakan tarif tersebut dipandang dapat menekan hubungan dagang dan memperlambat pertumbuhan global, mayoritas bursa saham di Asia justru memperlihatkan tren positif. Investor tampaknya masih menaruh kepercayaan terhadap daya tahan ekonomi di kawasan tersebut serta melihat ruang negosiasi yang masih terbuka.

Bursa saham Jepang mencatat kenaikan dengan indeks Nikkei 225 naik 0,36% di awal perdagangan. Indeks Topix juga turut menguat sebesar 0,31%, menandakan respons positif dari pasar terhadap perkembangan terbaru ini.

Sementara itu, pasar Korea Selatan juga menunjukkan performa serupa. Indeks Kospi naik 0,44%, dan Kosdaq naik tipis 0,19%, mengindikasikan bahwa pelaku pasar lokal tetap tenang menyikapi situasi.

Kinerja bursa Asia ini mencerminkan pandangan sebagian investor yang menilai tarif tinggi dari Trump masih bisa mengalami perubahan, tergantung dinamika negosiasi ke depan. Meski diumumkan secara resmi, beberapa analis percaya bahwa tenggat 1 Agustus dapat bergeser apabila dialog antarnegara berlangsung konstruktif.

Sinyal Negatif dari Wall Street

Sementara bursa Asia mampu bertahan, pasar saham di Amerika Serikat mencatat pelemahan. Ketegangan dagang ini tampaknya langsung berdampak ke Wall Street, yang mengalami penurunan tajam pada penutupan perdagangan Senin, 7 Juli 2025.

Indeks Dow Jones Industrial Average turun 422,17 poin atau 0,94% ke posisi 44.406,36. S&P 500 menyusul turun 0,79% menjadi 6.229,98, dan Nasdaq Composite juga melemah 0,92% ke level 20.412,52. Ketegangan geopolitik dan kekhawatiran atas balasan dari negara-negara mitra dagang disebut menjadi penyebab utama penurunan ini.

Australia dan Hong Kong Masih Cenderung Lesu

Di sisi lain, pergerakan pasar Australia dan Hong Kong tidak sekuat pasar Jepang dan Korea Selatan. Indeks S&P/ASX 200 di Australia justru mengalami penurunan sebesar 0,44%. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran menjelang pengumuman kebijakan suku bunga oleh Reserve Bank of Australia (RBA) yang diperkirakan akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 3,6%.

Sementara itu, kontrak berjangka untuk indeks Hang Seng Hong Kong terpantau berada di level 23.886, sedikit lebih rendah dibandingkan penutupan sebelumnya di 23.887,83. Ini menandakan pembukaan yang cenderung datar dengan volume perdagangan yang terbatas.

Tarif Sebagai Senjata Politik?

Kebijakan tarif impor dari pemerintahan Trump tidak hanya menciptakan ketegangan ekonomi, tetapi juga memunculkan spekulasi bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi kampanye menjelang pemilihan presiden AS berikutnya. Dengan menargetkan berbagai negara, termasuk beberapa sekutu strategis seperti Jepang dan Korea Selatan, Trump tampaknya ingin menampilkan citra sebagai pelindung industri dalam negeri.

Namun, kebijakan proteksionis semacam ini juga berisiko menimbulkan efek balasan dari negara-negara yang terkena dampak. Pemerintah di kawasan Asia diperkirakan akan merespons dengan strategi diplomatik maupun kebijakan fiskal domestik untuk menahan potensi dampak negatif terhadap ekspor dan neraca perdagangan.

Penantian Investor di Tengah Ketidakpastian

Meski pasar Asia menunjukkan resiliensi awal, ketidakpastian akibat kebijakan tarif baru ini tetap menjadi perhatian utama. Investor global kini memantau reaksi dari negara-negara yang terdampak, termasuk kemungkinan terjadinya negosiasi ulang atau pemberlakuan tarif balasan.

Di sisi lain, pelaku pasar juga akan mencermati data ekonomi lanjutan serta kebijakan moneter dari masing-masing bank sentral untuk melihat arah pergerakan pasar selanjutnya.

Kendati diliputi berbagai sentimen negatif, pergerakan positif bursa Asia pagi ini memberikan sinyal bahwa pasar belum sepenuhnya pesimistis terhadap outlook perdagangan global. Apabila komunikasi antara negara-negara mitra tetap terjaga dan kebijakan yang diambil bersifat adaptif, maka dampak negatif dari perang dagang ini masih dapat diminimalkan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index