Nasional

Registrasi Riset Nasional Kunci Tata Kelola

Registrasi Riset Nasional Kunci Tata Kelola
Registrasi Riset Nasional Kunci Tata Kelola

JAKARTA - Di tengah meningkatnya ketertarikan lembaga internasional untuk melakukan penelitian di Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) semakin menekankan pentingnya tata kelola yang terintegrasi melalui registrasi lembaga riset nasional dan kepatuhan prosedural peneliti asing. Upaya ini diyakini sebagai langkah strategis untuk memastikan keamanan nasional dan kedaulatan data, sekaligus meningkatkan kepercayaan dalam kerja sama riset internasional.

Ketua Tim Otoritas Ilmiah BRIN, Leo Kamilus Julianto Rijadi, menegaskan, sistem registrasi melalui SeBaRis (Sistem Registrasi Lembaga Riset) menjadi fondasi penting dalam penguatan tata kelola perizinan riset. Melalui sistem ini, lembaga riset nasional harus mendaftar untuk bisa menjadi mitra resmi peneliti asing. Registrasi ini bukan hanya untuk pencatatan lembaga, tetapi juga untuk memastikan bahwa lembaga bersangkutan berbadan hukum dan memenuhi syarat sebagai mitra penelitian.

“Registrasi lembaga riset melalui SeBaRis menjadi pintu masuk bagi institusi nasional untuk mengakses layanan klirens etik, fasilitasi pendanaan, hingga kemitraan riset asing. Kami menekankan bahwa hanya lembaga nasional berbadan hukum yang dapat menjadi mitra resmi peneliti asing,” jelas Leo saat sosialisasi di Gedung B.J. Habibie, Jakarta.

Menurutnya, manfaat dari registrasi di SeBaRis sangat besar, mulai dari dukungan SDM riset, pemanfaatan infrastruktur, akses ke fasilitas e-katalog inovasi, hingga insentif pajak yang dapat memperkuat ekosistem riset nasional. “Selain itu, pencatatan individu peneliti asing juga dilakukan, agar aktivitas mereka bisa dipantau secara lebih komprehensif,” imbuh Leo.

Data BRIN menunjukkan bahwa bidang kelautan masih menjadi magnet terbesar bagi peneliti asing. “Negara asal peneliti terbanyak masih didominasi oleh Amerika Serikat, Australia, Jepang, Inggris, dan lainnya,” kata Direktur Tata Kelola Perizinan Riset dan Inovasi BRIN, Mila Kencana.

Mila mengingatkan, kepatuhan administratif peneliti asing sangat penting, terutama terkait kewajiban pelaporan aktivitas penelitian secara berkala melalui midterm report, larangan mengambil spesimen tanpa izin, hingga kewajiban melapor ke Kesbangpol daerah.

“Kami menegaskan pentingnya disiplin administratif ini karena ketidakpatuhan dapat mengganggu keamanan nasional dan menimbulkan risiko kebocoran data strategis,” tegas Mila.

Salah satu aspek penting lainnya adalah Surat Keterangan Kepolisian (SKK) bagi peneliti asing, yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Kepolisian No. 3 Tahun 2025. Kepala Unit Pengawasan Orang Asing Baintelkam Polri, Tanti Rasdiana, menjelaskan bahwa SKK mencatat identitas, aktivitas, dan latar belakang peneliti asing. Dokumen ini menjadi alat koordinasi lintas lembaga untuk menjaga stabilitas dan ketertiban hukum nasional. “SKK adalah dasar untuk memastikan bahwa peneliti asing yang masuk ke Indonesia benar-benar memiliki niat riset yang sesuai prosedur dan tidak melanggar aturan,” kata Tanti.

Selain SKK, peneliti asing yang akan melakukan riset di Indonesia wajib mengurus visa tinggal terbatas (VITAS) dengan indeks E29. Permohonan visa dilakukan secara daring melalui sistem e-visa, dan data visa peneliti terintegrasi dengan autogate imigrasi di bandara. Dengan demikian, setiap mobilitas peneliti dapat terpantau secara otomatis.

Peneliti asing dengan VITAS berhak melakukan riset, membawa keluarga, dan tinggal di Indonesia selama masa izin berlaku. Namun, mereka tetap wajib mematuhi peraturan hukum setempat, menghormati budaya lokal, serta membuktikan adanya dukungan finansial selama masa tinggal di Indonesia.

Meski sistem perizinan dan pengawasan telah diterapkan secara digital, BRIN mencatat masih ada tantangan besar pada sinkronisasi data lintas instansi, terutama dalam mendistribusikan informasi ke tingkat pemerintah daerah. Ketika data peneliti asing belum lengkap atau valid, pengawasan di lapangan menjadi tidak optimal dan berisiko menimbulkan celah dalam monitoring aktivitas riset asing.

Untuk itu, BRIN bersama Kementerian Dalam Negeri terus berinovasi dengan mengembangkan integrasi antara sistem Silentik milik Kemendagri dan Siola milik BRIN. Penanggung Jawab Tim Perizinan Penelitian dan Pengawasan Orang Asing, Direktorat Kewaspadaan Nasional Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Katarina Rambu Babang, menyebutkan bahwa integrasi ini akan menyatukan proses perizinan dan database peneliti asing, sehingga sinkronisasi data di pusat dan daerah lebih terjamin.

“Integrasi Silentik dan Siola akan menyederhanakan proses bisnis perizinan dan memastikan data peneliti asing yang digunakan pemerintah pusat dan daerah sinkron. Ini penting untuk mendukung pengawasan yang akurat,” ungkap Katarina.

Simulasi integrasi kedua sistem telah dilakukan pada Desember 2024, dan implementasi penuh ditargetkan setelah seluruh aspek teknis rampung.

Upaya penguatan tata kelola riset ini merupakan wujud komitmen BRIN untuk menciptakan sistem perizinan riset yang akuntabel, transparan, dan adaptif terhadap perkembangan kerja sama global. Langkah ini juga diyakini mampu memperkuat kedaulatan data, menjaga keamanan nasional, serta meningkatkan minat mitra internasional untuk bekerja sama dalam riset secara etis, aman, dan saling menguntungkan.

Dengan reformasi sistem perizinan dan pengawasan yang berkelanjutan, Indonesia optimistis dapat menjadi tujuan riset internasional yang kredibel dan berkontribusi signifikan pada pembangunan ilmu pengetahuan global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index