Inspiratif

Kisah Inspiratif Devit: Didukung Warga Desa, Raih Mimpi Kuliah di ITB

Kisah Inspiratif Devit: Didukung Warga Desa, Raih Mimpi Kuliah di ITB
Kisah Inspiratif Devit: Didukung Warga Desa, Raih Mimpi Kuliah di ITB

JAKARTA - Kisah inspiratif datang dari seorang pemuda asal Kabupaten Agam, Sumatera Barat, bernama Devit Febriansya, yang berhasil diterima di salah satu perguruan tinggi terbaik Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB), melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025. Keberhasilan Devit menembus ITB menjadi lebih istimewa karena diraih dengan perjuangan yang luar biasa di tengah keterbatasan ekonomi.

Namun, di balik pencapaian tersebut, perjalanan Devit tidaklah mudah. Ia berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi yang sederhana. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan keberangkatannya ke Bandung, Devit harus mengajukan proposal bantuan dana kepada masyarakat di kampung halamannya. Beruntung, ia mendapatkan dukungan luar biasa dari warga desanya yang dengan penuh kebanggaan bersedia membantu.

“Awalnya saya tidak tahu apakah bisa mendapatkan dana tersebut, tapi ternyata banyak warga yang antusias ingin menyumbang. Mereka sangat bangga ada warganya yang bisa masuk ke ITB,” ujar Devit.

Solidaritas Warga Desa: Sumbangan untuk Masa Depan

Langkah Devit untuk melanjutkan pendidikan ke Bandung disambut dengan antusias oleh masyarakat setempat, khususnya yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Malala (IKM). Mereka berinisiatif menggalang dana untuk membantu kebutuhan Devit yang mencakup biaya perjalanan, tempat tinggal, makanan, hingga laptop untuk mendukung proses perkuliahan.

Dana yang diajukan Devit melalui proposalnya sebesar Rp20 juta, jumlah yang cukup besar untuk ukuran masyarakat desa. Namun semangat kebersamaan dan rasa bangga menjadi motivasi utama warga untuk membantu.

“Kami bangga ada anak desa kami yang bisa masuk ITB. Ini prestasi luar biasa, dan kami ingin ikut berkontribusi agar mimpinya bisa terwujud,” ujar salah satu anggota IKM.

Meski dana yang terkumpul belum sepenuhnya sesuai target, IKM berkomitmen untuk terus melanjutkan penggalangan dana agar Devit bisa melanjutkan pendidikan dengan tenang.

Latar Belakang Keluarga Sederhana, Semangat Luar Biasa

Devit bukan berasal dari keluarga berada. Ayahnya, Doni Afrijal, bekerja sebagai kuli angkut, sementara ibunya, Julimar, berprofesi sebagai tukang sisir kulit kayu manis. Penghasilan yang tidak menentu membuat masa depan pendidikan Devit sempat diragukan, apalagi untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi ternama seperti ITB.

Namun, keterbatasan ekonomi tidak membuat Devit berkecil hati. Semasa SMA, ia aktif mengikuti berbagai kegiatan akademik, terutama di bidang olimpiade. Beberapa penghargaan tingkat provinsi berhasil ia raih, dan ini menjadi modal besar untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi lewat jalur prestasi.

“Saya dulu berpikir, kenapa nggak coba kuliah di ITB saja? Ini kampus besar di Indonesia, bahkan internasional,” kenang Devit.

Beruntung, Devit mendapatkan beasiswa penuh dari pemerintah, yang mencakup biaya kuliah semesteran, membuat beban ekonominya sedikit lebih ringan. Meski demikian, kebutuhan hidup sehari-hari tetap harus ia cari solusinya agar bisa fokus belajar.

Perjuangan Melawan Keraguan karena Biaya

Kendati sudah diterima di ITB dan mendapatkan beasiswa kuliah, Devit masih sempat diliputi keraguan. Bagaimana ia bisa bertahan hidup di Bandung dengan kondisi ekonomi keluarganya yang serba terbatas?

“Saat itu saya pikir, apakah bisa bayar semua itu dengan kondisi ekonomi keluarga saya,” ungkapnya.

Namun, semangat pantang menyerah membuat Devit terus mencari informasi mengenai peluang-peluang beasiswa tambahan, serta berbagai skema bantuan lain yang ditawarkan kampus. Dengan langkah konkret inilah Devit membuktikan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti bermimpi.

Cita-cita Besar: Mengembangkan Teknologi Semikonduktor untuk Indonesia

Masuk ke Jurusan Teknik Elektro bukanlah pilihan tanpa alasan. Devit memiliki mimpi besar untuk berkontribusi dalam pengembangan teknologi semikonduktor, khususnya chip yang menjadi komponen vital dalam pengembangan artificial intelligence (AI) di masa depan.

“Saya tertarik untuk mengembangkan semikonduktor, khususnya chip yang bisa menjadi otak dari teknologi AI. Itulah sebabnya saya memilih jurusan ini dan ITB,” ucap Devit penuh semangat.

Baginya, Indonesia masih sangat membutuhkan generasi muda yang mampu bersaing dalam penguasaan teknologi strategis seperti semikonduktor. Ketergantungan Indonesia terhadap impor chip dari negara lain menjadi salah satu motivasi utama bagi Devit untuk memperdalam ilmunya.

Dukungan dari Rektor ITB: Jangan Pernah Menyerah

Semangat Devit semakin bertambah ketika bertemu dengan Rektor ITB, Prof. Reini Wirahadikusumah, yang memberikan motivasi kepada para mahasiswa baru. Prof. Reini mengingatkan bahwa perjalanan kuliah pasti penuh tantangan, tetapi tidak ada alasan untuk menyerah.

“Di kampus nanti, kalian akan bertemu dengan banyak mahasiswa hebat. Harus tetap berusaha yang terbaik dan jangan putus asa,” pesan Prof. Reini kepada Devit dan rekan-rekan mahasiswa baru lainnya.

Prof. Reini juga menegaskan bahwa kisah seperti yang dialami Devit merupakan cerminan semangat juang generasi muda Indonesia yang harus diapresiasi.

“Dukungan dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah menunjukkan bahwa dengan kerja keras dan kolaborasi, mimpi bisa terwujud,” tambahnya.

Mimpi Besar Butuh Dukungan Nyata

Kisah Devit menjadi bukti nyata bahwa mimpi besar bisa dicapai meskipun berasal dari latar belakang sederhana. Kombinasi antara semangat pribadi, solidaritas masyarakat desa, dan dukungan pemerintah membuka jalan bagi Devit untuk meraih pendidikan di kampus impian.

Tak hanya untuk dirinya sendiri, Devit berharap ke depannya ia bisa berkontribusi bagi masyarakat sekitar, sekaligus membuka jalan bagi generasi muda lain agar berani bermimpi besar tanpa takut oleh keterbatasan.

Dengan semangat, dedikasi, dan kerja keras, Devit mewakili suara jutaan anak muda Indonesia yang ingin membuktikan bahwa kemiskinan bukan penghalang kesuksesan, melainkan tantangan yang harus dihadapi bersama.

“Saya ingin membuktikan bahwa anak dari desa kecil pun bisa kuliah di kampus ternama. Ini bukan mimpi, tapi kenyataan yang harus diperjuangkan,” tutup Devit penuh tekad.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index