Dokter THT Ingatkan Bahaya Cedera Bising Kronik, Bisa Ganggu Komunikasi Sehari hari

Senin, 16 Juni 2025 | 10:38:53 WIB
Dokter THT Ingatkan Bahaya Cedera Bising Kronik, Bisa Ganggu Komunikasi Sehari hari

JAKARTA - Kebiasaan mendengarkan musik atau suara dengan volume keras menggunakan earphone atau perangkat mendengar lainnya kerap dianggap sebagai hal yang biasa, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. Namun, di balik kebiasaan tersebut tersimpan risiko serius bagi kesehatan telinga, bahkan berpotensi mengganggu komunikasi sehari-hari.

Dokter spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher (THT-KL) Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Dr. dr. Fikri Mirza Putranto, mengingatkan bahwa penggunaan perangkat mendengarkan suara (listening device) dengan volume keras dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan cedera bising, yang berujung pada gangguan komunikasi.

“Gejala awal kalau misalnya cedera akibat bising itu bisa berdenging, rasa ‘kemeng’ atau muffled hearing, jadi kayak ketutup, pressure, jadi kayak ketekan. Pada kondisi yang lebih lanjut adalah kesulitan berkomunikasi,” ujar Fikri.

Fikri menjelaskan bahwa cedera bising merupakan kerusakan pada organ pendengaran akibat paparan suara keras secara berulang-ulang. Kondisi ini terbagi menjadi dua jenis, yakni cedera bising akut (terjadi mendadak) dan cedera bising kronik (terjadi dalam jangka panjang). Cedera bising akut biasanya dialami akibat mendengar suara ledakan keras, seperti saat latihan menembak tanpa pelindung telinga. Sedangkan cedera bising kronik umumnya disebabkan oleh paparan suara keras dalam aktivitas sehari-hari atau pekerjaan.

“Cedera bising kronik biasanya terjadi karena penggunaan listening device untuk mendengarkan musik dengan volume kencang lebih dari 60 persen selama berjam-jam,” jelas Fikri.

Kelompok Usia Paling Rentan: Remaja dan Dewasa Muda

Menurut Fikri, kelompok usia yang paling rentan mengalami cedera bising kronik adalah remaja dan dewasa muda. Hal ini tidak lepas dari gaya hidup generasi muda yang kerap menggunakan earphone untuk mendengarkan musik atau menonton video dalam durasi panjang.

Ironisnya, banyak orang yang mengabaikan gejala awal cedera bising kronik, seperti tinitus (telinga berdenging), rasa tidak nyaman di telinga setelah mendengarkan suara keras, atau sensasi telinga terasa penuh dan tertekan. Jika dibiarkan tanpa penanganan, cedera bising dapat mengakibatkan gangguan komunikasi, terutama di lingkungan yang bising atau ramai.

“Lama kelamaan, cedera ini bisa mengganggu komunikasi di tempat ramai seperti kelas atau kantor, karena telinga tidak bisa lagi mem-filter suara dan bising,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Fikri menjelaskan bahwa salah satu fungsi alami telinga adalah memiliki mekanisme untuk menyaring suara dan bising di sekitar. Namun, pada penderita cedera bising, kemampuan filter alami tersebut akan melemah. Akibatnya, otak harus bekerja lebih keras untuk membedakan bunyi yang relevan dari kebisingan sekitar.

“Jadi mestinya telinga kita tuh punya mekanisme filter memisahkan suara sama bising, kemampuan ini hilang. Akibatnya otaknya yang harus kerja lebih keras untuk memilah bunyi dibandingkan dengan yang ada di lingkungannya,” jelas Fikri.

Dampak Jangka Panjang: Gangguan Akademik Hingga Penuaan Pendengaran Dini

Jika cedera bising kronik terus terjadi tanpa penanganan, dampaknya bukan hanya pada komunikasi sehari-hari, tetapi juga pada aktivitas belajar dan bekerja. Fikri menyebutkan bahwa penderita cedera bising kronik berisiko mengalami penurunan konsentrasi, kesulitan berkomunikasi dua arah, dan gangguan akademik.

Lebih mengkhawatirkan lagi, cedera bising kronik dapat mempercepat proses penuaan pada jalur pendengaran. Umumnya, gangguan pendengaran akibat faktor usia baru mulai terdeteksi pada usia 40 tahun ke atas. Namun, pada penderita cedera bising kronik sejak usia muda, gangguan ini bisa muncul lebih cepat.

“Cedera bising kronik dari usia muda akan mempercepat proses penuaan pada jalur pendengaran yang umumnya baru terdeteksi di usia 40 tahun ke atas,” tegasnya.

Cedera Bising Tidak Bisa Dipulihkan, Namun Bisa Dicegah

Sayangnya, kerusakan pada sistem pendengaran akibat cedera bising tidak dapat dikembalikan seperti semula. Oleh karena itu, pencegahan menjadi langkah paling penting agar masyarakat terhindar dari gangguan pendengaran permanen.

Fikri menyarankan sejumlah langkah pencegahan yang dapat diterapkan oleh masyarakat, terutama para pengguna earphone aktif. Pertama, biasakan mendengar suara dengan volume maksimal 60 persen dari kapasitas alat. Kedua, batasi durasi mendengarkan maksimal 60 menit, kemudian beri jeda istirahat sekitar lima menit sebelum melanjutkan mendengarkan kembali.

Selain itu, Fikri juga merekomendasikan penggunaan perangkat mendengar dengan fitur noise cancellation. Fitur ini berguna untuk meredam kebisingan dari lingkungan sekitar, sehingga pengguna tidak perlu menaikkan volume secara berlebihan.

“Cara yang bisa dilakukan di antaranya mendengar dengan volume 60 persen selama 60 menit, istirahat lima menit setelah pemakaian satu jam, dan gunakan hearing device dengan fitur noise cancellation,” papar Fikri.

Pentingnya Edukasi dan Kesadaran Masyarakat

Fenomena cedera bising kronik saat ini masih sering luput dari perhatian masyarakat, terutama generasi muda yang hidup dalam era digital. Oleh karena itu, edukasi tentang bahaya kebisingan terhadap kesehatan telinga harus terus digencarkan, baik oleh tenaga kesehatan, institusi pendidikan, maupun keluarga.

Dalam jangka panjang, upaya preventif ini juga penting untuk mencegah lonjakan angka penderita gangguan pendengaran di masa mendatang. Apalagi, kebutuhan komunikasi yang baik sangat berpengaruh dalam menunjang aktivitas sosial, pendidikan, hingga produktivitas kerja.

Teknologi Membantu, Namun Kebiasaan Adalah Kunci

Seiring berkembangnya teknologi audio, perangkat dengan kualitas suara semakin baik dan dilengkapi fitur-fitur canggih. Namun, tanpa kebiasaan mendengar yang bijak, teknologi tersebut tetap tidak akan sepenuhnya melindungi telinga dari risiko cedera bising.

Fikri menegaskan bahwa kesadaran pribadi merupakan kunci utama dalam menjaga kesehatan pendengaran. Kebiasaan sederhana seperti tidak mendengarkan musik dengan volume terlalu keras dan memberi waktu istirahat bagi telinga dapat menjadi langkah awal untuk menghindari gangguan pendengaran permanen.

“Cedera bising tidak bisa dikembalikan, namun bisa dicegah agar terhindar dari cacat pendengaran yang mengganggu kegiatan sehari-hari,” pungkas Fikri.

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan pendengaran sejak dini, diharapkan kasus gangguan pendengaran akibat cedera bising dapat ditekan, sehingga kualitas hidup dan komunikasi masyarakat Indonesia tetap terjaga optimal.

Terkini