JAKARTA - Indonesia tengah mempersiapkan langkah besar dalam pengembangan energi panas bumi (geothermal) sebagai salah satu pilar utama transisi energi nasional. Untuk mendukung percepatan pembangunan sektor ini, diperkirakan dibutuhkan investasi sebesar 5 juta dolar AS atau setara Rp 81,6 miliar per megawatt (MW) kapasitas terpasang, dengan asumsi kurs Rp 16.328 per dolar AS.
Informasi ini disampaikan oleh Ketua Panitia Pelaksana The 11th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2025, Ismoyo Argo, saat konferensi pers di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Kamis, 22 Mei 2025. Kegiatan tahunan bertaraf internasional tersebut dijadwalkan berlangsung pada 17-19 September 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Senayan.
“Diharapkan setelah adanya IIGCE 2025 nanti, ke depannya sudah akan ada improvement seperti misalnya dalam penambahan kapasitas geotermal,” ujar Ismoyo Argo.
Potensi Panas Bumi Indonesia yang Masih Belum Optimal
Indonesia memang memiliki potensi geothermal terbesar di dunia dengan cadangan panas bumi yang diperkirakan mencapai 24 gigawatt (GW). Namun, hingga saat ini, pemanfaatan energi panas bumi baru mencapai 2,6 GW, atau sekitar 12,5 persen dari total potensi yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa masih tersisa peluang besar untuk memperluas kapasitas energi terbarukan ini.
Menurut Ismoyo Argo, salah satu tujuan utama penyelenggaraan IIGCE 2025 adalah untuk mendorong langkah konkret dalam pengembangan sektor geothermal. Acara ini menjadi platform strategis guna menghilangkan hambatan investasi, memperkuat diplomasi energi, serta memperluas kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk investor domestik dan internasional.
“Kami menargetkan lebih dari 5.000 pengunjung dan partisipasi dari lebih 30 negara, dengan harapan memperkuat diplomasi energi dan investasi,” tambah Ismoyo.
Peran Strategis IIGCE dalam Memajukan Geothermal Nasional
The 11th IIGCE 2025 bukan sekadar pameran biasa. Acara ini juga menjadi ajang bertemunya para pelaku industri, regulator, akademisi, hingga investor untuk berdiskusi dan menemukan solusi atas berbagai tantangan yang menghambat percepatan pengembangan energi panas bumi di Indonesia.
Ismoyo menegaskan, Indonesia masih harus menambah kapasitas pembangkit panas bumi secara signifikan agar bisa memenuhi target energi bersih dan mendukung sistem ketenagalistrikan nasional yang andal. Oleh sebab itu, pemerintah bersama berbagai pemangku kepentingan perlu berkolaborasi lebih erat dan menginisiasi inovasi serta regulasi yang kondusif bagi pengembangan geothermal.
Dukungan Asosiasi Panas Bumi Indonesia
Senada dengan Ismoyo, Ketua Umum Asosiasi Panasbumi Indonesia (Indonesian Geothermal Association/INAGA), Julfi Hadi, menekankan pentingnya peran geothermal sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan, stabil, dan melimpah di Indonesia.
“Panas bumi merupakan aset energi yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga stabil dan melimpah di Indonesia,” ujar Julfi Hadi.
Ia juga menyoroti bahwa pemerintah tengah mendorong swasembada energi, termasuk geothermal, sebagai salah satu andalan utama sistem kelistrikan nasional di tengah tantangan perubahan iklim dan ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Julfi memastikan, pihaknya akan terus berkolaborasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta pelaku industri dalam memperjuangkan regulasi yang mendukung kelayakan pendanaan proyek-proyek geothermal. Regulasi yang kuat dan insentif yang tepat dianggap krusial agar investasi dapat mengalir dengan optimal.
“Melalui IIGCE 2025, kami ingin memperkuat posisi Indonesia sebagai regional hub energi panas bumi, sekaligus memperluas kolaborasi dengan mitra global,” jelas Julfi.
Investasi dan Perkembangan Geothermal di Indonesia
Dalam satu dekade terakhir, investasi di sektor geothermal Indonesia telah mengalami peningkatan signifikan, menembus angka Rp 133 triliun atau delapan kali lipat dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya. Peningkatan investasi ini menunjukkan optimisme pasar terhadap potensi besar yang dimiliki energi panas bumi.
Namun demikian, tantangan dalam eksplorasi dan pengembangan geothermal tetap ada, mulai dari risiko teknis yang tinggi, waktu pembangunan yang relatif lama, hingga perizinan yang kompleks. Acara IIGCE diharapkan dapat menjadi momentum strategis untuk mendiskusikan dan merumuskan solusi terbaik agar hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi.
Target Tambahan Kapasitas 3.300 MW
Pemerintah Indonesia melalui berbagai program juga menargetkan tambahan kapasitas pembangkit panas bumi sebesar 3.300 MW dalam 10 tahun ke depan. Target ambisius ini selaras dengan visi pemerintah untuk mencapai bauran energi terbarukan yang lebih besar di masa mendatang, sekaligus mengurangi emisi karbon.
Dalam rangka mencapai target tersebut, diperlukan kerja sama erat antara pemerintah, BUMN, swasta, serta dukungan dari komunitas internasional. Teknologi baru, skema pendanaan inovatif, dan kebijakan yang mendukung akan menjadi kunci percepatan pembangunan geothermal.
Menjawab Tantangan Energi Nasional
Pengembangan energi panas bumi bukan hanya menjadi solusi pemenuhan kebutuhan listrik yang ramah lingkungan, tetapi juga bagian dari strategi nasional untuk menjaga kedaulatan energi. Dengan sumber daya yang melimpah di sejumlah wilayah Indonesia, geothermal memberikan peluang besar bagi pemerataan pembangunan dan pengembangan ekonomi daerah.
Acara IIGCE 2025 menjadi platform yang sangat strategis untuk menghubungkan semua pihak yang berkepentingan. Diskusi dan pameran teknologi terbaru di bidang panas bumi diharapkan bisa mempercepat realisasi proyek-proyek geothermal yang selama ini terkendala.