Merek Motor dan Mobil yang Dilarang Isi Pertalite di SPBU Pertamina: Kebijakan Baru Pemerintah demi Subsidi Tepat Sasaran

Sabtu, 05 April 2025 | 08:59:12 WIB

JAKARTA - Pemerintah Indonesia resmi menerapkan kebijakan terbaru yang mengatur penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite. Langkah ini diambil seiring dengan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Dengan tujuan utama agar penyaluran subsidi BBM lebih tepat sasaran, pemerintah kini membatasi penggunaan Pertalite hanya untuk kendaraan tertentu saja.

Aturan ini membuat sejumlah merek motor dan mobil tidak lagi diperbolehkan mengisi BBM jenis Pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina. Para pengendara pun diminta untuk memperhatikan kebijakan ini agar tidak mengalami penolakan saat melakukan pengisian bahan bakar.

Menurut keterangan resmi dari pemerintah, pembatasan ini dilakukan guna memastikan subsidi yang diberikan benar-benar diterima oleh kelompok masyarakat yang berhak. "Kebijakan ini bertujuan agar subsidi BBM tidak dinikmati oleh konsumen yang sebenarnya mampu membeli BBM non-subsidi," jelas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji.

Daftar Kendaraan yang Dilarang Isi Pertalite

Dalam kebijakan baru ini, pemerintah menetapkan bahwa kendaraan dengan kapasitas mesin besar dan keluaran terbaru dilarang untuk menggunakan Pertalite. Secara rinci, kendaraan yang masuk dalam kategori dilarang adalah:

- Mobil dengan kapasitas mesin di atas 1.500 cc.

- Sepeda motor dengan kapasitas mesin di atas 250 cc.

Merek-merek mobil seperti Toyota Fortuner, Mitsubishi Pajero Sport, Honda CR-V 1.5 Turbo, hingga mobil-mobil mewah seperti BMW dan Mercedes-Benz, otomatis tidak boleh lagi menggunakan Pertalite. Sementara untuk motor, nama-nama seperti Kawasaki Ninja 250, Yamaha R25, serta Honda CBR250RR, masuk dalam daftar yang dilarang.

Petugas SPBU Pertamina akan menjalankan pengawasan ketat sesuai dengan arahan yang telah ditetapkan. Jika ditemukan kendaraan yang tidak memenuhi kriteria namun tetap mencoba mengisi Pertalite, petugas berhak menolak pengisian.

"Nantinya, pengendara yang datang ke SPBU akan kami identifikasi berdasarkan jenis kendaraan dan kapasitas mesin. Jika tidak sesuai ketentuan, kami arahkan untuk menggunakan BBM non-subsidi seperti Pertamax atau Pertamax Turbo," tegas salah satu petugas SPBU Pertamina di Jakarta.

Upaya Pemerintah untuk Subsidi Lebih Tepat Sasaran

Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah dalam menekan pembengkakan anggaran subsidi energi. Tahun 2024, anggaran subsidi energi mencapai lebih dari Rp 300 triliun, dengan sebagian besar dialokasikan untuk subsidi BBM.

"Dengan kebijakan ini, kita ingin memastikan subsidi dinikmati oleh mereka yang benar-benar membutuhkan. Ini juga bagian dari upaya pengendalian impor BBM serta mengurangi beban fiskal negara," ungkap Menteri ESDM, Arifin Tasrif.

Selain itu, pemerintah juga terus mengembangkan sistem digitalisasi pengisian BBM dengan memanfaatkan aplikasi MyPertamina. Melalui aplikasi ini, data kendaraan yang berhak mendapatkan subsidi akan terekam dengan baik sehingga meminimalisir potensi penyalahgunaan.

"Kami optimalkan penggunaan aplikasi MyPertamina untuk memudahkan identifikasi kendaraan yang berhak mendapat Pertalite. Ini salah satu upaya transparansi sekaligus pengawasan yang lebih efektif," tambah Arifin Tasrif.

Dampak bagi Konsumen dan Industri Otomotif

Dengan diberlakukannya pembatasan ini, sebagian pengguna kendaraan premium dipastikan harus beralih ke BBM non-subsidi yang memiliki nilai oktan lebih tinggi. Walau berdampak pada kenaikan biaya operasional harian, langkah ini sejalan dengan anjuran produsen otomotif yang merekomendasikan penggunaan bahan bakar berkualitas guna menjaga performa mesin.

"Penggunaan bahan bakar dengan RON (Research Octane Number) lebih tinggi sangat dianjurkan untuk kendaraan dengan kompresi mesin tinggi. Ini bukan hanya soal regulasi, tetapi juga tentang perawatan jangka panjang kendaraan," ujar Analis Otomotif Indonesia, Bebin Djuana.

Konsumen pun diimbau untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan ini demi kenyamanan berkendara dan usia pakai kendaraan yang lebih panjang. Selain itu, pemerintah menjanjikan akan terus menyediakan pasokan BBM non-subsidi dalam jumlah yang mencukupi agar tidak terjadi kelangkaan.

Respons Masyarakat

Berbagai reaksi muncul dari masyarakat terkait kebijakan ini. Sebagian besar menyatakan dukungan karena kebijakan tersebut dianggap tepat dalam upaya pengendalian subsidi. Namun, ada juga yang merasa terbebani karena harus mengalokasikan dana lebih besar untuk pembelian BBM non-subsidi.

"Saya setuju kalau memang untuk kendaraan besar tidak boleh pakai Pertalite. Sudah seharusnya kendaraan yang harganya mahal menggunakan BBM berkualitas juga," kata Ari Wibowo, salah satu pengguna mobil SUV di Jakarta.

Namun, pengendara lain, seperti Rina Marlina, pemilik motor sport, mengaku perlu waktu untuk beradaptasi. "Mungkin agak berat di awal karena harga Pertamax lumayan tinggi, tapi kalau memang untuk kebaikan bersama dan mesin juga lebih awet, ya tidak masalah," ungkapnya.

Kebijakan larangan pengisian Pertalite untuk kendaraan tertentu ini diharapkan mampu membawa perubahan positif dalam pengelolaan subsidi BBM di Indonesia. Dengan mekanisme pengawasan yang semakin ketat dan dukungan teknologi digital, pemerintah optimistis penyaluran subsidi akan semakin tepat sasaran.

Bagi masyarakat, penting untuk memahami dan mematuhi aturan ini demi kelancaran pengisian BBM di SPBU Pertamina. Sementara bagi pemilik kendaraan yang terkena dampak, pemerintah berharap kesadaran akan pentingnya penggunaan bahan bakar berkualitas bisa menjadi motivasi untuk beralih ke BBM non-subsidi.

Langkah ini tidak hanya menjaga keberlanjutan subsidi energi, tetapi juga sekaligus mendorong pola konsumsi BBM yang lebih bijak di kalangan masyarakat Indonesia.

Terkini