Harga Futures Gas Alam Turun Tajam, Minyak Mentah dan Heating Oil Ikut Merosot di Tengah Penguatan Dolar AS

Sabtu, 05 April 2025 | 09:03:04 WIB

JAKARTA - Harga kontrak berjangka (futures) gas alam untuk penyerahan Mei 2025 terpantau mengalami penurunan signifikan pada sesi perdagangan di New York Mercantile Exchange (NYMEX), Jumat waktu setempat. Futures gas alam diperdagangkan di level USD 3,86 per mmBTU, melemah tajam sebesar 6,81% dibandingkan dengan posisi sebelumnya.

Menurut laporan Investing.com, pada saat penulisan, gas alam diperdagangkan mendekati posisi terendah hariannya di sekitar USD 3,830 per mmBTU. Harga ini juga semakin mendekati level support utama di USD 3,830, sementara untuk level resistance diperkirakan berada di sekitar USD 4,253 per mmBTU.

“Penurunan ini terjadi seiring dengan adanya tekanan dari penguatan indeks dolar AS yang membuat harga komoditas, termasuk gas alam, menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain,” tulis Investing.com dalam laporannya.

Penguatan Dolar AS Tekan Harga Komoditas Energi

Sejalan dengan pelemahan harga gas alam, indeks dolar AS berjangka yang memantau pergerakan greenback terhadap enam mata uang utama dunia, juga mengalami penguatan yang cukup signifikan. Indeks tersebut naik 0,89% ke posisi USD 102,70.

Penguatan dolar AS biasanya menjadi salah satu faktor utama yang memberikan tekanan pada harga komoditas berbasis dolar, seperti gas alam dan minyak mentah. Pasalnya, ketika dolar AS menguat, harga komoditas dalam denominasi dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli di luar Amerika Serikat.

"Penguatan dolar AS membuat biaya pembelian komoditas energi lebih tinggi bagi negara-negara yang menggunakan mata uang lain. Inilah yang turut menjadi faktor pendorong melemahnya harga gas alam di pasar berjangka," ujar analis energi dari Energy Watch Institute, Bambang Widjanarko.

Selain penguatan dolar, penurunan harga gas alam ini juga dipicu oleh kekhawatiran pasar terkait permintaan energi global yang diperkirakan akan melemah. Beberapa negara konsumen utama gas alam, seperti negara-negara Eropa dan Asia Timur, tengah menghadapi cuaca yang lebih hangat dari biasanya, sehingga mengurangi kebutuhan untuk bahan bakar pemanas.

Harga Minyak Mentah dan Heating Oil Turun Lebih Dalam

Tidak hanya gas alam, harga minyak mentah untuk penyerahan Mei 2025 juga ikut mengalami tekanan berat. Di NYMEX, minyak mentah anjlok hingga 7,38% dan diperdagangkan pada level USD 62,01 per barel. Sementara itu, harga heating oil atau minyak pemanas untuk penyerahan Mei juga turun sebesar 4,72% ke posisi USD 2,09 per galon.

Penurunan tajam ini menambah kekhawatiran para pelaku pasar terkait potensi melemahnya permintaan bahan bakar fosil di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi global dan melambatnya pertumbuhan ekonomi beberapa negara besar.

“Pasar energi saat ini berada dalam tekanan ganda, yaitu penguatan dolar AS dan kekhawatiran atas permintaan global yang lemah. Kombinasi keduanya menciptakan kondisi bearish di pasar minyak dan gas,” jelas Bambang.

Di sisi lain, meningkatnya pasokan minyak dari beberapa negara produsen utama, seperti Amerika Serikat, turut memperburuk sentimen pasar. Data mingguan dari Energy Information Administration (EIA) menunjukkan adanya kenaikan persediaan minyak mentah AS, yang memperkuat pandangan bahwa pasar tengah mengalami surplus pasokan.

Level Support dan Resistance Harga Gas Alam

Saat ini, para analis memantau dengan ketat level teknikal harga gas alam. Level support utama yang diprediksi berada di USD 3,830 per mmBTU menjadi perhatian utama. Jika harga menembus level ini, bukan tidak mungkin harga gas alam akan melanjutkan tren penurunannya ke level yang lebih rendah lagi.

Sebaliknya, jika harga berhasil bertahan di atas level support tersebut dan ada dorongan fundamental positif, maka harga gas alam berpotensi untuk kembali menguji level resistance di sekitar USD 4,253 per mmBTU.

"Level USD 3,830 menjadi batas kritis bagi gas alam. Jika tertembus, pasar bisa mengalami tekanan jual lanjutan. Namun jika bertahan, mungkin kita akan melihat konsolidasi harga dalam jangka pendek," kata analis teknikal pasar.

Dampak bagi Pasar Energi Global

Penurunan harga gas alam dan minyak mentah ini tentu menjadi perhatian besar, bukan hanya bagi para trader komoditas, tetapi juga bagi negara-negara eksportir energi serta konsumen global. Harga energi yang lebih rendah bisa membantu menekan inflasi, namun di sisi lain bisa memukul pendapatan negara-negara penghasil minyak dan gas.

Bagi negara importir energi seperti Indonesia, melemahnya harga gas alam dan minyak mentah dunia bisa menjadi kabar baik. Hal ini berpotensi menurunkan biaya impor energi dan membantu meringankan tekanan pada neraca perdagangan.

Namun demikian, fluktuasi harga yang terlalu ekstrem juga membawa tantangan tersendiri. Jika harga terlalu rendah, bisa mengganggu keberlanjutan investasi di sektor energi, terutama pada proyek-proyek eksplorasi dan produksi baru.

Harga futures gas alam dan minyak mentah dunia mengalami tekanan signifikan pada perdagangan Jumat waktu setempat, dipicu oleh penguatan dolar AS dan kekhawatiran akan melambatnya permintaan energi global. Di tengah kondisi ini, harga gas alam untuk penyerahan Mei 2025 ditutup di level USD 3,86 per mmBTU, melemah 6,81%, sementara minyak mentah jatuh ke USD 62,01 per barel.

Penguatan indeks dolar AS ke level USD 102,70 memperberat beban bagi harga komoditas energi, karena membuatnya lebih mahal bagi pembeli internasional. Selain itu, faktor teknikal juga menunjukkan level support yang kritis di USD 3,830 per mmBTU untuk gas alam, yang akan menjadi fokus utama pelaku pasar dalam waktu dekat.

Analis pasar memperkirakan bahwa tren penurunan ini bisa berlanjut jika tidak ada katalis positif yang cukup kuat untuk membalikkan arah pergerakan harga. Sementara itu, para pelaku pasar dan pemerintah negara-negara pengimpor energi berharap bahwa penurunan harga ini dapat membantu menekan laju inflasi global.

"Pasar energi saat ini benar-benar sangat sensitif terhadap perkembangan dolar AS dan prospek permintaan global. Kita harus terus memantau data ekonomi dan pergerakan mata uang untuk membaca arah pergerakan harga selanjutnya," pungkas Bambang Widjanarko.

Dengan perkembangan ini, semua mata tertuju pada dinamika pasar global dalam beberapa pekan ke depan.

Terkini