Harga Minyak Anjlok: Kekhawatiran Ekonomi dan Kelebihan Pasokan Membayangi Pasar

Jumat, 20 Desember 2024 | 10:37:29 WIB
Harga Minyak Anjlok: Kekhawatiran Ekonomi dan Kelebihan Pasokan Membayangi Pasar

Dalam perkembangan ekonomi global yang semakin mencemaskan, harga minyak mencatatkan penurunan signifikan setelah bank sentral di Amerika Serikat (AS) dan Eropa menyampaikan kehati-hatian terhadap pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut. Sinyal ini memicu kekhawatiran bahwa aktivitas ekonomi yang lemah dapat mengurangi permintaan minyak mentah tahun depan, sehingga menambah keprihatinan tentang potensi kelebihan pasokan di pasar.

Penurunan Harga Minyak Brent dan WTI

Pada hari Kamis, 19 Desember 2024, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Februari 2025 ditutup turun sebesar 51 sen atau 0,7% menjadi US$ 72,88 per barel. Sejalan dengan itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Januari 2025 mengalami penurunan 67 sen atau 1% ke harga US$ 69,91 per barel. Lebih lanjut, WTI untuk kontrak pengiriman Februari 2025 yang lebih aktif mencatatkan penurunan 64 sen menjadi US$ 69,38 per barel.

Kebijakan Ekonomi Global dan Dampaknya

Federal Reserve, bank sentral AS, telah memangkas suku bunga sebesar seperempat poin persentase, meskipun Ketua Jerome Powell memperingatkan bahwa inflasi yang kuat akan membuat bank sentral lebih berhati-hati dalam melakukan pemangkasan suku bunga di tahun berikutnya. Hal ini menyebabkan penguatan dolar AS ke level tertinggi dalam dua tahun, yang pada gilirannya membuat minyak menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang selain dolar.

Alex Hodes, seorang analis di pialang komoditas StoneX, menambahkan, "The Fed yang kurang akomodatif pada tahun 2025 daripada yang diharapkan sebelumnya telah membuat pasar menyesuaikan ekspektasi mereka." Pernyataan ini menyoroti perubahan ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga AS yang lebih ketat dari yang diperkirakan.

Di belahan dunia lain, Bank of England (BOE) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga, dengan beberapa pejabat tidak sependapat tentang langkah yang tepat untuk menghadapi ekonomi yang melambat. Sementara itu, Bank of Japan (BOJ) juga mempertahankan suku bunga yang sangat rendah, terutama dengan adanya kekhawatiran terhadap dampak janji tarif dari Presiden terpilih AS Donald Trump yang membayangi perekonomian Jepang yang sangat bergantung pada ekspor.

Kekhawatiran Permintaan Minyak Global

Pelemahan aktivitas ekonomi global dapat memperdalam perlambatan permintaan minyak di tahun 2025. Harga minyak berjangka Brent telah turun lebih dari 5% sepanjang tahun ini, yang merupakan kerugian tahunan kedua berturut-turut, tertekan oleh lemahnya permintaan dari ekonomi China yang goyah dan upaya transisi energi yang gencar dilakukan.

Raksasa energi China, Sinopec, menyatakan bahwa mereka memperkirakan konsumsi minyak bumi Tiongkok akan mencapai puncaknya pada tahun 2027. "Permintaan bahan bakar yang melemah dan perubahan kebijakan energi membuat prospek pasar minyak lebih menantang," jelas pihak Sinopec dalam laporan terbarunya.

Potensi Kelebihan Pasokan di Tahun 2025

Pasar minyak secara umum diprediksi akan mengalami surplus dengan analis dari J.P. Morgan memperkirakan bahwa pasokan akan melampaui permintaan hingga 1,2 juta barel per hari. Meskipun ada kekhawatiran bahwa kebijakan Donald Trump yang menindak tegas ekspor minyak Iran dapat memperketat pasokan, tindakan tersebut sampai saat ini belum berdampak signifikan terhadap harga minyak.

Di bawah pemerintahan Joe Biden, sanksi terhadap Iran telah ditingkatkan, termasuk menjatuhi sanksi pada tiga kapal yang terlibat dalam perdagangan minyak bumi dan petrokimia Iran. Namun, analis dari J.P. Morgan menyatakan bahwa Trump tidak mungkin memprioritaskan kebijakan yang dapat mendorong harga energi lebih tinggi.

Dalam survei yang dilakukan oleh Reuters, para pialang memperkirakan harga minyak mentah Brent rata-rata akan sekitar US$ 73 per barel pada tahun 2025. Meski ada beberapa dukungan untuk pasar minyak dari penurunan stok minyak mentah AS sebesar 934.000 barel pada minggu yang berakhir pada 13 Desember, angka ini lebih rendah dari penurunan 1,6 juta barel yang diharapkan oleh para analis.

Sementara harga minyak turun dan ditengah kekhawatiran ekonomi global yang suram, pasar menghadapi berbagai tantangan dari pelemahan permintaan, kebijakan ekonomi yang berubah-ubah, hingga potensi kelebihan pasokan. Prospek ekonomi global dan kebijakan energi akan terus mempengaruhi dinamika harga minyak di tahun-tahun mendatang, menuntut pemangku kebijakan dan pelaku pasar untuk tetap waspada dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi.

Terkini