Ekosistem Kendaraan Listrik Indonesia Didorong dengan Hilirisasi Nikel, Tantangan dan Peluang Besar

Selasa, 24 Desember 2024 | 13:18:31 WIB
Ekosistem Kendaraan Listrik Indonesia Didorong dengan Hilirisasi Nikel, Tantangan dan Peluang Besar

JAKARTA – Hilirisasi komoditas nikel telah menjadi bagian integral dari pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) di Indonesia. Strategi yang terfokus pada pengolahan sumber daya alam ini tidak hanya menjanjikan pertumbuhan sektor industri, tetapi juga berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Sejak larangan ekspor nikel ore diberlakukan pada tahun 2020, nilai ekspor produk olahan nikel mengalami peningkatan drastis dari sebelumnya US$3,3 miliar menjadi US$33 miliar pada tahun 2023.

Heldy Satrya Putera, Sekretaris Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Sekretaris Utama BKPM, menegaskan betapa pentingnya langkah hilirisasi ini. "Pengolahan nikel ore menjadi nikel sulfat meningkatkan nilai tambah hingga 11,4 kali lipat. Untuk produk-produk lanjutannya, seperti prekursor dan katoda, nilai tambah bahkan mencapai 19,4 kali dan 37,5 kali lipat. Dan jika diolah hingga menjadi sel baterai, nilai tambah tersebut bisa melonjak hingga 67,7 kali lipat," ungkap Heldy dalam forum eksekutif di Jakarta, Jumat lalu.

Pemerintah menyadari potensi luas yang ditawarkan oleh hilirisasi nikel ini dan terus mendorong investasi yang berdampak pada pertumbuhan sektor industri di tanah air. Heldy menambahkan, keseimbangan dalam pasar nikel harus terus dipertahankan untuk menghindari harga yang tidak stabil. "Kalau harga terlalu tinggi, teknologi alternatif seperti baterai Lithium Iron Phosphate (LFP) bisa menjadi pilihan pasar. Kita harus menjaga keseimbangan ini," tambahnya.

Potensi besar yang dimiliki Indonesia didukung dengan cadangan nikel sebesar 21 juta ton yang tersebar di berbagai wilayah seperti Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Papua Barat. Hilirisasi nikel menjadi prioritas utama dengan produk seperti bijih nikel-MHP, Ni-sulfat, prekursor, cobalt cathode, dan baterai, yang masing-masing mampu meningkatkan nilai tambah produk hingga mencapai 67 kali lipat. Dengan adanya tujuh perusahaan yang kini bergerak dalam industri stainless steel, kapasitas produksi nasional mencapai 6,9 juta ton per tahun dan nilai ekspor nikel berserta produk turunannya mencapai US$21 miliar.

Sebagai tambahan, Kukuh Kumara dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyampaikan bahwa hilirisasi nikel masih menghadapi beberapa tantangan. "Stainless steel untuk otomotif yang berasal dari Indonesia masih sangat sedikit. Permintaan dari industri domestik kadang tidak dapat terpenuhi, terutama dalam hal volume dan kualitas," ujar Kukuh.

Pemerintah terus berupaya mengembangkan ekosistem kendaraan listrik terintegrasi dari hulu ke hilir. Heldy menyebut bahwa upaya tersebut telah mengikutsertakan berbagai sektor dari pertambangan hingga produksi baterai, serta kendaraan listrik itu sendiri. Percepatan investasi dari berbagai perusahaan besar seperti Huayue Holding Group diharapkan dapat mendorong perkembangan hilirisasi industri baterai kendaraan listrik, yang akan dilakukan di beberapa kawasan industri di Indonesia.

Huayue sendiri telah menggelontorkan investasi sebesar US$6,3 miliar sejak 2018 yang telah menciptakan lebih dari 20.000 lapangan kerja, semakin memperkokoh posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam ekosistem kendaraan listrik global. Penyertaan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) dari Huayue direncanakan untuk mendorong produksi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) sebagai produk unggulan.

Ketua Komite Tambang dan Minerba Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hendra S. Sinadia, menyampaikan bahwa kebutuhan nikel diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2050, menandakan potensi besar nikel sebagai komoditas strategis Indonesia. Hendra menggarisbawahi pentingnya eksplorasi berkelanjutan untuk menjamin ketersediaan jangka panjang nikel sebagai elemen utama dalam usaha hilirisasi.

Lebih lanjut, Ahmad Heri Firdaus dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti pentingnya memperhatikan potensi risiko sosial yang dapat muncul dari investasi. "Investasi hilirisasi nikel telah memberikan dampak positif bagi ekonomi, tetapi kita harus waspada agar tidak menimbulkan ketimpangan sosial baru," ujarnya.

Dengan begitu banyak potensi dan tantangan, Indonesia diharapkan dapat merajut ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi dan berkelanjutan, memperkuat keberadaannya dalam rantai pasokan global. Langkah progresif seperti yang telah diambil oleh PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power di Karawang, Jawa Barat, membuka lembaran baru bagi sektor ini di Asia Tenggara, dan diharapkan dapat diikuti oleh banyak inisiatif serupa dalam waktu dekat.

Terkini