Krisis Gas Elpiji 3 Kg di Lubuklinggau: Warga Resah, Pemerintah Janjikan Solusi

Senin, 30 Desember 2024 | 14:40:30 WIB
Krisis Gas Elpiji 3 Kg di Lubuklinggau: Warga Resah, Pemerintah Janjikan Solusi

LUBUKLINGGAU - Krisis gas elpiji bersubsidi berukuran 3 Kg kembali menghantui masyarakat Kota Lubuklinggau. Kelangkaan ini membuat warga kelimpungan mencari gas dengan harga yang masih terjangkau, sementara harga di lapangan terus meroket akibat persediaan yang terbatas.

Fenomena ini tak hanya menyebabkan keresahan di kalangan penduduk, tetapi juga kekhawatiran bagi banyak rumah tangga dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang sangat bergantung pada gas 3 Kg untuk operasional harian mereka.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disprindag) Kota Lubuklinggau, Meidhioline, mengakui bahwa pihaknya telah menerima banyak keluhan dari warga tersebut. Dalam upaya meredakan keresahan masyarakat, Meidhioline mengonfirmasi bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Pertamina untuk memastikan penambahan pasokan gas elpiji ke kota itu.

“Kita sudah koordinasi dengan Pertamina, katanya ada penambahan untuk besok Selasa, 31 Desember 2024 di masing-masing agen, tapi kita belum tahu berapa jumlahnya,” kata Meidhioline saat dihubungi Tribunsumsel.com pada Senin, 29 Desember 2024.

Alasan utama di balik penipisan stok gas elpiji 3 Kg, menurut Meidhioline, adalah meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang akhir tahun. Ini menjadi tren yang sering terjadi ketika masyarakat lebih memilih mengadakan berbagai acara dengan keluarga dan rekan kerja, yang tentunya meningkatkan penggunaan gas rumah tangga.

"Susah karena banyak masyarakat yang menggunakan. Sekarang masyarakat banyak yang tidak menggunakan arang lagi, tapi lebih kepada sudah banyak yang menggunakan gas," jelas Meidhioline.

Selain itu, meski pemerintah telah menetapkan alokasi kuota elpiji bagi masyarakat miskin dan UMKM, nyatanya permintaan akan gas ini meluas hingga ke kalangan menengah ke atas. Masih banyak di antaranya yang tidak tersentuh kuota subsidi tersebut.

"Namun ternyata bukan hanya masyarakat miskin, banyak masyarakat menengah ke atas juga menggunakan dan ini yang belum terpenuhi," ungkapnya.

Sebagai solusi jangka pendek, Meidhioline mengimbau masyarakat untuk mempertimbangkan penggunaan gas pink yang juga tersedia di pasaran. Gas ini biasanya lebih mudah didapatkan dan harganya lebih stabil dibandingkan gas 3 Kg yang langka.

“Daripada gas 3 Kg susah dan harganya di pengecer tinggi, masyarakat bisa memilih gas pink dan kita minta kepada masyarakat belilah di agen jangan pengecer,” tambah Meidhioline.

Krisis gas elpiji 3 Kg ini juga memberikan efek domino bagi pihak agen dan penjual yang kesulitan memenuhi permintaan masyarakat. Para pengecer sering terpaksa menaikkan harga akibat tingginya biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan stok.

“Kami berharap pemerintah bisa secepatnya menyelesaikan masalah ini. Harga semakin tidak terjangkau, dan kami dipersalahkan karena dianggap menaikkan harga sepihak,” keluh seorang pemilik warung yang tidak ingin disebutkan namanya.

Dalam situasi seperti ini, tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan distribusi dan pengawasan terhadap praktik penjualan di tingkat agen dan pengecer menjadi penting. Pertamina dan pemerintah daerah diharapkan bisa memberikan solusi konkret untuk memastikan kestabilan pasokan dan distribusi elpiji bersubsidi.

Sebagai wujud nyata dari koordinasi tersebut, Meidhioline berharap agar jumlah penambahan kuota dari Pertamina segera disampaikan dengan jelas, sehingga seluruh pihak bisa melakukan persiapan dan antisipasi.

Kehadiran gas elpiji 3 Kg yang stabil sangat dibutuhkan masyarakat Lubuklinggau, bukan hanya sebagai kebutuhan dasar rumah tangga, tetapi juga sebagai penggerak roda ekonomi di level bawah. Masyarakat hanya berharap agar solusi pemerintah tidak hanya bersifat sementara, tetapi juga mampu memberikan rasa aman dan nyaman dalam mendapatkan bahan bakar rumah tangga ini di masa depan.

Namun, gesekan yang terjadi antara kebutuhan domestik dan industri menjadi sinyal penting bagi pemerintah dan para pemangku kebijakan untuk segera mengambil langkah inovatif. Jika tidak, dikhawatirkan krisis serupa akan terus terjadi, terlebih ketika masyarakat paling membutuhkan stabilitas ekonomi dan keamanan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Pemerintah diharapkan bisa menilai dan merumuskan strategi distribusi yang lebih adil dan efisien, agar manfaat subsidi benar-benar dapat dirasakan oleh yang membutuhkan. Dalam jangka panjang, mungkin saatnya pula untuk memikirkan diversifikasi sumber energi yang lebih terjangkau dan ramah lingkungan bagi masyarakat.

Pada akhirnya, sinergitas antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci untuk menghadapi tantangan ini. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa krisis yang telah berlarut-larut ini dapat teratasi dengan solusi yang berkelanjutan. Meidhioline dan timnya sementara tetap berdiri di garda terdepan guna memfasilitasi komunikasi antara warga dan penyedia gas demi tercapainya tujuan bersama yaitu kehidupan yang lebih baik.

Terkini