Pemerintahan Baru Prabowo Fokus pada Swasembada Energi di Awal 2025: Tantangan dan Peluang

Kamis, 02 Januari 2025 | 09:36:45 WIB
Pemerintahan Baru Prabowo Fokus pada Swasembada Energi di Awal 2025: Tantangan dan Peluang

Memasuki tahun baru 2025, pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk mencapai swasembada energi. Tekad ini disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo saat menjalani pidato pertamanya sebagai Presiden Republik Indonesia. Dalam pidatonya, presiden menggarisbawahi bahwa "Indonesia tidak boleh lagi bergantung dari negara luar dalam hal penyediaan energi dan pangan," sebagai langkah nyata dalam mewujudkan kemandirian bangsa.

Seiring berakhirnya euforia politik pasca Pemilu 2024, kini perhatian tertuju pada langkah konkret yang harus diambil untuk mencapai tujuan ambisius ini. Tantangan nyata di sektor energi muncul seiring ketergantungan tinggi Indonesia pada impor energi, terutama elpiji, yang saat ini lebih dari 80 persen kebutuhan nasional masih diimpor.

Menurut data dari tahun 2023, konsumsi elpiji nasional mencapai 8,7 juta ton, meningkat signifikan dari 5,6 juta ton pada tahun 2013. Kondisi ini membuat Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi harga elpiji di pasar internasional dan ketidakstabilan geopolitik global. Selain itu, cadangan gas alam yang dimiliki Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan elpiji secara mandiri.

"Kita harus segera mencari solusi untuk mengurangi ketergantungan ini dan mulai memanfaatkan potensi energi dalam negeri yang kita miliki," ujar seorang pakar energi dari Institut Teknologi Bandung yang enggan disebutkan namanya.

Selain elpiji, tantangan lain terletak pada konsumsi bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki sekitar 130 juta sepeda motor. Dengan konsumsi rata-rata 0,75 liter per hari, kebutuhan BBM untuk sepeda motor mencapai sekitar 800 ribu barel per hari, hampir menyamai jumlah impor BBM saat ini. Padahal, produksi minyak domestik hanya 600-650 ribu barel per hari.

Kebutuhan energi industri juga menjadi perhatian besar, mengingat sektor ini sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan ekonomi masyarakat yang bekerja di bidang tersebut. Ketergantungan pada impor energi tidak hanya mempengaruhi rumah tangga tetapi juga mengancam kestabilan ekonomi secara nasional.

Untuk merealisasikan swasembada energi, Presiden Prabowo memandang penting dua aspek utama: pertama, pemanfaatan sumber energi primer yang kita miliki, baik fosil maupun nonfosil. Kedua, menyediakan berbagai pendukung atau 'enabler' untuk memproses energi primer menjadi energi siap pakai secara ekonomis. Enabler ini mencakup investasi, teknologi, dan terutama, tata kelola.

"Kita perlu tata kelola yang baik, yang utamakan keadilan, akuntabilitas, dan kinerja yang bertanggung jawab untuk mencapai swasembada energi," ujar seorang analis kebijakan energi.

Sebagai langkah nyata, penyelesaian revisi Undang-Undang Migas (UU Migas) dan penyusunan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (UU EBET) menjadi agenda mendesak. Kedua UU ini diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum dan memperbaiki kebijakan fiskal untuk sektor energi. "Ketidakberesan dalam revisi UU ini adalah penghambat utama menuju swasembada," jelas seorang anggota DPR yang terlibat dalam pembahasan regulasi energi.

Selama lima tahun pemerintahan Prabowo, kecepatan dan efektivitas dalam menyelesaikan revisi UU tersebut akan menjadi penentu keberhasilan swasembada energi. Hambatan lainnya termasuk bagaimana memanfaatkan cadangan minyak dan gas di zona konservasi, penggunaan infrastruktur listrik eksisting untuk energi terbarukan, dan strategi pemanfaatan energi nuklir serta biofuel.

Pemerintah juga didorong untuk memangkas birokrasi dalam proses perizinan. Praktik birokrasi yang lambat dinilai menghambat investasi dan proyek-proyek energi baru. "Apa gunanya kita punya sumber daya alam yang melimpah jika kita terjerat dalam tata kelola yang berbelit-belit?" ujar seorang pelaku industri energi.

Jika semua langkah ini tidak diambil dengan tegas, upaya untuk mencapai swasembada energi bisa jadi sekadar ilusi. Komitmen terhadap reformasi kebijakan energi domestik ini diharapkan dapat membuka jalan bagi Indonesia untuk tidak hanya mandiri dalam penyediaan energi tetapi juga menjadi pemain utama di pasar energi global.

Presiden Prabowo pun menegaskan pentingnya swasembada sebagai bagian dari kedaulatan rakyat. "Segala kebijakan yang kita buat harus selalu berpihak pada kepentingan rakyat dan pelestarian sumber daya alam kita," tutupnya dalam pidatonya.

Dengan waktu yang terbatas, tantangan ini harus dihadapi dengan aksi nyata dan kebijakan yang tepat agar Indonesia benar-benar dapat mencapai kemandirian dalam bidang energi dan mewujudkan mimpi swasembada yang telah lama didambakan.

Terkini