Peristiwa kelangkaan liquid petroleum gas (LPG) 3 kilogram atau yang dikenal sebagai gas melon semakin menjadi isu serius di Bali. Antrean panjang dan keluhan warga telah menjadi pemandangan sehari-hari di sejumlah pangkalan resmi. Kondisi ini terjadi menyusul keputusan PT Pertamina (Persero) yang mewajibkan penjualan LPG 3 kg hanya di pangkalan resmi, yang berarti gas tersebut tidak bisa lagi dibeli di warung-warung atau toko-toko. Kebijakan yang berlaku sejak 1 Februari 2025 ini menimbulkan polemik, khususnya di kalangan pengguna rumah tangga dan pedagang kecil.
Anggara Bayu, seorang penjual gorengan asal Bali, mengungkapkan bahwa setiap hari butuh waktu sekitar satu jam untuk mendapatkan LPG 3 kg. “Ya, susah. Jadi butuh waktu lebih lama untuk mencari gas. Kadang harus ke tempat yang jauh sampai ke daerah Tunjung Sari, dan tidak menentu. Bisa sampai satu jam hanya untuk mencari gas,” katanya saat ditemui di warungnya, Senin, 3 Februari 2025. Anggara, yang hanya memiliki dua tabung LPG, terpaksa selalu mencari LPG ke berbagai pangkalan demi memastikan kelangsungan usahanya.
Harga yang Melonjak dan Pasokan Cepat Habis
Selain sulit didapatkan, Anggara juga mencatat bahwa harga LPG di beberapa warung mencapai Rp 27.000 hingga Rp 30.000, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Hal ini mencerminkan adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan.
Sugiarta, pemilik pangkalan LPG di Padangsambian, Denpasar Barat mengungkapkan bahwa stok gas bersubsidi di pangkalannya cepat habis akibat banyaknya warga dari luar wilayah yang ikut antre. “Pedagang dari jauh datang ke sini untuk mencari gas, tetapi saya prioritaskan untuk masyarakat sekitar pangkalan. Belum untuk dijual kembali (untuk warung pengecer),” ujarnya. Pangkalan miliknya mendapatkan jatah 50 tabung per kedatangan, yang tiba tiga kali seminggu.
Penelusuran Penyebab Kelangkaan
Kondisi lebih parah dilaporkan terjadi di pangkalan Jalan Gunung Merapi, Denpasar Barat, di mana antrean mengular sejak pagi hari sebelum gas tiba pukul 08.00 WITA. Suwarmana, karyawan di pangkalan tersebut, menyatakan, “Gas datang sekitar pukul 08.00 (Wita), tetapi bahkan sebelum itu, warung-warung sekitar sudah mulai mengantre.”
Di sisi lain, warga di wilayah Tabanan juga mengalami hal serupa. Bu Nung, warga Penebel, Tabanan, mengungkapkan bahwa pasokan LPG yang sebelumnya mudah didapat kini semakin langka. “Biasanya gampang. Nyari di warung ada,” tulis Bu Nung. Ni Putu Maheswari, warga Tabanan lainnya, juga mengekspresikan kebingungannya untuk mencari pangkalan gas resmi. “Sulit jani ngalih (sekarang mencari) ke warung harus ke pangkalan. Tapi pangkalan dije sing nawang (di mana pangkalannya tidak tahu),” ujarnya.
Usaha Mengatasi Kelangkaan
Untuk mengurai simpul kelangkaan ini, Pemerintah dan PT Pertamina mendorong para pengecer LPG 3 kg untuk bertransformasi menjadi pangkalan resmi. Ahad Rahedi, Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, mengemukakan bahwa terdapat 5.335 pangkalan LPG di Bali per Januari 2025. “Untuk membantu masyarakat mengakses pangkalan supaya lebih dekat, kami mengajak para pengecer untuk menjadi pangkalan,” ujar Ahad.
Ia menjelaskan, pengurusan menjadi pangkalan resmi tidak dipungut biaya. Persyaratannya hanya berupa rekomendasi dari desa, menyerahkan KTP dan KK, dan mengajukan permohonan ke agen LPG terdekat. Dengan ini, diharapkan dapat meningkatkan kemudahan akses gas bersubsidi bagi masyarakat.
Investigasi dan Pengawasan Lebih Lanjut
Seiring dengan kelangkaan yang kian terasa, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menurunkan tim intelijen untuk mengusut penyebab situasi ini. Ketut Sumedana, Kepala Kejati Bali, mengungkapkan, “Saya sudah turunkan tim intelijen untuk mengawasi, termasuk memanggil pihak-pihak terkait kenapa terjadi kelangkaan.” Namun, ia menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada kesimpulan penyebab pasti kelangkaan LPG melon.
Dalam menghadapi kondisi ini, masyarakat berharap kebijakan distribusi LPG bersubsidi bisa ditinjau ulang agar tidak menyulitkan warga, terutama mereka yang harus mencari gas ke lokasi lebih jauh. Ke depan, diharapkan muncul solusi yang lebih berkelanjutan dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat di berbagai daerah, baik di perkotaan maupun pedesaan. Sementara itu, tim intelijen kejaksaan akan terus bekerja untuk mencari akar masalah dan memastikan bahwa distribusi LPG dapat kembali lancar tanpa gangguan.