BANDUNG — Sejak diberlakukannya aturan baru oleh pemerintah pada tanggal 1 Februari 2025, penjualan gas tabung ukuran 3 kilogram melalui pengecer mengalami perubahan drastis. Warga yang biasa mendapatkan tabung melon – sebutan populer untuk gas elpiji 3 kilogram di warung-warung sekitar tempat tinggal mereka kini harus mengunjungi pangkalan resmi, menyebabkan antrian panjang dan aktivitas tambahan bagi masyarakat.
Nurohmi, seorang warga di Bandung, mendapati rutinitas hariannya berubah sejak kebijakan tersebut diterapkan. Kini, sebelum ia berangkat bekerja pada pukul 08.00 WIB, ia harus menempuh jarak sekitar 700 meter dengan bersepeda untuk mendapatkan gas di pangkalan terdekat. "Baru hari ini ngantri gas begini, biasanya beli di warung," ungkap Nurohmi, Selasa 4 Februari 2025. Di pangkalan, ia merasakan sendiri antrean panjang warga yang semua membawa dua atau lebih tabung gas kosong.
Harga yang ditawarkan di pangkalan memang lebih murah, yakni Rp 19 ribu per tabung, dibandingkan di warung-warung pengecer yang menjual seharga Rp 22 ribu. Namun, akses yang lebih jauh dan waktu yang terbuang karena harus mengantri mengundang keluhan dari masyarakat.
Sementara itu, seorang pemilik warung di Jalan Bojongkoneng, Kabupaten Bandung, berbagi pengalaman serupa. Sebelumnya, ia mendistribusikan gas melon kepada pelanggan dengan harga yang sedikit lebih tinggi, setelah membelinya dari pangkalan seharga Rp 20 ribu per tabung. Dengan adanya pelarangan tersebut, ia kini menyimpan delapan dari sepuluh tabung gas untuk kebutuhan dapur sendiri.
Kebijakan baru ini juga menimbulkan tantangan bagi pengecer yang ingin mempertahankan bisnis mereka sebagai distribusi tabung gas melon. Menurut Wati, seorang pemilik warung yang bercita-cita menjadi pangkalan atau sub-agen, terdapat syarat yang cukup berat bagi pengecer untuk dapat melakukannya, yaitu harus memiliki 200 tabung gas 3 kilogram. "Modalnya lumayan enggak sedikit," ujarnya, Senin, 3 Februari 2025.
Sejak larangan pengeceran, Wati mengatakan bahwa ia kehilangan pelanggan yang biasanya membeli antara 20 hingga 40 tabung per hari. "Sekarang warga membeli langsung ke tempat saya, jadi saya tetap bisa menjaga penjualan, meskipun jumlahnya tidak pasti seperti dulu," jelas Wati.
Pengetatan penjualan tabung melon ini dilakukan pemerintah sebagai salah satu cara untuk mengurangi penyalahgunaan gas bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah. Pemerintah berharap dengan cara ini, distribusi dan penggunaan gas melon akan lebih tepat sasaran.
Namun, pelaksanaan aturan ini tidak luput dari kritik masyarakat. Antrean panjang dan waktu yang terbuang menimbulkan kekhawatiran akan efektivitas kebijakan dalam jangka panjang. Beberapa warga bahkan mempertimbangkan untuk beralih ke alternatif lain yang mungkin lebih efisien, seperti mengadopsi kompor listrik, meskipun biaya modal awalnya dinilai cukup tinggi.
Seorang pengamat kebijakan energi, Andi Rachman, berpendapat bahwa kebijakan ini perlu dibarengi dengan pengawasan yang ketat dan transparansi dalam pendistribusian gas bersubsidi, agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang berhak. "Tanpa pengawasan yang memadai, risiko penyimpangan tetap ada, dan ini justru dapat membebani masyarakat lebih lanjut," sebut Andi.
Di sisi lain, pemerintah juga diharapkan untuk terus mencari solusi agar tidak terjadi penumpukan atau kelangkaan gas di titik-titik distribusi, terutama di wilayah pedesaan yang memang memiliki akses terbatas ke pangkalan resmi. Solusi tersebut termasuk memperbanyak pangkalan resmi dan sub-agen yang memiliki kapasitas memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar.
Berdasarkan penuturan salah seorang pejabat di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai cara mendapatkan gas 3 kilogram di pangkalan resmi akan terus digencarkan. Pemerintah berkomitmen untuk memastikan ketersediaan gas melon yang cukup di setiap titik distribusi, khususnya di daerah-daerah yang selama ini masih bergantung pada pengecer.
Dengan latar belakang ini, perubahan kebijakan penjualan gas 3 kilogram menjadi topik hangat yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga. Selain memerlukan penyesuaian dari pihak konsumen dan pelaku usaha, sinergi antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci utama untuk mencapai tujuan bersama agar subsidi gas melon tepat sasaran dan berkeadilan.