Rencana Penggabungan Pelni dan ASDP dengan Pelindo Disebut Salah Langkah oleh Namarin

Selasa, 04 Februari 2025 | 10:30:28 WIB
Rencana Penggabungan Pelni dan ASDP dengan Pelindo Disebut Salah Langkah oleh Namarin

Wacana penggabungan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) dengan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang telah diusung oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan mendapatkan persetujuan dari Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mendapatkan kritik keras dari Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi. Menurutnya, kebijakan ini merupakan langkah yang keliru dan tidak tepat.

"Erick Thohir sepertinya tak berpikir panjang dengan gagasan penggabungan tadi. Ini kebijakan yang sesat dan juga keblinger," terang Siswanto Rusdi dalam perbincangannya, Selasa, 4 Februari 2025. Kritik tajam ini dilontarkan karena Siswanto menilai, meskipun merger Pelindo saat ini dinilai berhasil oleh banyak pihak dengan pencapaian yang signifikan, bukan berarti tantangan yang ada telah sepenuhnya teratasi.

Fokus utama Siswanto adalah pada tantangan integrasi bisnis yang berbeda. Pelindo, sebagai operator pelabuhan, memiliki sektor bisnis yang jauh berbeda dari Pelni dan ASDP, yang merupakan perusahaan di bidang pelayaran. "Direksi Pelindo jelas akan menghadapi kendala pengelolaan nantinya karena tidak memiliki pemahaman yang cukup dalam bidang pelayaran," jelasnya lebih lanjut.

Dalam pandangannya, penggabungan ini hanya akan memperbesar masalah yang ada saat ini. "Masalahnya terletak pada ketidakcocokan genetis kedua bidang usaha, bagai air dan minyak," ungkapnya sembari mencontohkan kondisi Malaysia International Shipping Corporation (MISC) yang berada di bawah Petronas namun mengalami kesulitan bertahan.

Tak berhenti sampai di situ, Siswanto juga menyoroti status cucu usaha Pelindo, yaitu Jasa Armada Indonesia (JAI), yang bergerak di jasa pendukung pelabuhan seperti towing. Menurutnya, kehadiran JAI tidak otomatis menjadikan Pelindo berkapabilitas dalam mengelola bisnis pelayaran lebih luas seperti yang dilakukan Pelni dan ASDP, yang beroperasi lintas wilayah.

Sektor pelayaran dan operator pelabuhan yang sangat spesifik, lanjut Siswanto, seharusnya dikelola dengan pendekatan dan pemahaman bisnis yang juga spesifik. "Kondisi ini tidak akan lebih baik seandainya 'penghuni' baru grup Pelindo itu nantinya dijadikan anak usaha yang membidangi bisnis perusahaan," tambahnya.

Tantangan lainnya yang diutarakan oleh Siswanto adalah menyangkut masa depan bisnis dari pelayaran itu sendiri. "Baik Pelni dan ASDP sesungguhnya perusahaan yang kinerjanya biasa-biasa saja. Malah relatif berdarah-berdarah. Segmen usaha yang digeluti tergolong bidang yang tidak menjanjikan," tukasnya.

Sebagai penutup, Siswanto juga menyinggung tentang kebijakan ini dalam konteks kompetitif. Dengan Pelindo yang memiliki portofolio usaha lain di bidang logistics and shipping management, kemampuan mengelola bisnis dengan segmen yang berbeda secara efektif akan menjadi krusial.

Di tengah berbagai kritik ini, Siswanto tetap berharap agar jika penggabungan ini tetap dijalankan, pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik. "Kalau ini sudah keputusan menteri, ya semoga penggabungan ini berjalan baik lah," pungkasnya.

Wacana penggabungan ini, meskipun kontroversial, sepertinya telah menjadi bagian dari visi besar pemerintah dalam memperkuat kinerja BUMN strategis di sektor maritim dan pelabuhan. Namun, tantangan ke depan akan sangat bergantung pada pengambilan keputusan yang matang dan perencanaan yang holistik agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai tanpa mengorbankan potensi kerugian di kemudian hari.

Terkini