Presiden Prabowo Diminta Tinjau Ulang Pemangkasan Anggaran Infrastruktur dan Subsidi Transportasi

Senin, 03 Februari 2025 | 11:14:47 WIB
Presiden Prabowo Diminta Tinjau Ulang Pemangkasan Anggaran Infrastruktur dan Subsidi Transportasi

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mendapat desakan untuk mempertimbangkan kembali kebijakan pemangkasan anggaran pada sektor infrastruktur dan subsidi transportasi. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, lewat surat terbuka yang disampaikan sebagai bentuk keprihatinan terkait Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 mengenai Efisiensi Belanja.

Dalam surat tersebut, Djoko Setijowarno menekankan pentingnya mempertahankan anggaran yang menyangkut pelayanan publik dasar seperti keselamatan, transportasi umum, kesehatan, dan pendidikan. "Harus ada keseimbangan. Apa artinya mengajar pendidikan berkualitas, kesehatan yang baik namun lokasi saja sulit. Apakah mungkin di daerah tersebut akan sejahtera tanpa adanya infrastruktur dan transportasi yang memadai? Sangat mustahil," tegas Djoko saat diwawancarai KBR.

Dampak Pemangkasan Anggaran

Pemangkasan anggaran pada sektor transportasi disebut-sebut bakal mempengaruhi berbagai lini, termasuk pengurangan anggaran di Kementerian Perhubungan sebesar Rp17,9 triliun, dari anggaran semula Rp31,5 triliun menjadi Rp5,7 triliun. Djoko menjelaskan bahwa jumlah anggaran tersebut hanya cukup untuk menggaji Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian Perhubungan dalam satu tahun, sementara pegawai honorer terancam dirumahkan.

"Anggaran ini sangat tidak mencukupi. Pemangkasan Rp17,5 triliun termasuk subsidi untuk sektor perhubungan darat, meliputi angkutan jalan, angkutan antar moda, angkutan barang, hingga angkutan perkotaan yang mendukung Ibu Kota Negara (IKN)," kata Djoko menjelaskan lebih lanjut.

Selain itu, pemangkasan juga berdampak pada sektor perhubungan udara dan laut. Anggaran untuk angkutan perintis kargo, penumpang, serta subsidi BBM bagi sektor tersebut turut terkena imbas penghematan. Sektor perkeretaapian dengan subsidi Kereta Api (KA) Perintis pada enam lintas turut mengalami pemotongan.

Menuju Indonesia Emas 2045

Menurut Djoko, infrastruktur dan transportasi yang memadai menjadi salah satu syarat penting untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045. Menurutnya, pembangunan yang berfokus pada transportasi dan infrastruktur akan mempercepat kemajuan suatu wilayah dan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

"Bukan hanya soal kesehatan dan pendidikan, mobilitas masyarakat yang baik akan menjadi penentu seberapa cepat daerah tersebut bisa berkembang. Transportasi yang memadai sangatlah vital, sehingga pemangkasan ini harus ditinjau ulang," lanjutnya.

Instruksi Presiden Prabowo dan Kebijakan Menteri Keuangan

Dimulainya kontroversi ini berawal dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 22 Januari. Kebijakan ini bertujuan untuk menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp306,69 triliun. Dua hari kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani mempertegas dengan menerbitkan Surat Nomor S-37/MK.02/2025, yang merinci 16 pos belanja yang harus dihemat dengan total Rp256,1 triliun.

Pemotongan ini bahkan menyasar hingga 90 persen anggaran alat tulis kantor (ATK). Kebijakan tersebut menyisakan pertanyaan besar mengenai prioritas belanja pemerintah. "Pemerintah harus mencari jalan lain, menimbang dampak jangka panjang dari pemangkasan ini," tegas Djoko.

Penghematan anggaran ini mendapat batas waktu pelaporan efisiensi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, paling lambat 14 Februari 2025. Hal ini setelah pembahasan dan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Kebijakan pemangkasan anggaran pada sektor infrastruktur dan transportasi ini menuai perhatian dari berbagai pihak. Ada keprihatinan bahwa kebijakan ini, jika tidak ditinjau ulang, dapat menurunkan kualitas pelayanan publik dasar dan memperlambat perkembangan sejumlah daerah yang sangat bergantung pada infrastruktur yang memadai.

Dengan menyoroti berbagai aspek dan dampak kebijakan ini, termasuk pandangan ahli dan pemangku kepentingan, pemerintah diharapkan dapat mengevaluasi kembali kebijakannya untuk memastikan keseimbangan antara penghematan anggaran dan kebutuhan pembangunan yang berkelanjutan.

Terkini