Transformasi Tanah Abang: Kebijakan Transportasi Anies Baswedan yang Mengubah Wajah Jakarta

Senin, 03 Februari 2025 | 08:52:55 WIB
Transformasi Tanah Abang: Kebijakan Transportasi Anies Baswedan yang Mengubah Wajah Jakarta

Kebijakan penataan kawasan Tanah Abang yang digagas oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, telah menjadi perbincangan hangat dan kontroversial di kalangan masyarakat serta pengamat kebijakan kota. Langkah yang diambil Anies dalam menata transportasi publik dan mengatur pedagang kaki lima (PKL) di Tanah Abang dianggap sebagai transformasi progresif yang tidak hanya memengaruhi tatanan fisik namun juga sosio-ekonomi kawasan ini.

Her Pramtama, seorang arsitek dan perancang kota yang akrab disapa Temmy, menjadi salah satu tokoh utama di balik kebijakan ini. Sebagai penasihat senior dalam Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), Temmy bertanggung jawab mendampingi dan menerjemahkan arahan makro dari Gubernur Anies ke dalam implementasi mikro di lapangan.

"Kami memahami arah pembangunan dan tata kota dengan mengalirkan pemikiran serta pesan gubernur ke dinas terkait, sekaligus menerima masukan dari mereka," ungkap Temmy dalam Podcast Pejuang, seperti yang dikutip dari KBA News.

Menurut Temmy, kebijakan penataan Tanah Abang merupakan bagian dari 23 program utama serta program insidental yang dicanangkan Anies Baswedan. Penataan ini menjadi sorotan publik terutama ketika kebijakan tersebut disebarluaskan dan mendapatkan framing negatif di media sosial.

"Penataan pasar memang erat kaitannya dengan penataan ekonomi," ujar Temmy, menunjukkan pentingnya ruang publik yang tertib untuk mendukung aktivitas ekonomi masyarakat.

Ia menjelaskan, persepsi publik yang seolah-olah menuduh ketidakmampuan Anies dalam menertibkan PKL adalah salah kaprah. Menurutnya, PKL tidak bisa dijadikan kambing hitam atas kekacauan di Tanah Abang. Fokus utama masalah sebenarnya adalah transportasi yang tidak terintegrasi dengan baik.

"Stasiun Tanah Abang setiap hari melayani puluhan ribu penumpang yang keluar masuk. Kereta jurusan Tangerang menjadi favorit karena murah dan efisien," tambah Temmy. Masalah mulai muncul ketika lonjakan penumpang tidak diikuti oleh sistem transportasi lanjutan yang memadai, menciptakan kesemrawutan di kawasan tersebut.

Temmy mencatat bahwa solusi yang sebelumnya diterapkan berupa penertiban tidak pernah berhasil memberikan solusi jangka panjang. "Pendekatan hanya dengan penertiban tanpa solusi komprehensif hanya membuat PKL kembali lagi," tegasnya.

Gubernur Anies, menurut Temmy, lebih menekankan pendekatan humanis dalam menyelesaikan masalah ini. Alih-alih menggunakan metode represif, Anies menutup jalan di sekitar Tanah Abang untuk menguraikan arus transportasi dan menyediakan ruang yang lebih aman bagi PKL dan udara segar bagi pengunjung.

"Kami lakukan pendekatan kebijakan. Pak Anies menutup jalan, saat itu kontroversial. Kami bangun jalur khusus TransJakarta agar tidak ada lagi hambatan menunggu. Kedua, kami menyediakan ruang bagi PKL di sepanjang jalan tersebut," jelas Temmy mengenai langkah yang diambil.

Namun, kedamaian ini dibayar dengan ketidakpuasan dari beberapa kalangan yang merasa terdampak, seperti pengendara pribadi dan pengemudi ojek daring. "Yang protes adalah pengguna kendaraan pribadi dan pengemudi ojek daring. Tapi kami tetap memfasilitasi mereka, karena TransJakarta juga berhenti di titik-titik di mana ojek daring bisa menjemput penumpang yang turun dari bus."

Survei baru-baru ini menunjukkan bahwa 90 persen pengguna transportasi publik di sekitar Tanah Abang merasa puas dengan perubahan ini. Arah kebijakan Anies yang berfokus pada transportasi publik ini menghantarkan Jakarta pada semangat pembangunan berorientasi manusia ketimbang kendaraan.

Dalam diskusi lebih lanjut, Temmy mengungkapkan bagaimana beberapa pengamat politik dan Ombudsman mengkritisi langkah ini. Fakta bahwa kebijakan tersebut menuai kritik adalah hal yang lumrah, terutama mengingat latar belakang politisasi yang tinggi akibat Pilkada.

Menurut Temmy, Gubernur Anies tidak pernah bermaksud untuk mengkritik atau mengubah kebijakan gubernur sebelumnya. "Beliau hanya ingin menata Tanah Abang, bukan mengutak-atik kebijakan gubernur sebelumnya. Justru, Anies menciptakan terobosan baru," tutupnya.

Kebijakan transformasi di Tanah Abang ini merupakan salah satu cerminan dari visi Anies dalam membangun Jakarta yang lebih terintegrasi dan ramah bagi semua orang. Dengan berbagai tantangan yang dihadapinya, langkah ini diharapkan bisa menjadi model bagi kawasan lain di Jakarta dalam pembangunan kota yang berkelanjutan dan inklusif.

Terkini