Tantangan Utama yang Membuat Masyarakat Indonesia Masih Ragu Membeli Mobil Listrik

Jumat, 24 Januari 2025 | 10:23:28 WIB
Tantangan Utama yang Membuat Masyarakat Indonesia Masih Ragu Membeli Mobil Listrik

Meski tren pertumbuhan mobil listrik di Indonesia semakin meningkat selama beberapa tahun terakhir, ternyata masih ada tantangan signifikan yang membuat sebagian masyarakat enggan beralih ke kendaraan beremisi rendah ini. Masyarakat dan konsumen masih dihantui oleh beberapa kekhawatiran terkait mobil listrik yang akhirnya menjadi penghalang transaksi. Direktur Marketing and Planning & Communication ADM, Sri Agung Handayani, menguraikan tiga faktor utama yang menyebabkan keraguan tersebut.

Resale Value dan Nilai Jual Kembali

Salah satu faktor utama yang menjadi pertimbangan adalah nilai jual kembali mobil listrik. Termasuk di dalamnya adalah kekhawatiran di kalangan pembeli mobil pertama atau *first car buyer*. Agung memaparkan dalam acara Daihatsu New Year Media Gathering bahwa masyarakat kadang memasukkan faktor resale value sebagai pertimbangan utama sebelum memutuskan membeli mobil listrik.

"Untuk segmen first car buyer biasanya masih ada kekhawatiran. Kekhawatiran pertama adalah soal resale value," ungkap Agung. Mobil kerap dipandang sebagai aset oleh masyarakat, sehingga harapan akan nilai jual bekas yang stabil menjadi penting. Pilihan lebih dijatuhkan pada tipe mobil yang lebih umum demi menjaga nilai jual kembali agar tidak anjlok.

Menurut Agung, pertumbuhan penawaran dan diversifikasi kendaraan listrik perlu didampingi dengan edukasi pasar yang efektif. Pasar sekunder untuk mobil listrik perlu lebih dikuatkan, sehingga calon konsumen merasa lebih aman saat memutuskan untuk membeli mobil listrik sebagai investasi jangka panjang.

Konsumsi Daya Listrik

Faktor kedua yang menyebabkan keraguan adalah konsumsi daya listrik. Banyak calon konsumen yang khawatir apakah biaya pengeluaran listrik untuk mobil lebih mahal dibandingkan dengan mobil berbahan bakar fosil konvensional. Agung mengakui bahwa ada mispersepsi di kalangan masyarakat terkait efisiensi energi mobil listrik.

"Yang kedua adalah masalah konsumsi listrik yang akan dipakai, (mereka menduga) jangan-jangan lebih boros (ketimbang mobil bensin). Itu mungkin paradigma yang kita perlu sama-sama edukasi," lanjut Agung. Perlu adanya kampanye informasi dari berbagai pihak untuk meluruskan informasi terkait efisiensi dan penghematan long-term yang ditawarkan oleh kendaraan listrik.

Dengan adanya fasilitas stasiun pengisian daya dan kebijakan insentif pemerintah, persepsi ini diharapkan dapat berubah, mendorong lebih banyak orang untuk memilih opsi ramah lingkungan.

Biaya Perawatan yang Belum Dipahami

Faktor ketiga, yang juga tidak kalah penting, adalah mengenai biaya perawatan. Banyak dari masyarakat belum memiliki pandangan yang jelas terkait dengan maintenance atau perawatan dari mobil listrik. Kekhawatiran bahwa biaya yang ditimbulkan mungkin lebih besar adalah sesuatu yang perlu dijelaskan dan diminimalisir.

"Dan yang ketiga adalah masalah ketakutan kalau biaya perawatannya menjadi lebih mahal," tegas Agung. Padahal, kenyataannya, mobil listrik secara teknis memiliki komponen yang lebih sedikit dibandingkan dengan mobil bertenaga mesin pembakaran internal, sehingga potensi biaya perawatan jangka panjangnya cenderung lebih rendah.

Untuk menjembatani kekhawatiran ini, pabrikan dapat menggencarkan informasi tentang jaminan purna jual dan biaya perawatan sehingga calon konsumen lebih memahami berbagai manfaat ekonomis dari pemilihan mobil listrik.

Strategi Edukasi dan Infrastruktur

Dari ketiga faktor tersebut, Agung menekankan pentingnya strategi edukasi yang komprehensif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan pabrikan mobil, untuk mengatasi kekhawatiran ini. Meningkatkan pengetahuan publik tentang keuntungan serta kemudahan penggunaan mobil listrik menjadi kunci untuk meningkatkan adopsi kendaraan tersebut di pasar Indonesia.

"Paradigma yang ada perlu kita benahi dengan edukasi yang tepat agar masyarakat lebih paham dan semangat beralih ke mobil listrik," tutup Agung. Infrastruktur pendukung, seperti jaringan stasiun pengisian daya yang lebih luas dan mudah diakses, juga harus terus dikembangkan untuk memberikan kenyamanan tambahan bagi calon pengguna.

Dengan adanya integrasi strategi edukasi, penguatan pasar sekunder, dan perluasan infrastruktur diharapkan dapat mempercepat adopsi mobil listrik di Indonesia, sejalan dengan target pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendorong keberlanjutan lingkungan.

Terkini