Gas 3 Kg Langka, Harga Meroket

Senin, 07 Juli 2025 | 07:25:06 WIB
Gas 3 Kg Langka, Harga Meroket

JAKARTA - Kekhawatiran mendalam kini melanda warga di sejumlah daerah di Provinsi Aceh akibat kelangkaan gas elpiji 3 kilogram yang semakin parah dalam tiga pekan terakhir. Hingga Minggu, 6 Juli 2025, belum ada tanda-tanda perbaikan pasokan gas bersubsidi yang biasa disebut tabung melon tersebut. Kondisi ini membuat masyarakat resah karena selain sulit mendapatkannya, harga gas juga terus naik, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah bersama Pertamina.

Kelangkaan gas elpiji ini tidak hanya terjadi di satu daerah, tetapi merata di berbagai kabupaten/kota di Aceh. Padahal, gas elpiji 3 kg adalah kebutuhan pokok sebagian besar masyarakat menengah ke bawah, terutama untuk keperluan memasak sehari-hari. Jika sebelumnya warga hanya mengeluhkan kesulitan mendapatkan tabung gas, kini mereka juga dihadapkan pada harga yang semakin memberatkan.

Di Kabupaten Aceh Singkil, situasi menjadi salah satu yang paling memprihatinkan. Warga terpaksa membeli gas dengan harga yang jauh melebihi HET. Seperti di Desa Pulo Sarok, Kecamatan Singkil, harga gas elpiji 3 kg di tingkat pengecer tidak resmi kini mencapai Rp36.000 per tabung. Angka ini lebih tinggi Rp16.000 dibandingkan harga HET sebesar Rp20.000 per tabung.

"Itu juga barangnya tidak mudah didapati. Karena penjual tidak resmi itupun menebus elpiji dari pangkalan resmi," tutur Abdul, warga Pulo Sarok, menceritakan bagaimana sulitnya mendapatkan gas melon tersebut.

Menurut Abdul, kondisi ini sangat memberatkan masyarakat kecil. Harga gas tabung melon yang melonjak dinilai semakin tidak manusiawi dan di luar ketentuan resmi pemerintah. Jika dihitung-hitung, kata Abdul, harga gas subsidi ini hampir sama dengan harga gas non-subsidi, padahal tujuan pemerintah menyalurkan gas elpiji 3 kg adalah untuk meringankan beban rumah tangga berpenghasilan rendah.

"Ada yang menjual sampai Rp38.000 hingga Rp40.000 per tabung 3 kg. Itu juga pada pengecer yang menjual di luar pengecer resmi Pertamina. Karena krisis gas, siapa saja yang memerlukan tentu harus membeli juga walau mahal," ujar warga lainnya, menegaskan tingginya permintaan yang membuat harga tak terkendali.

Fenomena ini bukan hanya soal kenaikan harga, tetapi juga berdampak langsung pada kehidupan rumah tangga di Aceh. Banyak warga terpaksa mengurangi frekuensi memasak, bahkan ada yang mulai beralih ke bahan bakar alternatif seperti kayu bakar atau minyak tanah. Namun, keterbatasan pasokan minyak tanah dan keterbatasan akses terhadap kayu bakar berkualitas membuat masyarakat semakin terjepit.

Selain itu, pelaku usaha kecil seperti pedagang makanan keliling, penjual gorengan, atau rumah makan kelas menengah, juga sangat terpukul. Usaha mereka yang mengandalkan gas elpiji 3 kg terancam gulung tikar karena biaya produksi membengkak. Jika harga jual dinaikkan, daya beli konsumen menurun; jika harga jual dipertahankan, keuntungan tergerus bahkan berpotensi merugi.

Dari hasil penelusuran di beberapa pangkalan gas di Aceh, terlihat bahwa pasokan gas dari distributor ke pangkalan pun mengalami keterlambatan. Beberapa pangkalan mengaku hanya mendapat jatah pengiriman 50-60 persen dari kuota normal. Alhasil, pasokan yang terbatas ini membuat pengecer resmi kehabisan stok lebih cepat, sehingga peluang pengecer tidak resmi menjual dengan harga lebih mahal semakin terbuka.

Masyarakat berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah nyata untuk mengatasi krisis gas ini. Beberapa warga mendesak agar pemerintah melakukan sidak ke pangkalan dan pengecer untuk memastikan tidak ada penimbunan yang memperparah kelangkaan. Selain itu, masyarakat meminta distribusi gas elpiji 3 kg lebih diawasi agar tepat sasaran dan tidak jatuh ke tangan spekulan.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat belum memberikan keterangan resmi terkait penyebab pasti kelangkaan ini. Namun, rumor yang berkembang di lapangan menyebutkan kelangkaan gas di Aceh terjadi akibat meningkatnya permintaan pasca Lebaran, keterlambatan pengiriman dari depot Pertamina, serta adanya oknum yang menimbun gas untuk keuntungan pribadi.

Sementara itu, Pertamina dalam keterangannya beberapa waktu lalu menegaskan komitmen mereka untuk menyalurkan gas elpiji 3 kg secara merata dan tepat sasaran di seluruh Indonesia. Namun, Pertamina juga meminta masyarakat membeli gas hanya di pengecer resmi agar terhindar dari harga yang tidak sesuai HET.

Hingga Minggu, 6 Juli 2025, situasi belum menunjukkan perbaikan signifikan. Antrean warga di pangkalan resmi masih terlihat di beberapa kecamatan di Aceh Singkil dan kabupaten lain di Aceh. Warga berharap pemerintah bersama Pertamina segera melakukan operasi pasar atau menambah pasokan untuk menstabilkan harga sekaligus mengatasi kelangkaan.

Bagi warga seperti Abdul dan ribuan rumah tangga lainnya, keberadaan gas elpiji 3 kg dengan harga terjangkau sangat vital untuk keberlangsungan hidup sehari-hari. Mereka hanya ingin gas subsidi ini kembali normal, baik dari segi pasokan maupun harga, agar aktivitas rumah tangga dan usaha kecil bisa berjalan tanpa harus terbebani harga gas yang tidak wajar.

Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan menambah angka kemiskinan di Aceh, mengingat kebutuhan energi adalah salah satu pengeluaran rutin rumah tangga. Pemerintah daerah dan pusat diharapkan segera bersinergi untuk mengurai masalah ini, agar kelangkaan gas elpiji 3 kg tidak menjadi bencana sosial baru di Aceh.

Terkini

Keberuntungan Menanti Tiga Shio Ini

Senin, 07 Juli 2025 | 14:40:36 WIB

Megawati Ukir Sejarah di Liga Voli Turki

Senin, 07 Juli 2025 | 14:46:47 WIB

Pinjol OJK: Cara Kenali yang Resmi

Senin, 07 Juli 2025 | 14:49:42 WIB

Wuling Air EV: Pajak Ringan Mobil Listrik 2024

Senin, 07 Juli 2025 | 14:52:55 WIB