JAKARTA — Dorongan untuk memperkuat pendapatan berbasis komisi atau fee based income (FBI) terus digaungkan perbankan nasional di tengah ketatnya persaingan industri jasa keuangan. Bank-bank besar maupun bank syariah saling berlomba memaksimalkan potensi digitalisasi dan pengembangan ekosistem layanan sebagai sumber pertumbuhan FBI, yang kini menjadi salah satu pilar utama penopang kinerja, sejajar dengan pendapatan bunga.
Tren peningkatan FBI semakin nyata ketika pendapatan ini mulai memberikan kontribusi signifikan terhadap total pendapatan non-bunga perbankan. Di beberapa bank, FBI bahkan menyumbang lebih dari separuh pendapatan non-bunga, menegaskan pergeseran model bisnis ke arah yang lebih mengandalkan transaksi dan layanan inovatif.
Contoh paling mencolok datang dari PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) atau BTN. Bank yang dikenal fokus pada pembiayaan perumahan ini mencatatkan kontribusi FBI sebesar 81% dari total pendapatan non-bunga per Mei 2025. Angka ini menunjukkan peningkatan FBI sebagai strategi penting dalam memperkuat fundamental keuangan perseroan.
Sekretaris Perusahaan BTN, Ramon Armando, menyebutkan FBI BTN pada periode tersebut tumbuh 8,56% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp 1,28 triliun. “Pertumbuhan FBI didorong oleh peningkatan transaksi di segmen treasury, wealth management, bancassurance, dan digital banking,” ungkap Ramon.
Secara spesifik, Ramon menjelaskan bahwa FBI dari transaksi digital BTN juga menunjukkan capaian positif. FBI dari kanal digital BTN mencapai Rp 82,43 miliar, naik 20,66% YoY. Pertumbuhan ini didukung layanan digital seperti Bale by BTN, Bale Merchant, serta jaringan agen laku pandai Bale Agen.
Melihat potensi besar dari transaksi digital, BTN optimistis kontribusi FBI digital bisa menyumbang 40%–50% terhadap total pendapatan non-bunga hingga akhir 2025, dengan proyeksi nilai transaksi menembus Rp 200 miliar.
Sementara itu, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI tak kalah agresif mengembangkan sumber FBI. Sekretaris Perusahaan BSI, Wisnu Sunandar, mengungkapkan FBI BSI per Mei 2025 sudah mencapai Rp 2,74 triliun atau tumbuh signifikan 35,97% YoY. Ia mengungkapkan, bisnis emas menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan FBI BSI.
“Pertumbuhan tertinggi berasal dari bisnis emas,” ujar Wisnu.
Lebih jauh, Wisnu memaparkan bahwa strategi baru BSI lewat layanan bullion bank, penguatan ekosistem haji dan umrah, hingga digitalisasi layanan BSI Agen, aplikasi Byond by BSI, dan platform Bewize menjadi faktor pendorong FBI BSI.
“BSI optimistis dapat terus meningkatkan FBI untuk menopang pertumbuhan bisnis berkelanjutan,” tegas Wisnu.
Menurutnya, ke depan BSI akan menggali potensi ekosistem halal secara menyeluruh, termasuk pendanaan, pembiayaan, dan transaksi yang relevan dengan kebutuhan umat. Inisiatif tersebut diyakini mampu mendongkrak FBI BSI secara konsisten.
Selain itu, Wisnu menekankan peran ajang BSI International Expo 2025 yang melahirkan berbagai inovasi mendukung FBI. Salah satunya fitur pengajuan pembiayaan otomotif BSI Oto di aplikasi Byond by BSI. “Tahun ini, kami terus mengoptimalkan transformasi dan integrasi produk di e-channel BSI agar akses masyarakat semakin mudah dan dari sisi perusahaan juga meningkatkan efisiensi serta FBI,” tambahnya.
Bank besar lain yang konsisten mendulang FBI dari kanal digital adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA. Bank swasta terbesar di Indonesia ini mencatat FBI kuartal I-2025 sebesar Rp 4,8 triliun, naik 8,3% YoY. EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyebutkan peningkatan FBI ini tak lepas dari lonjakan frekuensi transaksi yang tumbuh 19% YoY menjadi 9,9 miliar transaksi pada periode yang sama.
Khusus pada layanan digital banking, BCA mencatat transaksi mobile dan internet banking mencapai 8,8 miliar atau naik 22,2% YoY, dengan nilai transaksi turut meningkat 14% YoY. Hal ini memperkuat posisi BCA sebagai bank dengan basis pengguna digital terbesar di Tanah Air, sekaligus menegaskan peran digitalisasi dalam menopang pertumbuhan FBI.
Berdasarkan tren tersebut, industri perbankan nasional secara umum memperlihatkan bahwa inovasi di kanal digital, integrasi ekosistem, hingga pengembangan produk non-konvensional seperti layanan emas dan pembiayaan syariah menjadi kunci utama untuk menggenjot FBI. Tak hanya untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga menjaga keberlanjutan pertumbuhan di tengah persaingan ketat dan tren suku bunga yang fluktuatif.
Melalui optimalisasi FBI, bank memiliki sumber pendapatan yang lebih stabil karena tidak bergantung sepenuhnya pada margin bunga yang rentan terhadap gejolak eksternal. Di sisi lain, nasabah juga semakin dimanjakan dengan layanan digital yang cepat, mudah, dan efisien.
Dengan strategi ini, bank nasional diharapkan mampu mendukung inklusi keuangan, memperkuat ketahanan bisnis, dan memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional ke depan.