Minyak Jelantah Jadi Sumber Rupiah Bagi Ibu Ibu PKK Batang, Dukung Ekonomi Keluarga dan Lingkungan

Jumat, 13 Juni 2025 | 11:10:53 WIB
Minyak Jelantah Jadi Sumber Rupiah Bagi Ibu-Ibu PKK Batang, Dukung Ekonomi Keluarga dan Lingkungan

JAKARTA - Limbah rumah tangga berupa minyak jelantah kini memiliki nilai ekonomis berkat program inovatif "Minyak Jelantah Jadi Rupiah" yang digagas oleh Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Program ini merupakan hasil kolaborasi strategis dengan PT Gapura Mas Lestari (GML), sebuah perusahaan pengolah limbah minyak jelantah yang berorientasi ekspor.

Program "Minyak Jelantah Jadi Rupiah" secara resmi diluncurkan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara TP PKK Kabupaten Batang dengan PT GML di Pendopo Kabupaten Batang. Program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, tetapi juga menjadi upaya konkret dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Ketua TP PKK Kabupaten Batang, Faelasufa Faiz, menjelaskan bahwa minyak jelantah dikumpulkan secara sukarela oleh kader PKK hingga ke tingkat desa. Program ini juga melibatkan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di wilayah Batang. Hingga saat ini, sudah terkumpul sekitar 1.000 kilogram minyak jelantah dari dua kecamatan, yaitu Tulis dan Kandeman. Kedua kecamatan tersebut sudah memiliki fasilitas bank sampah yang mendukung pengumpulan minyak bekas.

"Kami menargetkan ekspansi program ini ke seluruh 15 kecamatan di Kabupaten Batang pada tahun 2026. Jika hasilnya positif dan berdampak signifikan bagi masyarakat, program ini akan direalisasikan secara menyeluruh di seluruh wilayah Batang," ujar Faelasufa Faiz.

Minyak jelantah yang terkumpul dijual ke PT GML dengan harga Rp7.000 per kilogram. Hasil penjualan minyak jelantah dibagi untuk kas PKK kecamatan serta masyarakat pengumpul, sehingga manfaatnya bisa dirasakan secara langsung. Hal ini menjadi bentuk nyata pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan sederhana namun berdampak besar.

Program ini juga merupakan bagian dari rangkaian edukasi literasi keuangan bertajuk "Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah (Secantiks)" yang mengusung tema "Wujudkan Mimpi, Melangkah Pasti, Perkuat Financial Literacy". Dengan demikian, program "Minyak Jelantah Jadi Rupiah" tidak hanya berfokus pada aspek lingkungan, tetapi juga pada penguatan kapasitas literasi keuangan masyarakat, khususnya ibu-ibu rumah tangga.

CEO PT Gapura Mas Lestari (GML), Heru Fidiyanto, menyambut baik kerja sama tersebut. Ia menegaskan bahwa pengolahan minyak jelantah tidak hanya memberikan manfaat dari sisi lingkungan dan kesehatan, tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat lokal.

"Selain menjaga lingkungan, program ini juga memberdayakan warga. Kami berharap inisiatif ini bisa menginspirasi daerah lain di Indonesia untuk mengadopsi langkah serupa," ungkap Heru Fidiyanto.

PT GML selama ini mengekspor minyak jelantah hasil pengumpulan dari berbagai mitra sebagai bahan baku biodiesel dan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar pesawat berbasis minyak nabati bekas. Mulai tahun ini, perusahaan tersebut meningkatkan standar penyaringan minyak jelantah dengan menurunkan kadar kotoran dari 2 persen menjadi hanya 0,2 persen.

Beberapa mitra besar PT GML dalam program ini meliputi jaringan restoran ternama seperti Hoka-Hoka Bento, A&W, Boga Group, Sushi Tei, serta produsen makanan Dua Kelinci dan sejumlah hotel besar di Indonesia.

Tak hanya dari pihak penyelenggara, manfaat program ini juga dirasakan langsung oleh masyarakat. Ana, salah satu warga Desa Beji, Kecamatan Tulis, mengaku sangat terbantu dengan adanya program pengumpulan minyak jelantah ini.

"Dulu minyak bekas saya buang begitu saja. Sekarang saya kumpulkan, lumayan bisa nambah uang belanja," ujar Ana sambil tersenyum.

Antusiasme warga Batang terhadap program "Minyak Jelantah Jadi Rupiah" cukup tinggi. Hal ini terlihat dari hasil pengumpulan minyak jelantah oleh Pokja PKK Kecamatan Tulis yang berhasil mengumpulkan 40 kilogram hanya dalam dua pekan. Ini menunjukkan bahwa upaya pengumpulan limbah minyak bekas memang memiliki potensi besar untuk dikembangkan.

Program pengumpulan minyak jelantah ini juga mendukung prinsip ekonomi sirkular yang kini mulai diterapkan secara luas dalam berbagai sektor industri di Indonesia. Limbah yang sebelumnya dianggap tidak bernilai kini memiliki peran penting dalam rantai ekonomi berkelanjutan, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dari pencemaran.

Lebih dari itu, Faelasufa Faiz menegaskan komitmen pihaknya untuk terus mendorong edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengelolaan limbah rumah tangga, khususnya minyak bekas. Ia berharap, semakin banyak masyarakat yang sadar dan berpartisipasi aktif dalam program ini agar manfaatnya semakin meluas.

"Melalui kolaborasi ini, kami ingin membangun ekosistem pemberdayaan yang berbasis lingkungan sekaligus mendukung ketahanan ekonomi keluarga," tegas Faelasufa.

Dengan dukungan semua pihak, program "Minyak Jelantah Jadi Rupiah" di Kabupaten Batang diyakini akan menjadi contoh sukses penerapan pemberdayaan masyarakat berbasis lingkungan hidup. Jika dikelola secara konsisten dan diperluas jangkauannya, bukan tidak mungkin Batang bisa menjadi pionir pengumpulan dan pengolahan minyak jelantah di tingkat nasional.

Langkah cerdas ini membuktikan bahwa limbah pun bisa menjadi berkah jika dikelola secara tepat, kreatif, dan kolaboratif.

Terkini