Distribusi Elpiji 3 Kg Picu Polemik, Netizen Kritik Sri Mulyani di Instagram

Selasa, 04 Februari 2025 | 13:53:55 WIB
Distribusi Elpiji 3 Kg Picu Polemik, Netizen Kritik Sri Mulyani di Instagram

JAKARTA – Media sosial kembali menjadi arena pelampiasan kekecewaan publik. Instagram milik Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menjadi sasaran kritik tajam dari netizen. Hal ini terjadi setelah kontroversi kebijakan distribusi gas elpiji 3 kg mencuat. Kebijakan tersebut dinilai menyulitkan masyarakat kecil akibat pembatasan penjualan elpiji subsidi di warung pengecer.

Meskipun secara resmi, aturan ini merupakan kebijakan dari Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, Sri Mulyani tetap menjadi fokus kemarahan publik. Netizen menyoroti komentar beliau yang menyebutkan soal tingginya harga gas elpiji di tingkat pengecer.

Kebijakan Mempersulit Rakyat Kecil

Warga dunia maya memadati kolom komentar di Instagram Sri Mulyani untuk mempertanyakan keputusannya. Banyak yang merasa kebijakan pembatasan distribusi elpiji 3 kg justru menambah beban mereka. Warga menganggap langkah ini tidak memperhatikan kebutuhan esensial rakyat kecil.

Seperti yang ditulis oleh akun b*rl**n*p*tryy_, “Gas kenapa di persulit buk? Kasian emak-emak, bapak-bapak yang sudah sepuh harus nenteng jauh-jauh karena mereka gak ada motor, terus kalaupun yang ada kendaraan sama saja buk jadi mahal soalnya keluar jauh buat belinya bensin mahal, bukan mempermudah ibu malah mempersulit."

Akun lain, dw*kml_, juga menambahkan, “Bu tolong sekali-sekali terjun ke lapangan buat ngantri gas gmna rasanya, saya ngantri ke sana ke sini bawa gas, sudah ngantri panjang ga dapet pula, tolong bikin peraturan yang bijak Bu.”

Mulyani Kaget Harga Gas Mahal

Beberapa waktu lalu, Sri Mulyani menyampaikan rasa terkejut saat menemukan harga elpiji 3 kg di pasar jauh lebih tinggi dari ketetapan pemerintah. Melalui akun Instagram pribadinya @smindrawati, beliau menjelaskan harga elpiji 3 kg seharusnya adalah Rp 12.750 per tabung dari pangkalan resmi Pertamina. Namun, harga tersebut mengalami lonjakan di tangan pengecer.

Pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 30.000 per tabung, mengingat harga asli elpiji 3 kg tanpa subsidi adalah Rp 42.750 per tabung. Sri Mulyani menjelaskan, “Lalu, siapa yang menanggung kelebihan Rp 30.000 per tabung LPG. Pemerintah, melalui Belanja APBN dari pajak yang Anda bayar,” dikutip dari akun Instagramnya.

Publik Tidak Keberatan dengan Harga Tinggi

Tanggapan dari netizen justru berfokus pada ketersediaan barang, bukan sekadar harga. Banyak yang menegaskan bahwa mereka tidak mempermasalahkan harga yang lebih tinggi, selama gas tersebut mudah diakses.

“Bu... Gas susah. Harga Rp20rb nggak masalah buat kami. Yang penting barang ada. Tolong jangan dipersusah hidup kami! Tolong bilangnya sama temen-temen di atas sana. Kembalikan gas seperti biasa. Kami kehabisan waktu hanya untuk antre gas,” ujar akun g*st*_s*str*84.

Netizen lainnya menilai sikap kaget Sri Mulyani sebagai sesuatu yang merugikan masyarakat, dan menuntut kemudahan akses seperti sebelumnya. “Gara-gara nih orang sok pura pura kaget jadi bikin ribet rakyat saja. Padahal sebenernya rakyat mah gapapa beli di pengecer Rp22 ribu-Rp25 ribu tanpa antri antri kaya sekarang. Menteri kok nyusahin terus sih,” tulis *ndys*str's.

Akun nx**nfg* juga berkomentar, merasa aktivitas sehari-hari terganggu oleh kebijakan baru ini, “Mending harga Rp22 ribu beli di warung gampang tinggal jalan deketttt!!! daripada harus ke agen nyari² antrian panjang, itu pun belum tentu dapat! sangat menggangu aktivitas, memakan waktu sama tenaga juga bu! yg harusnya sarapan pagi udah matang dari jam 7, ini malah kudu nyari² gas dulu sampe siang!! ibu yg bikin peraturan rakyat yg kesusahan!!”

Tantangan Kebijakan Publik

Polemik mencerminkan perlu adanya evaluasi kebijakan terkait distribusi elpiji 3 kg, khususnya untuk rakyat kecil. Sangat penting bagi pemerintah untuk memahami dampak langsung kebijakan dan mencari solusi efektif agar tidak menambah kesulitan bagi masyarakat. Pengawasan dan komunikasi yang lebih baik antara pemerintah dan masyarakat diperlukan agar kebijakan yang diterapkan bisa berjalan efektif tanpa mengesampingkan kebutuhan dasar rakyat.

Sehingga, ke depannya, diharapkan tidak hanya Menteri Keuangan melainkan juga semua pemangku kebijakan dapat memperhatikan suara publik secara lebih dalam agar implementasi kebijakan dapat diterima dan dijalani dengan baik oleh masyarakat luas.

Terkini