Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini mengumumkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 yang berhasil mengukur tingkat transparansi dan risiko korupsi di berbagai lembaga pemerintahan di Indonesia.
Berdasarkan hasil survei ini, meskipun terdapat beberapa lembaga yang menunjukkan kinerja baik, secara keseluruhan Indonesia masih tergolong rentan terhadap praktik korupsi, Selasa, 4 Februari 2025.
Mengungguli lembaga-lembaga lainnya, Bank Indonesia tampil sebagai institusi dengan nilai integritas tertinggi. Dengan skor 86,71, Bank Indonesia memimpin dalam indeks integritas tahun ini. Dewan Ketahanan Nasional dan Kementerian Luar Negeri mengikuti di posisi kedua dan ketiga, masing-masing mencatat skor 85,83 dan 85,73.
Selain pencapaian tingkat pusat, ada kabar menggembirakan dari daerah. Pemerintah Kota Pekalongan berhasil meraih posisi teratas sebagai pemerintah daerah dengan integritas tertinggi, mencatat skor 82,25. Hal ini menunjukkan bahwa upaya penguatan integritas di tingkat daerah mulai menunjukkan hasil yang positif.
Namun demikian, di balik pencapaian ini terdapat kenyataan yang mengkhawatirkan. Secara nasional, rata-rata skor SPI hanya mencapai 71,53, mencerminkan bahwa secara umum, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam upaya pemberantasan korupsi. Praktik suap, gratifikasi, dan penyalahgunaan anggaran publik maupun jabatan menjadi tantangan utama yang harus segera diatasi.
Menyikapi hasil survei ini, Kepala KPK, Firli Bahuri, menjelaskan bahwa hasil ini harus menjadi alarm peringatan bagi seluruh pihak. "Hasil survei ini adalah pengingat bahwa kita harus terus memperkuat pengawasan, meningkatkan transparansi, dan mendorong edukasi antikorupsi lebih giat lagi," ungkap Firli.
Langkah Strategis Pemerintah Mengatasi Kerentanan Korupsi
Menanggapi kondisi ini, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengambil langkah strategis dengan membentuk Dewan Pertahanan Nasional (DPN). Melalui Peraturan Presiden Nomor 202 Tahun 2024, lembaga ini resmi dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis di bidang pertahanan nasional termasuk dalam aspek pengawasan dan integritas.
Presiden Prabowo sendiri bertindak langsung sebagai Ketua DPN yang akan bekerja bersama Ketua Harian, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan Sekretaris Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan. Pembentukan DPN ini diharapkan dapat memperkuat kerangka pertahanan dan integritas nasional sebagai respons terhadap tantangan-tantangan geostrategis, geopolitik, dan geoekonomi yang semakin kompleks.
Dengan susunan organisasi yang mencakup pejabat tinggi negara seperti Wakil Presiden, Menteri Luar Negeri, Panglima TNI, hingga Kepala Badan Intelijen Negara, DPN diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam mendorong terciptanya sistem pengawasan yang lebih ketat. Hal ini juga menggantikan keberadaan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) yang sebelumnya diatur oleh Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1999.
Imbauan untuk Memperkuat Edukasi Antikorupsi
Para pakar dan pegiat antikorupsi menegaskan bahwa selain perbaikan sistem, edukasi antikorupsi juga harus diperkuat mulai dari tingkat sekolah hingga ke instansi pemerintahan. Hal ini ditegaskan oleh analis kebijakan publik, Ahmad Zakaria, yang mengungkapkan bahwa "edukasi dini tentang integritas adalah kunci dalam membentuk generasi yang lebih tanggap terhadap praktik-praktik korupsi."
Dalam konteks ini, berbagai program edukatif yang melibatkan masyarakat, pelaku usaha, dan kalangan pendidikan harus diprioritaskan untuk memastikan bahwa pencegahan korupsi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi bagian integral dari kesadaran kolektif masyarakat.