JAKARTA - Langkah Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat pendidikan vokasi menandai arah baru strategi nasional pengentasan kemiskinan.
Dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2025, Prabowo menegaskan bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi kunci utama memutus mata rantai kemiskinan yang masih membayangi sebagian masyarakat Indonesia.
Instruksi Presiden ini disampaikan langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno dan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (PM) Muhaimin Iskandar. Melalui kebijakan ini, pemerintah berkomitmen untuk mengintegrasikan sektor pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja agar menghasilkan lulusan yang siap bersaing di pasar tenaga kerja nasional maupun global.
Pendidikan Sebagai Pilar Pengentasan Kemiskinan
Pratikno menjelaskan bahwa Presiden menugaskannya untuk memperkuat sektor pendidikan sebagai bagian dari rangkaian strategi nasional pengentasan kemiskinan. Ia menegaskan bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam membekali masyarakat dengan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri.
“Jadi, Bapak Presiden, sebagai bagian dari rangkaian ratas untuk pengentasan kemiskinan, yang ditugaskan kepada kami adalah memperkuat sektor pendidikan,” ujar Pratikno.
Menurutnya, penguatan pendidikan vokasi bukan hanya soal peningkatan kemampuan teknis, tetapi juga soal peningkatan daya saing bangsa melalui kompetensi yang relevan dengan perkembangan dunia kerja.
Kebijakan ini menjadi langkah nyata pemerintah untuk memastikan bahwa setiap lulusan tidak hanya memiliki ijazah, tetapi juga keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia industri, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dengan demikian, pendidikan menjadi motor penggerak utama dalam mengangkat kesejahteraan masyarakat.
Penyelarasan Dunia Pendidikan dan Kebutuhan Industri
Lebih lanjut, Pratikno menyebutkan bahwa Presiden Prabowo meminta agar pendidikan nasional mampu menyesuaikan antara kebutuhan tenaga kerja dan kemampuan yang diajarkan di sekolah.
“Jadi bagaimana kita mematchingkan antara supply side di sektor pendidikan dengan demand side di sektor tenaga kerja, baik itu tenaga kerja di dalam negeri, maupun tenaga kerja di luar negeri,” tuturnya.
Dalam konteks globalisasi, kemampuan teknis saja tidak cukup. Oleh karena itu, Presiden juga menekankan pentingnya penguasaan bahasa asing dan pemahaman lintas budaya sebagai bekal tambahan bagi generasi muda. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar global yang semakin terbuka.
“Ini mempersiapkan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, baik di level bawah maupun teknologi tinggi, serta juga untuk pekerja migran,” kata Pratikno menambahkan.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berupaya agar lulusan vokasi tidak hanya terampil, tetapi juga memiliki fleksibilitas dan kesiapan mental dalam menghadapi tantangan lintas sektor.
Konsep Sekolah Terintegrasi untuk Pemerataan Pendidikan
Selain memperkuat pendidikan vokasi, Presiden Prabowo juga menugaskan jajarannya untuk mulai memikirkan konsep sekolah terintegrasi di tiap kecamatan. Model sekolah ini diharapkan menjadi pusat pendidikan holistik yang menggabungkan jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK dalam satu kawasan.
Fasilitas yang disiapkan akan mencakup laboratorium sains, bengkel vokasional, serta sarana seni dan olahraga, sehingga peserta didik dapat memperoleh pengalaman belajar yang menyeluruh.
“Pak Presiden juga perintahkan untuk mulai memikirkan sekolah terintegrasi. Kalau sekolah rakyat yang dikawal Menteri Sosial dan Menko PM untuk desil 1 dan 2, lalu ada Sekolah Unggul Garuda, maka sekolah terintegrasi ini diproyeksikan menampung anak-anak dari keluarga desil 3, 4, 5, dan 6,” jelas Pratikno.
Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan pemerataan akses pendidikan sekaligus menekan kesenjangan antarkelompok sosial.
Dengan keberadaan sekolah terintegrasi, anak-anak dari berbagai latar belakang ekonomi akan memperoleh kesempatan yang sama untuk berkembang. Konsep ini juga sejalan dengan visi Prabowo untuk membangun manusia Indonesia yang unggul dan mandiri melalui sistem pendidikan yang lebih adaptif terhadap kebutuhan zaman.
Transformasi Sekolah Menuju Model Terpadu
Pratikno menegaskan bahwa pelaksanaan sekolah terintegrasi tidak seluruhnya dimulai dari pembangunan baru. Pemerintah akan memanfaatkan sekolah yang telah ada untuk dikonversi ke dalam sistem terintegrasi, mengikuti pola keberhasilan Sekolah Unggul Garuda yang saat ini tengah dijalankan.
“Nantinya ada dua, satu utamanya adalah mengkonversi dari sekolah yang ada, seperti skema Sekolah Unggul Garuda. Di Sekolah Unggul Garuda tidak semuanya baru, ada sebagian yang merupakan transformasi dari sekolah existing. Demikian juga yang terintegrasi,” pungkasnya.
Pendekatan ini dinilai efisien karena mengoptimalkan infrastruktur pendidikan yang sudah tersedia, sembari memperbarui kualitas sarana dan kurikulumnya agar sejalan dengan kebutuhan masa depan.
Dengan model ini, pemerintah berupaya mempercepat peningkatan mutu pendidikan tanpa harus menunggu pembangunan baru yang memakan waktu panjang.
Visi Jangka Panjang Pemerintah dalam Pemberdayaan Manusia
Kebijakan Prabowo untuk memperkuat pendidikan vokasi dan mengembangkan sekolah terintegrasi menunjukkan keseriusan pemerintah dalam membangun kualitas manusia Indonesia. Strategi ini tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga penguatan kapasitas manusia sebagai fondasi utama kemajuan bangsa.
Melalui pendidikan vokasi yang adaptif dan sistem sekolah yang inklusif, diharapkan generasi muda Indonesia mampu menjadi pelaku utama dalam pembangunan nasional. Dengan demikian, upaya pengentasan kemiskinan bukan sekadar retorika, tetapi terwujud melalui peningkatan kompetensi, kemandirian, dan daya saing masyarakat.