JAKARTA – Memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) menegaskan peran nyata dalam konektivitas nasional. Hingga saat ini, perusahaan telah menyelesaikan lebih dari 50 proyek infrastruktur jalan, jembatan, dan jalan tol dengan total panjang mencapai 1.220 kilometer yang meningkatkan konektivitas antar daerah di Indonesia. Dampaknya langsung dirasakan masyarakat, yaitu waktu tempuh lebih singkat, biaya logistik menurun, akses layanan publik meningkat, dan ekonomi lokal bergerak. Kontribusi ini sejalan dengan Asta Cita— khususnya pemerataan pembangunan, penguatan logistik, dukungan UMKM dan pariwisata, serta peningkatan kualitas layanan publik menuju Indonesia Emas 2045.
Executive Vice President (EVP) Sekretaris Perusahaan Hutama Karya, Adjib Al Hakim, menyatakan bahwa selama enam dekade, Hutama Karya konsisten menghadirkan infrastruktur yang aman, andal, dan relevan dengan kebutuhan rakyat. “Dari Tol Cawang–Priok pada 1987 hingga Trans Sumatera hari ini, fokus kami adalah menghadirkan konektivitas yang betul-betul memudahkan mobilitas orang dan barang, mendorong ekonomi daerah, serta memperkuat ekosistem layanan publik,” ujarnya.
Trans Sumatera: Tulang Punggung Konektivitas Sumatera
Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) merupakan pengungkit utama ekonomi wilayah barat Indonesia. Jaringan ini terdiri dari 17 ruas sepanjang ±951,69 km yang melintasi delapan provinsi, dengan 14 ruas telah beroperasi dan 3 ruas dalam tahap konstruksi.
Ruas-ruas prioritas mempercepat arus barang, khususnya hasil perkebunan dan industri pengolahan, sekaligus menekan waktu tempuh. Misalnya, Pekanbaru–Dumai memangkas perjalanan sekitar empat jam menjadi ±1,5 jam, sedangkan Terbanggi Besar–Pematang Panggang–Kayu Agung 189,4 km menjadi koridor vital Lampung–Sumatera Selatan.
Pendekatan teknik diterapkan sesuai karakter geologi Sumatera, dari tanah lunak hingga kontur berbukit, agar hasil konstruksi aman, awet, dan efisien pemeliharaannya. Dengan jaringan arteri ini, rantai pasok regional menjadi lebih kompetitif, layanan publik lintas kabupaten/kota lebih mudah dijangkau, dan pelaku usaha lokal memperoleh akses pasar yang lebih luas.
Proyek Tol Strategis di Berbagai Kawasan
Di luar Sumatra, Hutama Karya membangun dan/atau mengoperasikan infrastruktur strategis yang menghubungkan pusat ekonomi dan destinasi wisata. Pembangunan Jalan Tol Nusa Dua-Ngurah RaiBenoa Paket 3 oleh Hutama Karya, dan sekarang dikenal dengan nama Jalan Tol Bali–Mandara sepanjang 12,7 km ini mempermudah mobilitas wisatawan dan logistik pendukung pariwisata menjadi lebih lancar. Tol Cawang–Priok menjadi penanda lompatan teknologi konstruksi perkotaan, Sebagai proyek tol pertama yang menggunakan teknologi Sosrobahu, tol sepanjang 15,66 kilometer ini menjadi pionir konstruksi jembatan tanpa mengganggu lalu lintas secara signifikan. Teknologi revolusioner ini kemudian diadopsi secara global dan menjadi kebanggaan Indonesia di mata dunia.
Hutama Karya juga mendukung Ibu Kota Nusantara (IKN) melalui paket-paket jalan strategis di Kalimantan Timur, yaitu proyek IKN 5B Segmen Jembatan Pulau Balang – Simpang Riko sepanjang 13,275 kilometer, IKN 3A (Hutama – Adhi – Abipraya, KSO) sepanjang 9,275 km, dan IKN 3A-2 (Adhi – Hutama – Nindya – Abipraya, KSO) sepanjang 4,125 km. Jaringan ini dirancang sebagai tulang punggung mobilitas orang dan logistik di ibu kota negara yang baru, sekaligus menghubungkan IKN dengan sentra ekonomi di sekitarnya.
Jembatan Strategis & Ikonik: Membuka Akses, Menggerakkan Ekonomi
Portofolio jembatan Hutama Karya menonjol pada bentang strategis yang menyatukan wilayah, memperlancar layanan publik, dan memantik aktivitas ekonomi baru. Setiap jembatan dirancang sesuai karakter geografis —dengan pilihan bentang dan metode konstruksi yang mempertimbangkan keselamatan, kenyamanan berkendara, dan keandalan struktur jangka panjang.
Jembatan Pulau Balang di Kalimantan Timur menjadi masterpiece teknologi Cable Stayed di Indonesia yang diresmikan pada 2024 lalu. Dengan bentang utama 804 meter, jembatan ini menghubungkan Pulau Balang dengan daratan utama Kalimantan Timur, mempercepat konektivitas antarkawasan dan menjadi simpul penting menuju kawasan strategis. Adapun Jembatan Suramadu menyatukan Jawa–Madura, membuka akses pasar dan layanan dasar yang lebih merata.
Menerapkan teknologi Arch Bridge, Jembatan Rumpiang di Kalimantan Selatan sepanjang 753 meter menghubungkan Marabahan dengan Cerbon menjadi landmark Kabupaten Barito Kuala dan simbol kemajuan infrastruktur Kalimantan Selatan. Adapun Jembatan Youtefa di Papua bukan hanya penghubung transportasi, tetapi juga ikon wisata baru, menumbuhkan kegiatan ekonomi lokal.
Jalan Nasional & Akses ke Daerah
Komitmen pemerataan juga diwujudkan melalui peningkatan jalan nasional yang membuka keterisolasian dan menguatkan konektivitas antarkawasan. Di Papua Barat, ruas Muri–Kwartisore sepanjang ±16 km menghubungkan kampung terpencil ke jaringan transportasi utama sehingga akses layanan publik dan mobilitas barang menjadi lebih cepat. Di Kalimantan Timur, koridor Balikpapan– Samarinda memperkuat pergerakan orang dan logistik di jantung ekonomi provinsi, sekaligus menjadi simpul penting yang menghubungkan kawasan industri, pelabuhan, dan bandara.
Di Jawa Timur, peningkatan akses menuju destinasi seperti Jolosutro–Sendangbiru serta penguatan konektivitas Kalimujur–Jember–Lumajang mendorong pariwisata, distribusi hasil pertanian, dan layanan dasar lintas kabupaten.
Selain itu, pengalaman internasional juga dicatat melalui proyek di Timor Leste, antara lain pembangunan jalan di Oecusse dan Maliana Town Phase 2, yang mendukung konektivitas wilayah perbatasan dan memperkuat peran Indonesia dalam kerja sama infrastruktur kawasan. Secara historis, jejak kompetensi perkotaan Hutama Karya turut terlihat pada Simpang Susun Semanggi (1961–1962)— interchange yang menyatukan koridor Sudirman–Gatot Subroto dan menjadi tonggak pengembangan jaringan jalan modern di Jakarta.
Dampak Ekonomi & Sosial: Manfaat yang Terasa
Pembangunan jaringan jalan dan tol Hutama Karya memberi efisiensi nyata pada logistik nasional, dengan penurunan biaya hingga 30–40% sebagaimana tercermin dari penghematan waktu tempuh dan operasional kendaraan. Di Sumatra, Tol Pekanbaru–Dumai (131 km) memangkas perjalanan dari sekitar 4 jam menjadi ±1,5 jam, sementara koridor Terbanggi Besar–Pematang Panggang–Kayu Agung (±177,22 km) menurunkan waktu tempuh hingga ±40%. Perjalanan Medan–Jakarta yang sebelumnya sekitar 30 jam kini dapat ditempuh sekitar 20 jam berkat keterhubungan antarruas JTTS. Pada dimensi ketenagakerjaan, setiap ruas menyerap ±400–700 pekerja selama konstruksi, dengan prioritas rekrutmen lokal ±60%; total serapan tenaga kerja di proyek JTTS mencapai lebih dari 8.000 orang, dan secara kumulatif lintas proyek sebesar 15.000 orang.
Dampak turunan turut terlihat pada UMKM dan pariwisata: akses bahan baku dan pasar menjadi lebih cepat dimana sebelum adanya tol ini perlu memakan waktu yang signifikan untuk mecapai daerah tujuan, serta destinasi di koridor tol/konektivitas jembatan strategis lebih terjangkau—misalnya, setelah beroperasinya Tol Bali Mandara (±12,70 km), kunjungan wisatawan ke Bali tercatat meningkat hingga ±20% pada periode awal operasional. Perbaikan akses juga mempercepat layanan publik—mobilitas tenaga kesehatan, pendidik, distribusi kebutuhan dasar, hingga rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap— sehingga manfaat konektivitas terasa langsung bagi masyarakat di kota maupun pelosok.
Keselamatan, Kualitas, dan Teknologi yang Relevan
Keandalan infrastruktur Hutama Karya bertumpu pada penerapan standar keselamatan dan mutu yang konsisten, disertai pemilihan teknologi yang relevan dengan karakter proyek. Pada koridor bergambut, perhatian utama diberikan pada peningkatan daya dukung tanah dan perkuatan struktur perkerasan guna menjaga umur layanan (pavement life). Sementara itu, di kawasan berbukit dilakukan upaya stabilisasi lereng untuk menjamin keamanan dan mencegah potensi longsoran. Di kawasan perkotaan padat, metode konstruksi dirancang agar gangguan terhadap lalu lintas selama pekerjaan tetap minimal.
Tahap perencanaan hingga pengawasan lapangan menerapkan Building Information Modeling (BIM) guna meningkatkan akurasi perhitungan, memperjelas visualisasi, serta mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Penerapan teknologi digital konstruksi terkini—seperti Machine Control System, Pass-Count Compaction System, Levelling Automation serta analitik data mutu—memperkuat pengendalian kualitas sejak awal pelaksanaan hingga pasca konstruksi. Proses inspeksi dan pemantauan berbasis data, termasuk pemanfaatan wahana tanpa awak, mempercepat survei sekaligus menyediakan informasi akurat yang menjadi dasar penerapan strategi pemeliharaan prediktif. Dengan kombinasi tersebut, aspek keselamatan, mutu, dan efisiensi dapat terjamin, sehingga infrastruktur yang dihasilkan tetap aman, berkualitas tinggi, serta optimal dalam operasi dan pemeliharaan
Arah 2025–2045: Komitmen Berkelanjutan untuk Indonesia Maju
Menatap dua dekade ke depan, Hutama Karya menegaskan komitmennya untuk menghadirkan manfaat nyata bagi masyarakat sekaligus memperkuat daya saing ekonomi nasional. Sejalan dengan agenda besar Asta Cita, perusahaan terus menuntaskan pembangunan JTTS hingga seluruh koridor beroperasi penuh. Sejumlah ruas strategis saat ini tengah dikerjakan, seperti Kayu Agung–Palembang–Betung, Junction Pekanbaru–Bypass Pekanbaru, serta beberapa segmen lain yang akan menjadi tulang punggung arteri logistik di Sumatera.
Penyelesaian jalan tol ini membutuhkan dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan. Dengan kolaborasi yang erat, jaringan JTTS akan segera terhubung sepenuhnya, membuka aksesibilitas dan konektivitas yang lebih lancar, efisien, dan berdaya saing, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi serta pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Sumatra.
Untuk memperkuat konektivitas lintas Wilayah, Hutama Karya melalui PT Hutama Mambelim Trans Papua (HMTP) akan mengejar penyelesaian bagian jaringan Trans Papua yang dapat menjadi tulang punggung integrasi Indonesia Timur melalui pembangunan Segmen Mamberamo-Elelim dari segmen ketiga dari Ruas Jayapura-Wamena yang berlokasi di Provinsi Papua Pegunungan dan membentang sepanjang 50,14 km. Di sisi operasi, penerapan smart infrastructure berbasis Internet of Things (IoT) akan dioptimalkan pada aset-aset baru—mulai dari monitoring real-time, manajemen lalu lintas otomatis, hingga pemeliharaan prediktif—dengan target peningkatan efisiensi hingga ±25%. Komitmen keberlanjutan ditegaskan melalui pemanfaatan material ramah lingkungan dan target net zero emission pada 2060. Seluruh agenda ini diiringi pemberdayaan UMKM dan tenaga kerja lokal, termasuk peningkatan kapasitas SDM setempat agar nilai tambah ekonomi kian merata. Hutama Karya juga membuka peluang ekspansi internasional di kawasan ASEAN dan Pasifik—melanjutkan pengalaman di Timor Leste—untuk memperluas kontribusi konektivitas Indonesia di tingkat regional.
Dengan arah ini, Hutama Karya menargetkan manfaat yang semakin terukur: waktu tempuh yang konsisten, keselamatan yang lebih baik, dan biaya logistik yang kian efisien. Dampak akhirnya adalah kesejahteraan yang lebih merata—dari kota sampai pelosok.
“Kami berfokus pada hasil yang dirasakan masyarakat. Infrastruktur harus mempermudah hidup, mendorong usaha, dan memperkuat layanan publik. Dengan kolaborasi pemerintah pusat–daerah, BUMN, swasta, dan masyarakat, kami melanjutkan kerja-kerja konektivitas menuju Indonesia yang Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju.” tutup Adjib Al Hakim, EVP Sekretaris Perusahaan Hutama Karya.