JAKARTA - Perbaikan gizi tidak bisa dilihat sebagai program sesaat. Kesehatan masyarakat yang berkelanjutan membutuhkan pendekatan jangka panjang, mulai dari masa kehamilan hingga lanjut usia. Setiap tahap kehidupan memiliki kebutuhan gizi yang berbeda, sehingga intervensi harus dilakukan secara terintegrasi agar kualitas hidup dan produktivitas masyarakat meningkat.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menekankan pentingnya strategi perbaikan gizi berbasis siklus hidup. Pendekatan ini bukan hanya fokus pada anak-anak, tetapi juga melibatkan ibu hamil, bayi, remaja, hingga lansia. Ketua Tim Kerja Gizi Kemenkes, Yuni Zahraini, menyebutkan bahwa strategi tersebut menjadi fondasi untuk memastikan setiap kelompok usia mendapatkan intervensi yang tepat.
“Pendekatan siklus hidup sangat penting untuk memastikan setiap kelompok usia mendapat intervensi dan edukasi yang sesuai,” ujar Yuni. Menurutnya, perbaikan gizi memerlukan edukasi yang praktis dan mudah dipahami masyarakat. Salah satunya melalui media visual seperti piring makan sehat, takaran bahan makanan, serta alat bantu edukatif lainnya yang bisa diterapkan di posyandu maupun sekolah.
- Baca Juga Nikmati Lezatnya Menu Marugame Udon
Yuni menekankan, pemahaman gizi yang benar harus ditanamkan secara konsisten di setiap tahap kehidupan. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat mengaplikasikan prinsip gizi seimbang dalam kehidupan sehari-hari, dari ibu hamil hingga lansia.
Selain itu, Yuni juga menyoroti peran Dana Desa dalam mendukung penyediaan makanan tambahan di posyandu. Ia menilai inisiatif ini sebagai langkah nyata yang membantu meningkatkan status gizi masyarakat sekaligus memperlihatkan kontribusi desa dalam pembangunan kesehatan.
“Kami mengapresiasi kepala desa yang sudah mengalokasikan Dana Desa untuk program gizi. Ini bukti nyata kontribusi desa dalam meningkatkan status gizi masyarakat,” kata Yuni.
Dalam implementasinya, kearifan lokal juga menjadi faktor penting. Yuni mendorong penggunaan bahan pangan bergizi yang dekat dengan pola konsumsi masyarakat, seperti bubur kacang hijau atau bubur ayam dengan sayuran. Menu sederhana namun bernutrisi ini lebih mudah diterima masyarakat sekaligus sesuai dengan kebiasaan konsumsi lokal.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat Daya (PBD), Naomi Netty Howai, menekankan bahwa perbaikan gizi menjadi salah satu prioritas pembangunan kesehatan di wilayah tersebut. Pemerintah daerah berkomitmen melaksanakan intervensi gizi yang tepat sasaran dan berbasis data.
“Program perbaikan gizi ini menjadi fokus kami, terutama melalui Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK),” jelas Naomi. Program ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil, bayi, dan balita, yang menjadi fondasi generasi emas 2045.
Untuk mendukung program ini, pemerintah provinsi telah menganggarkan Rp3,303 miliar bagi setiap kabupaten/kota. Anggaran ini digunakan untuk memastikan pelaksanaan Program 1.000 HPK berjalan optimal, mulai dari penyediaan makanan tambahan hingga edukasi gizi bagi masyarakat.
Selain penganggaran, monitoring dan evaluasi juga menjadi bagian penting dari strategi perbaikan gizi. Hasil evaluasi digunakan sebagai dasar penyusunan rencana tindak lanjut agar program bisa dijalankan lebih efektif dan berkelanjutan. Kegiatan monitoring dan evaluasi yang berlangsung pada 18–20 Agustus 2025 di enam daerah di PBD bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan dalam menargetkan intervensi gizi secara cepat dan akurat.
“Tujuan akhirnya adalah memastikan program perbaikan gizi benar-benar berdampak nyata, sehingga lahir generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkualitas,” pungkas Naomi.
Dengan pendekatan ini, perbaikan gizi tidak hanya menjadi program kesehatan masyarakat, tetapi juga investasi jangka panjang untuk mencetak generasi yang produktif dan berkualitas. Mulai dari edukasi sederhana di posyandu, pemanfaatan pangan lokal, hingga dukungan Dana Desa, seluruh langkah ini dirancang untuk memastikan setiap warga mendapatkan nutrisi yang memadai sesuai tahap kehidupannya.
Dalam konteks yang lebih luas, intervensi gizi berbasis siklus hidup juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan desa harus bersinergi agar program berjalan optimal. Pendekatan ini diharapkan mampu menutup kesenjangan gizi antarwilayah dan menjadikan perbaikan gizi sebagai bagian dari pembangunan manusia yang berkelanjutan.
Dengan demikian, perbaikan gizi bukan sekadar memberi tambahan makanan atau vitamin. Lebih dari itu, ini adalah strategi komprehensif yang menyasar seluruh lapisan masyarakat, dari ibu hamil hingga lansia, untuk membentuk generasi sehat dan berkualitas.