JAKARTA - Kementerian Perhubungan menegaskan komitmennya untuk menuntaskan proses deregulasi dan harmonisasi regulasi angkutan barang pada akhir 2025. Langkah ini diharapkan menjadi fondasi bagi pencapaian target Zero Over Dimension Over Load (ODOL) pada 2027, sekaligus menciptakan transportasi darat yang lebih efisien dan aman.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Aan Suhanan, menegaskan pentingnya menyelaraskan berbagai regulasi yang selama ini masih tumpang tindih atau belum memadai. “Saya berharap deregulasi peraturan sebelum 2026 harus sudah selesai, tidak ada lagi regulasi yang bertentangan. Target yang sudah kita tentukan di akhir 2025 serta target uji coba pengawasan dan penindakan hukum dapat dilakukan di bulan Juni 2026,” ujar Aan dalam Focus Group Discussion bertema Deregulasi dan Harmonisasi Peraturan untuk Meningkatkan Efektivitas Penanganan Kendaraan Lebih Dimensi dan Lebih Muatan di Jakarta.
Sejumlah aturan menjadi fokus evaluasi untuk mendukung kebijakan ODOL. Salah satunya adalah ketentuan tarif angkutan barang, yang saat ini masih ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan umum. Direktur Angkutan Jalan, Muiz Thohir, menegaskan perlunya kajian teknis dan akademis agar tarif angkutan barang memiliki batas atas dan bawah yang jelas, demi keadilan dan keselamatan di jalan.
“Diperlukan kajian teknis dan akademis dalam menetapkan tarif angkutan barang batas atas dan bawah. Kami bekerja sama dengan pihak terkait untuk bersama-sama merumuskan penetapan tarif batas atas dan batas bawah agar lebih berkeadilan, menciptakan persaingan sehat, dan mendukung keselamatan lalu lintas,” jelas Muiz.
Selain tarif, harmonisasi PP 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan menjadi prioritas lain. Evaluasi menyasar aspek jumlah berat dan dimensi kendaraan angkutan barang, termasuk Jumlah Berat yang Diizinkan (JBI), Jumlah Berat yang Diperbolehkan (JBB), Jumlah Berat Kombinasi yang Diizinkan (JBKI), dan Jumlah Berat Kombinasi yang Diperbolehkan (JBKB). Harmonisasi ini mempertimbangkan perkembangan teknologi kendaraan agar regulasi tetap relevan.
Direktur Sarana dan Keselamatan Transportasi Jalan, Yusuf Nugroho, menekankan bahwa pembaruan JBI dan JBKI akan menyesuaikan teknologi kendaraan dan kelas jalan. “Kami berkeinginan agar JBI yang sudah ada saat ini bisa diperbaiki untuk menyesuaikan perkembangan teknologi. Kami saat ini sudah menyiapkan instrumen regulasi petunjuk tentang klasifikasi JBI dan JBKI sesuai dengan teknologi kendaraan dan kelas jalan yang saat ini berlaku,” jelas Yusuf.
Evaluasi regulasi tidak hanya dilakukan oleh Kemenhub. Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR turut meninjau pengaturan Muatan Sumbu Terberat (MST) dan kelas jalan. Proses ini memperhitungkan beban ekuivalen serta kualitas jalan terkini agar implementasi ODOL lebih efektif dan tidak merusak infrastruktur.
Dukungan lintas kementerian juga diberikan oleh Kemenko Infrastruktur & Pembangunan Kewilayahan. Deputi Bidang Koordinasi Konektivitas, Odo R.M. Manuhutu, menegaskan target penyelesaian deregulasi pada akhir 2025 atau paling lambat Juni 2026. Dengan regulasi yang jelas, pengusaha angkutan barang dan pemilik barang memiliki waktu satu tahun untuk menyesuaikan diri sebelum implementasi penuh pada Januari 2027.
“Jadi aturan dan regulasi kita selesaikan semua pada akhir tahun ini. Sehingga 2026 sudah paham apa yang harus dilakukan karena definisi kebijakan dan aturan sudah inline, serta regulasinya bisa disosialisasikan agar pengusaha angkutan barang maupun pemilik barang punya waktu satu tahun untuk memahami dan mematuhi peraturan,” pungkas Odo.
Upaya deregulasi dan harmonisasi ini dipandang strategis untuk mengurangi pelanggaran kendaraan over dimension dan over load, yang selama ini menjadi penyebab kerusakan jalan dan risiko kecelakaan. Penyusunan tarif yang jelas, penyesuaian JBI dan JBKI dengan teknologi kendaraan, serta pengaturan MST dan kelas jalan diharapkan menciptakan ekosistem angkutan barang yang lebih sehat, adil, dan aman.
Dengan harmonisasi regulasi, pemerintah juga menargetkan terciptanya persaingan usaha yang sehat di sektor angkutan barang. Tarif yang adil dan pengawasan yang ketat diharapkan mendorong perusahaan transportasi dan pengemudi untuk mematuhi aturan, sehingga mengurangi praktik ODOL yang merugikan semua pihak.
Rencana ini, bila berhasil, akan menjadi landasan transformasi transportasi darat Indonesia. Regulasi yang selaras dengan teknologi kendaraan dan kebutuhan infrastruktur diharapkan dapat mendukung mobilitas barang yang efisien, aman, dan berkelanjutan, serta memperkuat konektivitas antarwilayah di seluruh tanah air.
Dari perspektif pengawasan, implementasi ODOL bukan sekadar penegakan hukum, tetapi juga bagian dari strategi keselamatan jalan, efisiensi logistik, dan perlindungan infrastruktur publik. Pemerintah berharap dengan deregulasi dan harmonisasi peraturan selesai pada akhir 2025, uji coba pengawasan dapat dimulai pada pertengahan 2026, sehingga seluruh pemangku kepentingan siap menjalankan aturan baru pada awal 2027.
Dengan begitu, transformasi angkutan barang di Indonesia tidak hanya soal penegakan batas dimensi dan muatan, tetapi juga menyangkut aspek keselamatan, keadilan tarif, dan modernisasi regulasi yang berpihak pada perkembangan teknologi dan kebutuhan infrastruktur.