JAKARTA - Indonesia menghadapi perjalanan panjang dan penuh tantangan dalam mewujudkan kemandirian energi nasional. Di tengah tekanan global dan dinamika ekonomi yang terus berubah, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya keras menyusun dan melaksanakan strategi yang mampu memperkuat ketahanan energi demi masa depan yang lebih berdaulat dan berkelanjutan.
Kepala Biro Perencanaan Kementerian ESDM, mengungkapkan berbagai kendala yang harus dihadapi, mulai dari penyediaan energi yang merata hingga pengurangan ketergantungan pada energi fosil. Dalam acara Energy and Mining Editor Society (E2S) Retreat 2025 yang digelar di Bogor pada Sabtu, 9 Agustus 2025, ia menyatakan, “Saat ini, tantangan kita masih banyak. Penyediaan energi yang merata di daerah terpencil dan pulau-pulau kecil, hingga mengurangi dominasi konsumsi energi fosil.”
Meski menghadapi beragam hambatan, pemerintah mencatat kemajuan dengan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) yang mencapai 14,6 persen pada 2024. Capaian ini menjadi pijakan penting menuju target yang lebih ambisius, yakni 23 persen bauran EBT pada 2025 dan pencapaian Net Zero Emission pada 2060. Komitmen ini menegaskan arah Indonesia menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan.
Namun, permasalahan subsidi energi masih menjadi beban berat. Subsidi diperkirakan akan meningkat hingga Rp 197,75 triliun pada tahun depan, naik dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, ketergantungan impor minyak masih tinggi, mencapai 313 juta barel pada 2024, yang terdiri dari 112 juta barel minyak mentah dan 201 juta barel bahan bakar minyak (BBM). Kerugian devisa yang ditimbulkan dari impor ini diperkirakan mencapai Rp 523 triliun, angka yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional.
Untuk mengatasi berbagai kendala ini, Kementerian ESDM menjalankan sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah reaktivasi sumur minyak yang sebelumnya tidak aktif, sebanyak 4.495 sumur, sekaligus memperluas eksplorasi sumber energi di wilayah Indonesia Timur. Teknologi mutakhir seperti fracking dan enhanced oil recovery juga mulai diterapkan guna meningkatkan produksi minyak nasional, dengan target ambisius mencapai satu juta barel per hari pada tahun 2030.
Selain minyak, sektor gas juga mendapat perhatian khusus. Pembangunan pipa transmisi gas Cisem sepanjang 325 kilometer dan Dusem sepanjang 555 kilometer sedang diprioritaskan, guna memastikan pasokan gas dari Aceh hingga Jawa. Proyek ini diharapkan mampu mengurangi impor LPG bersubsidi sekaligus memperluas akses jaringan gas rumah tangga ke berbagai wilayah.
Upaya lain yang dirancang adalah program konversi dari LPG ke jaringan gas, yang diperkirakan dapat menghemat subsidi hingga Rp 630 miliar per tahun dan mengurangi devisa impor LPG lebih dari Rp 1 triliun. Langkah ini menunjukkan sinergi antara penguatan ketahanan energi dan efisiensi anggaran negara.
Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi fokus utama dalam visi energi berkelanjutan. Rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik hingga 42,6 gigawatt pada tahun 2034 meliputi sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, hidro, angin, panas bumi, bioenergi, dan bahkan nuklir. Dalam rangka mendukung target ini, pemerintah menerapkan kebijakan moratorium pembangunan pembangkit listrik tenaga uap baru serta pengurangan secara bertahap pembangkit batu bara, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022.
Selain itu, hilirisasi mineral menjadi salah satu pilar strategis dalam memperkuat daya saing industri nasional dan menambah nilai tambah produk lokal. Nikel, yang merupakan bahan utama baterai kendaraan listrik, menunjukkan lonjakan ekspor signifikan dari 3,3 miliar dolar Amerika Serikat pada 2017 menjadi 33,9 miliar dolar Amerika Serikat pada 2024. Potensi besar pasar global baterai kendaraan listrik yang diperkirakan mencapai 500 miliar dolar Amerika Serikat pada tahun 2030.
Hilirisasi juga diterapkan pada komoditas lain seperti bauksit, tembaga, timah, emas, dan batubara untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta meningkatkan penerimaan negara. Langkah ini tidak hanya memperkuat industri dalam negeri, tetapi juga mendukung kemandirian ekonomi dan energi nasional.
Di akhir paparannya, Ia menekankan bahwa pencapaian swasembada energi hanya mungkin diwujudkan melalui kolaborasi dan sinergi yang erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat luas. “Kami ingin membangun sistem energi yang berdaulat, berkelanjutan, dan berkeadilan. Ini adalah perjuangan bersama demi masa depan Indonesia,” tutupnya.
Melalui berbagai strategi, teknologi, dan kebijakan yang terintegrasi, Indonesia terus melangkah mantap menuju kemandirian energi. Perjalanan ini memang tidak mudah, namun dengan komitmen dan kerja sama semua pihak, harapan akan Indonesia yang mandiri secara energi dapat segera terwujud.