Pajak E Commerce Tak Berlaku untuk Usaha Mikro

Selasa, 05 Agustus 2025 | 12:03:19 WIB
Pajak E Commerce Tak Berlaku untuk Usaha Mikro

JAKARTA - Di tengah dinamika pertumbuhan ekonomi digital, kekhawatiran pelaku usaha mikro terhadap kebijakan pajak e-commerce akhirnya dijawab langsung oleh pemerintah. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan bahwa kebijakan ini tidak ditujukan bagi pelaku usaha mikro yang berjualan di platform daring.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan, menyampaikan bahwa pelaku usaha dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta tidak akan terdampak oleh kebijakan ini. Artinya, mayoritas pelaku usaha mikro yang memanfaatkan marketplace untuk menjual produknya tetap bisa beroperasi tanpa beban pajak tambahan.

“So far sih enggak ya. Karena yang dibebankan itu kan terhadap mereka yang omzet tahunan itu di atas Rp500 juta. Hal yang di bawah itu sih enggak ya,” ungkap Iqbal saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta.

Menurut Iqbal, batasan omzet tersebut sudah mencerminkan keadilan dalam pengenaan pajak. Jika omzet tahunan sudah menembus angka Rp500 juta, maka pelaku usaha tersebut tidak lagi tergolong mikro, melainkan masuk ke kategori usaha kecil atau menengah.

"Di atas Rp500 juta kan berarti kan bukan usaha mikro, ya usaha kecil dan menengah, yang omzetnya di atas itu setahun," tandasnya.

Penataan Sistem Perpajakan Digital

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari penataan sistem perpajakan digital yang semakin kompleks. Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor Pusat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Sri Mulyani menegaskan bahwa tidak ada kewajiban baru yang dibebankan kepada pelaku usaha daring.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah hanya menunjuk platform digital seperti Shopee dan Tokopedia sebagai pihak pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Tujuannya adalah untuk mempermudah administrasi dan memperjelas sistem perpajakan di ekosistem digital yang terus berkembang.

"Penunjukan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pihak pemungut PPh Pasal 22. Kebijakan ini hadir sebagai upaya pemerintah untuk memperkuat kepastian hukum dan memberikan kemudahan administrasi perpajakan bagi pelaku usaha daring, tanpa menambah kewajiban baru," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK.

Dasar Aturan dan Peran Marketplace

Kebijakan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang resmi berlaku sejak 14 Juli 2025. Dalam regulasi tersebut, marketplace ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi yang dilakukan oleh pedagang yang memenuhi syarat tertentu.

Marketplace tidak lagi hanya berfungsi sebagai platform perantara antara penjual dan pembeli, tetapi juga sebagai mitra strategis pemerintah dalam hal pemungutan pajak. Ini menjadi langkah nyata dalam memperkuat tata kelola fiskal di era digital.

Pemerintah juga menekankan bahwa implementasi kebijakan dilakukan secara bertahap dan berbasis data, agar sistem perpajakan lebih inklusif dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Pungutan Berlaku 0,5 Persen dari Omzet

Sesuai dengan PMK 37/2025, pelaku usaha daring yang memiliki omzet lebih dari Rp500 juta per tahun akan dikenai pemungutan pajak sebesar 0,5 persen dari omzet kotor. Yang dimaksud omzet kotor adalah nilai total penjualan sebelum dikurangi diskon atau potongan lainnya.

Ketentuan ini hanya berlaku jika pedagang telah menyampaikan laporan omzet kepada platform tempat mereka berjualan. Jika tidak ada laporan omzet, maka pemungutan tidak dilakukan. Ini memberikan ruang bagi pedagang untuk mengklarifikasi posisi usaha mereka sebelum dikenai pajak.

Marketplace seperti Tokopedia dan Shopee tidak menjadi pihak yang menanggung beban pajak tersebut. Mereka hanya bertugas sebagai pemungut dan penyetor pajak ke negara.

Pedagang pun diwajibkan untuk menyampaikan surat pernyataan omzet kepada marketplace. Berdasarkan dokumen ini, pemungutan PPh mulai dilakukan pada bulan berikutnya, sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) dalam PMK 37/2025.

"Tanpa ada tambahan kewajiban baru. Jadi, ini lebih memfasilitasi secara administrasi, tidak ada kewajiban baru," pungkas Sri Mulyani.

Keadilan Pajak di Era Digital

Langkah ini dinilai penting sebagai respons terhadap perkembangan pesat perdagangan melalui sistem elektronik. Dengan batas minimal omzet Rp500 juta per tahun sebagai kriteria, kebijakan ini dinilai tidak akan membebani pelaku usaha kecil yang masih dalam tahap awal tumbuh.

Pendekatan pemerintah yang mengedepankan data dan administrasi yang tertib juga diharapkan bisa memperkuat kepastian hukum dalam sektor perdagangan digital. Di sisi lain, pelaku usaha mikro yang mayoritas masih beroperasi dengan skala kecil bisa tetap tumbuh tanpa tekanan fiskal berlebih.

Dengan demikian, pengenaan pajak e-commerce diposisikan lebih sebagai upaya modernisasi sistem perpajakan nasional daripada penambahan beban baru bagi masyarakat.

Terkini

OPPO Pad SE: Pilihan Cerdas untuk Anak dan Orang Tua

Selasa, 05 Agustus 2025 | 14:37:48 WIB

Xiaomi Redmi Turbo 5 Usung Chipset Baru dan Baterai Jumbo

Selasa, 05 Agustus 2025 | 14:40:56 WIB

Samsung Galaxy A17 5G Siap Meluncur di Indonesia

Selasa, 05 Agustus 2025 | 14:43:35 WIB

iPhone di Bawah 10 Juta yang Masih Worth It 2025

Selasa, 05 Agustus 2025 | 15:07:34 WIB

Penyeberangan Selat Bali Diatur Berdasarkan Bobot Kendaraan

Selasa, 05 Agustus 2025 | 13:27:08 WIB