Kementerian ESDM Bahas Aturan Tarif LPG 3 Kg

Selasa, 15 Juli 2025 | 09:20:57 WIB
Kementerian ESDM Bahas Aturan Tarif LPG 3 Kg

JAKARTA - Rencana penyesuaian tarif LPG 3 kilogram melalui skema satu harga masih dalam tahap pembahasan intensif oleh pemerintah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan, keputusan final terkait kebijakan tarif LPG subsidi tersebut belum diambil karena proses penyusunan aturan masih berjalan.

“Aturannya lagi dibahas kok. Aturannya masih dibahas, kalau sudah selesai, baru kami akan sampaikan ya,” ujar Bahlil.

Kementerian ESDM diketahui tengah melakukan revisi dua regulasi penting, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019, yang akan menjadi landasan pemberlakuan skema satu harga untuk LPG 3 kg pada 2026.

Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan pemerataan harga LPG di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah menilai adanya disparitas harga di berbagai daerah masih menjadi persoalan klasik, terutama di wilayah terpencil dan kepulauan, sehingga perlu intervensi lewat kebijakan tarif tunggal agar akses energi tetap adil.

“Langkah ini untuk memberi rasa keadilan bagi setiap wilayah. Kebijakan tersebut menyasar masyarakat yang kurang mampu,” terang Bahlil.

Namun demikian, Bahlil juga menegaskan bahwa pengawasan terhadap distribusi LPG, khususnya di tingkat pengecer, masih menjadi tantangan. Ia mengakui kebocoran distribusi LPG subsidi acapkali terjadi akibat lemahnya pengawasan di lapangan.

Di sisi lain, pemerintah juga menyiapkan skema transformasi subsidi LPG 3 kg agar lebih tepat sasaran. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah mengalihkan pola subsidi dari barang menjadi subsidi langsung kepada masyarakat penerima manfaat.

“Transformasi subsidi akan dilakukan berbasis penerima manfaat, dengan mempertimbangkan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi sosial dan ekonomi masyarakat,” imbuhnya.

Dalam kesempatan tersebut, Bahlil turut mengungkapkan bahwa anggaran subsidi LPG pada tahun anggaran 2026 diperkirakan berada di kisaran Rp80 triliun hingga Rp87 triliun. Ia menegaskan angka tersebut masih bersifat proyeksi lantaran pembahasan mengenai asumsi anggaran belum dituntaskan.

“Masih range, karena asumsinya kan kita lagi bahas,” ujarnya singkat.

Dukungan terhadap rencana kebijakan LPG satu harga juga disampaikan PT Pertamina Patra Niaga, selaku pihak yang ditunjuk untuk mendistribusikan gas LPG bersubsidi. Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, memastikan pihaknya siap menjalankan arahan pemerintah, khususnya ketika regulasi teknis sudah diputuskan.

“Jika nanti sudah ditetapkan regulasinya, kami selaku pelaksana penugasan tentu siap mengikuti kebijakan yang ditetapkan pemerintah,” kata Heppy.

Ia menjelaskan, saat ini Pertamina menyalurkan LPG 3 kg berdasarkan harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan oleh masing-masing pemerintah daerah. HET ini sering kali membuat harga jual LPG subsidi berbeda-beda, tergantung lokasi distribusi.

“Dengan munculnya rencana pemerintah menjalankan program LPG satu harga, saat ini posisi Pertamina masih menanti regulasi yang akan mengatur tataran teknisnya,” ungkap Heppy.

Lebih lanjut, Pertamina berharap kebijakan yang akan diberlakukan dapat disertai dengan sistem pengawasan dan verifikasi data yang baik. Hal ini untuk memastikan LPG bersubsidi benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak, sekaligus mencegah potensi penyimpangan di tingkat pengecer.

Sementara itu, wacana pengaturan ulang subsidi energi ini juga menjadi perhatian publik lantaran menyangkut kebutuhan masyarakat banyak, khususnya kelompok ekonomi rentan. Sejumlah pengamat menilai langkah pemerintah mengkaji ulang penyaluran subsidi LPG patut diapresiasi, tetapi eksekusinya harus memperhatikan aspek ketepatan sasaran agar tidak memberatkan kelompok miskin.

Dalam diskusi publik yang digelar pekan lalu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyebutkan, penyaluran subsidi LPG 3 kg selama ini banyak dinikmati kelompok yang tidak berhak. Ia mendorong pemerintah mempercepat pembenahan sistem distribusi sekaligus memperjelas kriteria penerima manfaat.

“Kami melihat transformasi subsidi menjadi berbasis penerima manfaat itu langkah penting, selama data penerimanya akurat dan pengawasan berjalan efektif,” ujar Mamit.

Rencana kebijakan LPG satu harga bukan hal baru dalam sektor energi Indonesia. Pemerintah sebelumnya juga menerapkan skema serupa untuk BBM jenis Premium dan Solar melalui program BBM Satu Harga di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Skema tersebut secara umum diapresiasi publik meski dalam implementasinya masih ditemui tantangan distribusi.

Kini, publik menunggu kejelasan mekanisme satu harga untuk LPG 3 kg. Dengan beban subsidi mencapai puluhan triliun rupiah per tahun, langkah penyesuaian harga disertai transformasi subsidi dinilai sebagai keniscayaan dalam menjaga keadilan akses energi serta kesinambungan fiskal negara.

Pemerintah memastikan proses pembahasan regulasi LPG satu harga dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Hasil akhir dari regulasi ini akan menentukan arah kebijakan subsidi LPG yang selama ini menjadi penopang kebutuhan energi rumah tangga masyarakat kecil di Indonesia.

Terkini