JAKARTA - Pemerintah mencatatkan kenaikan harga batu bara acuan (HBA) pada awal Juli 2025, memperlihatkan tren positif setelah beberapa waktu mengalami penurunan. Berdasarkan data resmi, HBA periode pertama bulan Juli 2025 ditetapkan sebesar 107,35 dolar AS per ton atau sekitar Rp1,74 juta (dengan asumsi kurs Rp16.200 per dolar AS). Kenaikan ini mencapai 8,74 dolar AS (setara Rp141.700) dibandingkan periode sebelumnya pada akhir Juni yang tercatat di angka 98,61 dolar AS per ton.
Lonjakan harga tersebut menjadi sinyal pemulihan pasar energi global, yang sempat dibayangi oleh pelemahan permintaan dan ketidakpastian ekonomi. Di saat bersamaan, sejumlah faktor teknikal dan geopolitik turut mendorong optimisme terhadap harga komoditas energi, termasuk batu bara.
Kenaikan Tertinggi Sejak Mei 2025
Peningkatan HBA pada awal Juli ini sekaligus mencatatkan rekor tertinggi dalam dua bulan terakhir. Harga ini menghapus tren stagnan yang terjadi sepanjang pertengahan kuartal II 2025, di mana harga acuan cenderung bergerak di bawah 100 dolar AS per ton.
Penetapan HBA dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) setiap bulan sebagai referensi harga jual batu bara untuk ekspor dan juga sebagai dasar perhitungan royalti. Penyesuaian harga ini mempertimbangkan berbagai faktor eksternal seperti harga batu bara global, permintaan pasar internasional, serta kondisi produksi domestik.
Aktivitas Pertambangan Tetap Stabil
Kenaikan HBA ini juga berdampak positif terhadap aktivitas tambang di berbagai daerah, termasuk di Aceh Barat, yang dikenal sebagai salah satu kantong produksi batu bara nasional. Di kawasan ini, aktivitas alat berat dan pengangkutan batu bara tampak tetap berlangsung lancar.
Sejumlah pekerja pertambangan menyatakan bahwa meskipun cuaca sempat menjadi tantangan di awal Juli, operasi tetap dilakukan secara bertahap demi menjaga target produksi harian. Kenaikan HBA tentu memberikan dorongan positif terhadap margin usaha, terlebih di tengah biaya produksi yang juga mengalami penyesuaian akibat fluktuasi harga bahan bakar dan logistik.
Permintaan Global Mulai Pulih
Peningkatan harga batu bara dunia dipengaruhi oleh membaiknya permintaan dari negara-negara konsumen utama seperti India, Tiongkok, dan Jepang. Negara-negara ini tengah bersiap menghadapi musim panas, di mana kebutuhan akan energi listrik dari pembangkit batu bara biasanya meningkat signifikan.
Selain itu, gangguan pasokan dari negara pengekspor utama seperti Australia dan Rusia juga menyebabkan permintaan beralih ke produsen lain, termasuk Indonesia. Ketegangan geopolitik dan kebijakan lingkungan di berbagai negara juga membuat pasokan batu bara menjadi terbatas, sehingga mendorong harga global.
Perhitungan HBA: Kombinasi Harga Global
Sebagai informasi, perhitungan HBA dilakukan dengan menggabungkan empat indeks harga batu bara internasional utama, yaitu:
Indonesia Coal Index (ICI),
Platts,
Newcastle Export Index (NEX), dan
Globalcoal Newcastle Index.
Setiap indeks memiliki bobot tertentu dan kemudian dirata-rata untuk menghasilkan HBA yang menjadi acuan resmi. Dengan harga HBA Juli mencapai 107,35 dolar AS per ton, maka terjadi penguatan harga yang cukup signifikan, mencerminkan sentimen positif terhadap komoditas ini.
Efek Terhadap Penerimaan Negara
Kenaikan harga HBA tentu berdampak langsung terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor pertambangan. Semakin tinggi harga jual batu bara, semakin besar kontribusi royalti dan kewajiban lainnya yang disetorkan ke kas negara oleh pelaku usaha tambang.
Hal ini menjadi kabar baik bagi pemerintah yang tengah berupaya menjaga stabilitas fiskal di tengah tantangan ekonomi global. Sektor batu bara sendiri masih menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar dari sektor energi dan sumber daya mineral.
Keberlanjutan dan Tantangan Lingkungan
Meskipun kenaikan harga membawa dampak positif secara ekonomi, perhatian terhadap dampak lingkungan dari eksploitasi batu bara tetap menjadi isu utama. Pemerintah melalui Kementerian ESDM terus mendorong perusahaan tambang untuk menerapkan praktik tambang berkelanjutan dan bertanggung jawab, termasuk dalam hal reklamasi lahan dan pengelolaan limbah.
Selain itu, komitmen Indonesia dalam transisi energi menuju sumber yang lebih bersih tetap menjadi agenda jangka panjang. Batu bara masih akan menjadi bagian dari bauran energi nasional dalam waktu dekat, namun secara bertahap akan dikurangi seiring pengembangan energi terbarukan.
Kesimpulan: Sinyal Positif, Tapi Tetap Waspada
Kenaikan harga batu bara acuan (HBA) pada awal Juli 2025 menjadi sinyal positif bagi pelaku industri tambang, serta memperkuat posisi Indonesia sebagai eksportir batu bara terbesar dunia. Dengan harga menembus level 107,35 dolar AS per ton, produsen batu bara mendapatkan ruang lebih besar untuk menggenjot produksi dan menambah kontribusi terhadap ekonomi nasional.
Namun demikian, tren harga komoditas seperti batu bara sangat dipengaruhi oleh dinamika global yang sulit diprediksi. Oleh karena itu, pengusaha tambang dan pemerintah perlu tetap waspada, serta menyeimbangkan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam mengelola kekayaan alam bangsa.