Kemenkes Siapkan Langkah Cegah Obesitas Anak

Jumat, 11 Juli 2025 | 10:28:38 WIB
Kemenkes Siapkan Langkah Cegah Obesitas Anak

JAKARTA - Pemerintah terus meningkatkan upaya preventif dalam menekan angka kegemukan dan obesitas pada anak. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengambil langkah strategis melalui sinergi lintas kementerian, termasuk dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), untuk mengendalikan paparan iklan produk tinggi gula, garam, dan lemak (GGL) yang menyasar anak-anak.

Langkah ini bukan semata-mata soal pembatasan iklan di media, namun bagian dari pendekatan holistik untuk membangun generasi sehat demi menyongsong visi Indonesia Emas 2045. Dalam pendekatan tersebut, seluruh pihak, mulai dari kementerian, lembaga pengawasan, hingga dunia pendidikan turut dilibatkan untuk menyentuh berbagai sisi kehidupan anak dan remaja.

Kolaborasi Lintas Sektor Demi Anak Sehat

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan bahwa pembatasan iklan makanan dan minuman tinggi GGL adalah bagian dari amanat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Peraturan tersebut menekankan pentingnya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular, termasuk melalui regulasi iklan dan promosi produk konsumsi.

“Ini sangat penting karena anak-anak kini sangat dekat dengan media digital. Mereka bisa dengan mudah terpapar iklan makanan tidak sehat, yang akhirnya memengaruhi pilihan konsumsinya sehari-hari,” ungkap Nadia dalam sebuah webinar di Jakarta.

Menurutnya, kerja sama dengan Komdigi menjadi krusial karena platform digital menjadi ruang utama tempat anak-anak mengakses informasi, termasuk promosi makanan. Pembatasan itu diharapkan bisa menekan tren peningkatan kasus obesitas, yang kerap dimulai sejak usia dini.

Angka Kegemukan dan Obesitas Anak Naik

Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi anak usia 5–12 tahun yang mengalami kelebihan berat badan (overweight) mencapai 11,9 persen. Sementara itu, anak yang tergolong obesitas tercatat sebesar 7,8 persen. Ini menjadi alarm serius mengingat tren ini dapat berlanjut hingga usia dewasa dan memicu berbagai penyakit kronis.

“Semua ini bisa menimbulkan penyakit yang kompleks, mulai dari jantung, stroke, diabetes, kanker, hingga masalah fertilitas seperti PCOS (Polycystic Ovary Syndrome),” papar Nadia.

Ia menegaskan bahwa penyakit-penyakit tersebut bersifat katastropik—penyakit dengan biaya tinggi dan dampak besar terhadap produktivitas. Namun, karena obesitas tidak terjadi seketika, maka masih ada ruang dan waktu untuk melakukan intervensi pencegahan sejak dini.

Obesitas Bisa Dicegah, Penanganan Paling Murah

Siti Nadia menambahkan bahwa obesitas sebenarnya adalah salah satu isu kesehatan yang paling murah dari sisi penanganan, asalkan dicegah sejak awal. Perubahan gaya hidup sederhana seperti membatasi konsumsi makanan tidak sehat, rajin berolahraga, dan melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat menjadi solusi efektif.

“Obesitas itu hal yang paling murah dan mudah untuk ditangani. Cukup dengan tadi—membatasi konsumsi, olahraga, dan aktivitas fisik,” ujarnya.

Untuk mendeteksi dini kasus-kasus kegemukan dan obesitas pada anak sekolah, Kemenkes juga mendorong pemanfaatan program Cek Kesehatan Gratis (CKG). Menurut Nadia, data dari program ini bisa memberikan gambaran lebih menyeluruh terkait prevalensi masalah gizi dan berat badan anak-anak di Indonesia.

“Saya yakin nanti kita mesti lihat lagi, apakah angka dari CKG ini akan jauh lebih tinggi dari data SKI,” imbuhnya.

Sinergi Dengan BPOM, Kemenkeu, dan Kemendikbud

Langkah pengendalian obesitas tak hanya berhenti pada pembatasan iklan. Kemenkes juga bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam memberikan labelisasi dan edukasi makanan sehat, agar masyarakat bisa lebih memahami kandungan produk yang mereka konsumsi.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun dilibatkan untuk menyiapkan skema cukai terhadap produk tinggi GGL. Selain sebagai instrumen pengendalian konsumsi, kebijakan cukai ini juga dinilai berpotensi meningkatkan pemasukan negara.

“Kami juga bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk menyampaikan edukasi soal pangan sehat di sekolah dan mendorong anak-anak lebih aktif secara fisik,” jelas Nadia.

Melalui sinergi ini, diharapkan ada transformasi menyeluruh dalam budaya konsumsi masyarakat—bukan hanya dari sisi perorangan, tapi juga secara kolektif, dimulai dari lingkungan sekolah dan keluarga.

Harapan Lewat Program Makan Gratis

Nadia menyinggung harapan besar yang juga tertumpu pada program makan gratis yang saat ini tengah dikembangkan. Menurutnya, jika dikelola dengan baik, program ini bisa menjadi sarana strategis dalam menyediakan makanan sehat dan bergizi bagi anak-anak.

“Melalui program makan gratis, kami berharap Badan Gizi Nasional juga dapat menyediakan makanan yang lebih sehat dan tentunya bermanfaat dari sisi gizinya,” tutupnya.

Menuju Generasi Emas yang Sehat

Dengan proyeksi Indonesia menjadi negara maju pada 2045, fokus pada kesehatan generasi muda menjadi mutlak. Penanganan obesitas sejak dini menjadi pondasi untuk menciptakan masyarakat yang produktif, tangguh, dan minim beban penyakit.

Pendekatan kolaboratif lintas kementerian dan pemanfaatan teknologi digital diharapkan dapat menjadi strategi jangka panjang dalam menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak secara optimal. Karena pada akhirnya, mencetak generasi emas tak bisa dilepaskan dari jaminan kesehatan yang kuat sejak usia dini.

Terkini

Olahraga Pagi Efektif Bakar Lemak

Jumat, 11 Juli 2025 | 10:50:28 WIB

Cara Sadap WA Pasangan Tanpa Ketahuan

Jumat, 11 Juli 2025 | 13:44:40 WIB

Dokter Jelaskan Bahaya Skincare Bermerkuri

Jumat, 11 Juli 2025 | 13:54:29 WIB