Gejala Kanker Empedu Sering Diabaikan, Kata Dokter

Rabu, 09 Juli 2025 | 13:34:47 WIB
Gejala Kanker Empedu Sering Diabaikan, Kata Dokter

JAKARTA - Meski tergolong langka, kanker empedu termasuk penyakit yang berbahaya karena gejalanya sering tak disadari hingga mencapai stadium lanjut. Penyakit ini umumnya berkembang secara diam-diam, sehingga banyak pasien baru mendapatkan diagnosis setelah sel kanker menyebar atau menimbulkan komplikasi serius.

Dokter Spesialis Hematologi Onkologi Prof. DR. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM, menegaskan pentingnya mengenali gejala awal serta faktor risikonya. Menurutnya, kesadaran masyarakat untuk menjalani pemeriksaan berkala sangatlah penting karena kanker empedu memiliki fase awal yang nyaris tanpa keluhan.

“Penting untuk dipahami bahwa memiliki satu atau lebih faktor risiko bukan berarti pasti terkena kanker, namun kewaspadaan dan pemeriksaan rutin sangat disarankan,” jelas Ikhwan dalam temu media di Jakarta.

Ia menjelaskan bahwa gejala awal yang kerap muncul antara lain nyeri di perut kanan atas, penyakit kuning (ikterus), urine berwarna gelap, tinja pucat, mual, serta penurunan berat badan tanpa sebab. Gejala tambahan seperti gatal-gatal juga bisa terjadi, terutama jika saluran empedu telah tersumbat akibat perkembangan tumor.

Nyeri yang dirasakan biasanya disebabkan oleh pembesaran tumor yang menekan jaringan saraf di sekitar kandung empedu. Karena itu, gejala baru terasa saat kanker sudah berkembang cukup besar.

Jika sumbatan di saluran empedu terus berlanjut, tubuh akan mengalami peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Hal ini memicu perubahan warna kulit dan mata menjadi kuning, serta gatal-gatal yang mengganggu kenyamanan penderita.

“Makin besar (tumor), dia menutup saluran perut. Nanti jadinya kena kuning, karena makin kuning makin tinggi pula kadar kuningnya, dan penyakit kuning itu nantinya yang membuat badan jadi gatal-gatal,” jelas Ikhwan.

Selain perubahan warna kulit, pasien juga bisa mengalami demam dan penurunan nafsu makan. Kondisi ini diperparah oleh gangguan penyerapan lemak akibat sumbatan di saluran empedu, yang kemudian memengaruhi berat badan dan kondisi tubuh secara keseluruhan.

Prof. Ikhwan menambahkan bahwa pada umumnya, stadium awal kanker saluran empedu tidak menunjukkan gejala apa pun. Inilah yang membuat penyakit ini sulit dideteksi secara dini tanpa pemeriksaan medis yang memadai.

Untuk itulah, deteksi dini menjadi kunci penting dalam menekan angka kematian akibat kanker empedu. Pemeriksaan menggunakan teknologi pencitraan seperti USG, CT scan, MRI, serta tes fungsi hati diperlukan untuk memastikan adanya kelainan sejak tahap awal.

Terkait penanganannya, Ikhwan menekankan bahwa terapi kanker empedu sangat kompleks dan tidak bisa dilakukan secara tunggal. Penanganan ideal harus melibatkan tim medis multidisiplin (multidisciplinary team/MDT), yang terdiri dari berbagai tenaga kesehatan dengan spesialisasi berbeda.

"Tenaga kesehatan dalam tim multidisiplin terlibat dalam rujukan, diagnosis, penanganan bedah dan pemberian obat-obatan, manajemen pasca pemberian terapi, serta uji klinis untuk pendekatan terapi baru," tuturnya.

Tim ini umumnya melibatkan hepatolog (spesialis hati), onkolog (dokter kanker), ahli bedah, patolog, hingga nurse navigator, yang berperan penting dalam mendampingi pasien menjalani seluruh rangkaian terapi.

Ikhwan juga menyoroti perkembangan inovasi dalam pengobatan kanker, khususnya di Indonesia. Saat ini, pendekatan imunoterapi yang dikombinasikan dengan kemoterapi sudah mulai tersedia dan menunjukkan efektivitas dalam menekan pertumbuhan sel kanker.

“Kombinasi ini memperkuat sistem imun sekaligus menyerang sel kanker secara langsung, membuka harapan baru bagi pasien stadium lanjut dalam meningkatkan kelangsungan hidup,” paparnya.

Pengobatan berbasis imunoterapi dianggap sebagai salah satu terobosan medis terbesar dalam dekade terakhir karena mekanismenya yang berbeda dari kemoterapi konvensional. Pendekatan ini memungkinkan sistem kekebalan tubuh pasien lebih aktif melawan sel kanker, sehingga efek samping lebih minimal dan potensi keberhasilan meningkat.

Meski demikian, Ikhwan tetap menekankan pentingnya skrining dan edukasi masyarakat untuk mengenali gejala awal. Dengan tingkat kesadaran yang lebih tinggi, diharapkan lebih banyak kasus dapat terdeteksi pada stadium awal, ketika peluang kesembuhan masih besar.

Ia juga menyinggung bahwa batu empedu menjadi salah satu faktor risiko utama terjadinya kanker empedu. Oleh sebab itu, pasien dengan riwayat batu empedu kronis sebaiknya rutin memeriksakan kondisi kesehatannya, terutama jika muncul gejala-gejala yang disebutkan sebelumnya.

Faktor risiko lain yang turut meningkatkan kemungkinan terkena kanker empedu meliputi usia lanjut, jenis kelamin perempuan, riwayat peradangan kandung empedu kronis, serta paparan bahan kimia tertentu.

Dalam konteks pelayanan kesehatan, pendekatan multidisiplin dan terapi berbasis inovasi menjadi harapan baru bagi pasien kanker empedu di Indonesia. Namun tanpa partisipasi aktif masyarakat untuk mendeteksi dini dan menerapkan gaya hidup sehat, upaya pengendalian penyakit ini akan sulit tercapai.

Sebagai penutup, Prof. Ikhwan kembali menegaskan bahwa kesadaran masyarakat terhadap potensi kanker empedu harus ditingkatkan, karena penyakit ini sering kali datang tanpa tanda yang jelas. Pemeriksaan rutin dan pemahaman mengenai gejalanya menjadi langkah awal dalam mengurangi angka kematian akibat kanker yang bisa dicegah ini.

Terkini

3 Wisata Alam Hits di Lombok Timur

Rabu, 09 Juli 2025 | 13:31:53 WIB

Gejala Kanker Empedu Sering Diabaikan, Kata Dokter

Rabu, 09 Juli 2025 | 13:34:47 WIB

KAI Daop 4 Aktif Cegah Gangguan Rel KA

Rabu, 09 Juli 2025 | 13:39:34 WIB

iPhone 15 dan 15 Plus Turun Harga, Pilih Mana

Rabu, 09 Juli 2025 | 14:33:34 WIB

Samsung Galaxy Watch8 Hadir dengan Asisten Suara AI

Rabu, 09 Juli 2025 | 14:36:48 WIB