Sri Mulyani Didorong Bahas Alokasi Pendidikan di DPR

Selasa, 08 Juli 2025 | 12:34:43 WIB
Sri Mulyani Didorong Bahas Alokasi Pendidikan di DPR

JAKARTA - Dorongan untuk menggelar pembahasan khusus mengenai alokasi anggaran pendidikan kembali mencuat di parlemen. Komisi XI DPR RI mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri PPN/Bappenas untuk hadir dalam rapat mendalam membahas distribusi dan efektivitas penggunaan anggaran pendidikan yang telah menyentuh angka triliunan rupiah.

Desakan ini dilandasi oleh keprihatinan sejumlah anggota DPR atas pelaksanaan mandat konstitusi, di mana 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dialokasikan untuk sektor pendidikan. Meski demikian, berbagai catatan ketimpangan dalam distribusinya masih menjadi sorotan utama.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, menilai penting untuk menyelenggarakan rapat khusus dengan dua kementerian utama guna memastikan bahwa kebijakan anggaran pendidikan benar-benar mencerminkan semangat pemerataan.

“Kemarin itu ada masukan-masukan dari anggota, terkait penguatan kebijakan pelaksanaan anggaran pendidikan yang 20 persen. Jadi hanya mengingatkan Menteri Sri Mulyani dan Menteri Rachmat Pambudy untuk menyiapkan diri pada masa sidang yang akan datang untuk satu kesempatan membahas hal ini secara solid,” ujar Dolfie saat rapat kerja di Gedung DPR.

Senada, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengungkapkan bahwa dirinya juga telah menerima mandat dari ketua umum partainya agar mengawal khusus pembahasan anggaran pendidikan.

“Anggaran pendidikan mandat konstitusi 20% ini nanti di masa sidang yang akan datang untuk dibuatkan sesi khusus,” tegas Misbakhun.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa DPR ingin agar penggunaan dana pendidikan, yang jumlahnya sangat besar, digunakan secara adil dan merata. Isu ketimpangan menjadi kekhawatiran besar, apalagi menjelang tahun anggaran baru.

Anggaran Pendidikan Capai Rp761 Triliun di RAPBN 2026

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026, pemerintah menargetkan alokasi dana pendidikan berkisar antara Rp727 triliun hingga Rp761 triliun. Angka tersebut konsisten dengan kebijakan mandatory spending sebesar 20 persen dari APBN.

Dalam rapat paripurna DPR pada 20 Mei 2025 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa dana pendidikan ini akan digunakan untuk mendorong kualitas dan daya saing pendidikan Indonesia.

“Dana tersebut nantinya akan digunakan untuk menghadirkan pendidikan yang bermutu dan berdaya saing melalui penguatan sekolah unggulan, sekolah rakyat, perbaikan sarana dan prasarana, peningkatan angka partisipasi kasar PAUD dan perguruan tinggi, penguatan kualitas tenaga pengajar, serta penguatan vokasional,” jelasnya.

Namun demikian, realisasi penggunaan dana sebesar itu menimbulkan pertanyaan di kalangan legislatif. Salah satu persoalan yang dianggap belum tertangani secara optimal adalah ketimpangan alokasi antara pendidikan kedinasan dan pendidikan umum.

Ketimpangan Pendidikan Jadi Sorotan

Sorotan tajam terhadap ketimpangan anggaran disampaikan oleh Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng, yang menyebutkan bahwa porsi dana untuk pendidikan kedinasan jauh lebih besar dibanding pendidikan dasar hingga tinggi, padahal jumlah penerimanya jauh lebih kecil.

“Pendidikan dasar sampai menengah itu Rp33,5 triliun, pendidikan tinggi Rp57,7 triliun. Totalnya Rp91,2 triliun. Sementara pendidikan kedinasan Rp104,5 triliun. Siapa yang menikmati? Hanya 13 ribu orang. Ini yang saya namakan pendidikan tidak berkeadilan,” kritik Mekeng.

Padahal, pendidikan umum yang menjangkau sekitar 62 juta siswa hanya mendapat porsi 22 persen dari total anggaran pendidikan nasional, sedangkan pendidikan kedinasan mendapat sekitar 39 persen. Bagi DPR, kondisi tersebut dinilai menciptakan ketimpangan sistemik.

Lebih lanjut, Mekeng juga menyoroti belum meratanya pembangunan fasilitas pendidikan di berbagai wilayah Indonesia. Banyak sekolah di daerah terpencil masih kekurangan ruang kelas layak, fasilitas penunjang, hingga tenaga pendidik.

“Pemerataan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan masih menjadi tantangan, di mana masih banyak sekolah rusak, ruang kelas tidak layak, dan keterbatasan fasilitas di berbagai daerah,” tegasnya.

Isu kesejahteraan guru pun menjadi bagian dari perhatian serius. Mekeng menggarisbawahi bahwa guru di daerah terpencil masih banyak yang menghadapi keterlambatan gaji, kekurangan pelatihan, serta tidak jelasnya status kerja.

“Kesejahteraan dan kapasitas guru adalah kunci pendidikan bermutu. Jika guru terus dikesampingkan, kita tidak akan pernah mencapai pendidikan yang merata dan berkualitas,” tandasnya.

Bonus Demografi Jadi Tantangan

Indonesia saat ini berada di masa bonus demografi, dengan sebagian besar penduduk berada dalam usia produktif. DPR mengingatkan bahwa peluang ini hanya bisa dimanfaatkan secara maksimal bila kualitas pendidikan diperkuat sejak dini dan merata di semua wilayah.

Tanpa pemerataan akses pendidikan yang baik, bonus demografi justru bisa menjadi bumerang bagi pembangunan nasional ke depan. Oleh karena itu, DPR menegaskan bahwa momentum pembahasan khusus tentang arah dan pemerataan anggaran pendidikan tidak boleh disia-siakan.

Dalam waktu dekat, Komisi XI akan menjadwalkan sesi khusus dengan Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Bappenas untuk menindaklanjuti berbagai usulan dan kritik tersebut.

Terkini

iPhone 13 Turun Harga Jadi Rp8 Jutaan per Juli 2025

Selasa, 08 Juli 2025 | 13:32:01 WIB

Galaxy S25 Plus FE Bakal Lebih Tipis dan Canggih

Selasa, 08 Juli 2025 | 13:35:04 WIB

Harga OPPO A60 Turun, Spek Tetap Gahar

Selasa, 08 Juli 2025 | 13:38:05 WIB

IWIP Cetak Talenta Muda untuk Industri Nikel

Selasa, 08 Juli 2025 | 13:45:04 WIB