Gejala flek paru-paru sering kali tidak disadari sejak awal, padahal penyakit ini bisa berkembang serius jika tidak ditangani dengan tepat.
Flek paru-paru, atau yang dikenal secara medis sebagai tuberkulosis (TB), merupakan kondisi yang risikonya dapat meningkat akibat gaya hidup tertentu, terutama kebiasaan merokok.
Merokok secara aktif memang diketahui menjadi salah satu pemicu utama timbulnya gangguan pada sistem pernapasan, termasuk infeksi paru-paru. Namun, bukan hanya rokok yang menjadi faktor pemicunya.
Masih ada berbagai penyebab lain yang dapat memperbesar kemungkinan seseorang terinfeksi tuberkulosis.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebar melalui udara.
Penularannya terjadi saat seseorang menghirup percikan dahak atau air liur dari penderita TB yang batuk, bersin, atau bahkan berbicara. Meski begitu, penularan tidak terjadi secara instan.
Umumnya, dibutuhkan kontak dekat dan intens dalam jangka waktu tertentu agar bakteri benar-benar menyebar ke tubuh orang lain.
Apa saja sebenarnya hal-hal yang meningkatkan risiko seseorang terkena tuberkulosis? Dalam ulasan ini akan dibahas berbagai penyebab serta langkah-langkah pencegahan yang bisa dilakukan agar terhindar dari gejala flek paru-paru.
Faktor Risiko Flek Paru-paru yang Harus Diwaspadai
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Risiko seseorang terpapar penyakit ini akan meningkat jika mereka memiliki kontak erat dan dalam jangka waktu lama dengan individu yang sudah terinfeksi, seperti anggota keluarga yang tinggal serumah.
Beberapa hal yang turut memperbesar kemungkinan seseorang terjangkit penyakit ini antara lain:
Kebiasaan Merokok
Individu yang merokok secara aktif memiliki peluang lebih besar mengalami gangguan pada sistem pernapasan, termasuk terkena penyakit ini.
Aktivitas merokok terbukti memperburuk kondisi paru-paru dan menjadi salah satu penyebab munculnya infeksi serius. Meski demikian, proses penularan penyakit ini tidak terjadi secepat infeksi flu biasa.
Daya Tahan Tubuh Melemah
Ketika sistem imun seseorang tidak bekerja secara optimal, tubuh menjadi rentan terhadap berbagai infeksi, termasuk infeksi bakteri penyebab tuberkulosis.
Kondisi seperti ini membuat tubuh tidak cukup kuat untuk menghadang penyebaran bakteri, sehingga infeksi mudah terjadi dan berkembang menjadi penyakit.
Kelompok dengan daya tahan tubuh rendah mencakup mereka yang hidup dengan HIV/AIDS, pengidap diabetes, pasien kanker atau gangguan ginjal, orang yang menjalani kemoterapi, serta individu yang mengalami kekurangan gizi.
Konsumsi Alkohol Berlebihan
Tak hanya merokok, konsumsi alkohol secara berlebihan juga meningkatkan risiko seseorang terserang penyakit ini.
Selain memperbesar peluang terjadinya infeksi bakteri, konsumsi alkohol yang tidak terkendali juga berkaitan dengan peningkatan risiko gangguan kesehatan lainnya yang menyerang tubuh.
Kondisi Tempat Tinggal
Lingkungan tempat seseorang tinggal dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kerentanan terhadap penyakit ini.
Mereka yang tinggal di kawasan dengan kepadatan penduduk tinggi memiliki kemungkinan lebih besar untuk terpapar infeksi.
Kurangnya sanitasi dan kebersihan lingkungan turut memperbesar risiko penyebaran bakteri penyebab penyakit ini. Jika seseorang tinggal berdekatan dengan penderita, maka peluang penularan pun akan meningkat secara signifikan.
Jenis Profesi
Beberapa pekerjaan juga membawa risiko lebih tinggi terhadap penularan penyakit ini.
Contohnya, tenaga medis yang secara rutin berinteraksi langsung dengan pasien penderita penyakit ini memiliki kemungkinan lebih besar untuk terinfeksi, karena intensitas kontak yang tinggi dengan sumber penularan.
Kelompok Usia Rentan
Meskipun semua orang bisa terjangkit, penyakit ini lebih mudah menyerang individu dari kelompok usia tertentu.
Anak-anak dan orang lanjut usia termasuk kategori yang paling rentan karena sistem kekebalan tubuh mereka cenderung belum berkembang sempurna atau telah melemah seiring bertambahnya usia.
Gejala Flek Paru-paru
Pada dasarnya, tubuh manusia memiliki mekanisme alami untuk melawan zat asing, termasuk bakteri penyebab tuberkulosis.
Individu dengan sistem imun yang baik cenderung mampu menekan infeksi tersebut sehingga tidak langsung menunjukkan gejala flek paru-paru.
Namun, ketika daya tahan tubuh melemah, bakteri bisa berkembang dan menimbulkan berbagai keluhan kesehatan. Beberapa tanda umum infeksi bakteri ini meliputi:
- Batuk terus-menerus yang berlangsung lebih dari dua minggu.
- Batuk yang mengandung dahak atau bahkan darah.
- Rasa nyeri pada dada saat menarik napas.
- Napas terasa pendek atau sesak.
- Tubuh terasa lesu dan tidak bertenaga.
- Berat badan turun secara drastis tanpa sebab jelas.
- Kelelahan berkepanjangan.
- Demam yang tidak kunjung reda.
- Keringat berlebihan di malam hari.
- Menggigil.
- Hilangnya nafsu makan.
Karena gejala-gejala tersebut mirip dengan keluhan penyakit lainnya, sangat penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter, terlebih jika kamu merasa lebih berisiko terhadap infeksi ini.
Penanganan sejak dini akan mempermudah proses pengobatan dan mencegah komplikasi serius yang mungkin terjadi akibat gejala dari flek paru-paru yang tidak ditangani tepat waktu.
Pemeriksaan dan Pengobatan Flek Paru-paru
Jika kalian mengalami gejala tuberkulosis, sebaiknya segera datang ke dokter atau klinik terdekat untuk melakukan pemeriksaan, baik melalui uji dahak maupun tes molekuler cepat.
Nantinya, dokter akan menetapkan diagnosis tuberkulosis berdasarkan temuan bakteri tahan asam (BTA) dari setidaknya satu sampel yang diperiksa.
Jika kalian terdiagnosis positif mengalami tuberkulosis, maka dokter akan memberikan resep obat antituberkulosis yang harus dikonsumsi sesuai jangka waktu yang ditentukan.
Selain menyembuhkan, pengobatan tuberkulosis juga memiliki sejumlah tujuan penting, di antaranya:
- Menjaga kualitas hidup penderita.
- Menghindari kematian akibat tuberkulosis atau dampak lanjutannya.
- Mencegah terjadinya kekambuhan penyakit.
- Menghambat penyebaran infeksi ke individu lain.
- Mencegah berkembangnya resistensi obat dan penyebarannya.
Obat antituberkulosis yang diberikan oleh dokter biasanya terdiri dari kombinasi empat jenis obat agar tidak menimbulkan resistensi. Jenis obat yang digunakan antara lain:
- Ethambutol.
- Isoniazid.
- Pyrazinamide.
- Rifampicin.
- Streptomycin.
Sementara itu, pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase, yaitu fase awal dan lanjutan.
Pada tahap awal, pengobatan diberikan selama dua bulan untuk mengurangi jumlah bakteri penyebab tuberkulosis dalam tubuh. Jika dikonsumsi dengan disiplin selama dua minggu pertama, potensi penularan penyakit akan jauh lebih rendah.
Sementara itu, pengobatan lanjutan bertujuan untuk menuntaskan sisa bakteri yang masih ada, sehingga penderita bisa benar-benar sembuh dan tidak mengalami kekambuhan. Tahap lanjutan ini berlangsung selama empat bulan.
Penting untuk diingat bahwa obat antituberkulosis harus diminum sesuai anjuran medis. Bila tidak, infeksi akan lebih sulit diatasi karena bakteri bisa menjadi kebal terhadap obat.
Seperti halnya pengobatan lainnya, konsumsi obat antituberkulosis bisa menimbulkan efek samping, seperti ruam kulit, rasa gatal, mual, nyeri perut, kulit menguning, dan urin yang berubah warna menjadi kemerahan.
Tuberkulosis yang tidak segera ditangani bisa mengakibatkan kerusakan permanen pada paru-paru dan menyebabkan berbagai komplikasi lainnya, seperti radang otak, gangguan pada hati, ginjal, jantung, hingga tulang belakang.
Segera periksakan diri ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat bila mengalami gejala tuberkulosis agar mendapatkan diagnosis dan perawatan yang sesuai.
Flek Paru-paru dan Tuberkolosis, Sama atau Berbeda?
Salah satu pertanyaan yang kerap muncul di masyarakat adalah “apakah flek paru-paru sama dengan tuberkulosis?”, terutama karena penyakit ini cukup sering ditemukan di lingkungan sekitar kita di Indonesia.
Berdasarkan informasi dari situs resmi P2P Kementerian Kesehatan RI, laporan Global TB Report 2021 mencatat bahwa terdapat sekitar 824.000 kasus tuberkulosis di Indonesia.
Ini menunjukkan bahwa tuberkulosis termasuk salah satu penyakit dengan jumlah penderita yang tinggi di Indonesia.
Lalu, muncul pertanyaan, “apakah flek paru-paru itu sama dengan tuberkulosis?” Jawabannya adalah ya. Menurut penjelasan Elsinda Eka Sari di situs Sehatq, istilah flek paru-paru sebenarnya merupakan sebutan lain dari penyakit tuberkulosis (TBC).
Secara medis, tuberkulosis merupakan infeksi pada paru-paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Walaupun umumnya menyerang paru-paru, bakteri ini juga bisa menyebar ke organ lain seperti kulit, otak, tulang, kelenjar getah bening, dan sebagainya.
Dikutip dari laman Healthline, Alana Biggers dan Rachel Nall mengulas bahwa tuberkulosis adalah penyakit yang sangat mudah menular, terutama jika sudah menyerang paru-paru.
Karena penyebarannya yang cepat, tidak heran jika angka kematian akibat penyakit ini tergolong tinggi di dunia.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 1,5 juta orang meninggal akibat tuberkulosis pada tahun 2020.
Penyakit ini bahkan tercatat sebagai penyebab kematian ke-13 terbanyak di dunia dan menjadi infeksi menular penyebab kematian tertinggi kedua setelah Covid-19.
Penularan tuberkulosis pun terbilang mudah, salah satunya melalui individu yang telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri ini juga dapat bersembunyi di dalam tubuh tanpa menimbulkan gejala, kondisi ini disebut sebagai tuberkulosis laten. Pada fase ini, infeksi bisa tetap tidak aktif selama bertahun-tahun sebelum kemudian berkembang menjadi tuberkulosis aktif.
Sebagai penutup, segera periksa kesehatan jika mengalami gejala flek paru-paru agar penanganan bisa dilakukan sejak dini dan risiko komplikasi dapat dicegah.