Beragam jenis KB telah diperkenalkan sebagai langkah untuk mengatasi potensi lonjakan jumlah penduduk.
Tujuan dari program Keluarga Berencana ini bukan untuk mengurangi populasi secara drastis, melainkan untuk mengatur angka kelahiran agar generasi yang lahir memiliki kualitas yang lebih baik.
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai apa itu KB, mengapa penting, serta apa saja metode yang tersedia dan masih diakui secara hukum sampai saat ini. Simak penjelasan selengkapnya mengenai jenis KB yang umum digunakan.
Jenis KB yang Bisa Dilakukan oleh Sebuah Keluarga
Dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) aktif melakukan sosialisasi serta mendorong masyarakat untuk menentukan salah satu metode dari berbagai jenis KB yang tersedia.
Meskipun terdapat anjuran tertentu, pemilihan metode tersebut tetap perlu didiskusikan terlebih dahulu dengan tenaga kesehatan yang berwenang agar kondisi tubuh dapat diperiksa secara menyeluruh.
Berikut ini beberapa macam KB yang umum digunakan dalam keluarga.
1. Metode Kontrasepsi Tanpa Alat Bantu
Metode kontrasepsi ini tidak menggunakan alat medis, obat-obatan, maupun prosedur khusus, sehingga termasuk cara yang paling minim risiko karena tidak menimbulkan dampak samping.
Bagi pasangan yang merasa tidak cocok dengan alat kontrasepsi, metode alami ini bisa dijadikan pilihan sebagai upaya pencegahan kehamilan tanpa rasa nyeri atau gangguan hormonal. Beberapa cara yang bisa diterapkan dalam metode ini di antaranya:
a. Perhitungan Masa Subur (Metode Kalender)
Saat pasangan melakukan hubungan intim bertepatan dengan waktu ovulasi, kemungkinan terjadi pembuahan sangat tinggi. Hal ini dikarenakan sel telur sedang berada pada puncak kesiapan untuk dibuahi.
Oleh karena itu, metode ini dilakukan dengan cara menghindari berhubungan saat berada dalam masa ovulasi. Untuk melakukannya, penting memahami pola haid masing-masing.
Sebagai contoh, jika siklus menstruasi teratur selama 28 hari, maka ovulasi diperkirakan terjadi pada hari ke-14 setelah hari pertama haid, atau hari ketujuh setelah masa bersih. Masa ini biasanya berlangsung sekitar 5 hingga 7 hari.
Artinya, masa ovulasi bisa terjadi antara hari ke-14 sampai ke-21 sejak hari pertama menstruasi, atau dari hari ke-7 hingga ke-14 setelah masa haid selesai.
Namun, durasi dan waktu terjadinya ovulasi bisa berbeda pada setiap individu dan tidak selalu konsisten setiap bulan. Kesalahan dalam menghitung waktu tersebut bisa menyebabkan kegagalan dalam metode ini.
Oleh karena itu, perhitungan ini sebaiknya dilengkapi dengan pengamatan lendir serviks. Ketika tubuh memasuki masa ovulasi, produksi lendir di area kewanitaan akan meningkat karena pengaruh hormon estrogen.
Ciri khas lendir ini adalah warnanya yang jernih seperti putih telur, bertekstur licin dan lengket.
Lendir ini mempermudah perjalanan sperma menuju sel telur, sehingga meningkatkan peluang pembuahan. Untuk mengecek lendir serviks, bersihkan tangan terlebih dahulu.
Setelah itu, masukkan jari telunjuk dan jari tengah ke bagian dalam reproduksi hingga mencapai mulut rahim, atau cukup dengan mengusapkan tisu ke area tersebut.
Perhatikan apakah lendir memiliki karakteristik sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Jika ya, berarti sedang terjadi ovulasi. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan memeriksa bekas lendir pada pakaian dalam.
Sebagai tambahan, kamu juga bisa mengamati suhu tubuh basal, yaitu suhu tubuh saat baru bangun tidur.
Dalam masa ovulasi, suhu ini biasanya akan naik sekitar 0,3 derajat Celsius. Jika kenaikan suhu ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut, kemungkinan besar kamu sedang dalam masa ovulasi.
b. Menghindari Ejakulasi di Dalam
Kehamilan bisa terjadi jika sel sperma bertemu dengan sel telur. Maka dari itu, untuk mencegah terjadinya pembuahan, ejakulasi tidak boleh dilakukan di dalam organ reproduksi pasangan wanita.
Metode ini sering juga dikenal sebagai senggama terputus. Keberhasilan cara ini sangat tergantung pada kendali diri dan kewaspadaan pasangan pria. Pasalnya, waktu pelepasan sangat menentukan keberhasilan metode ini.
Jika terlambat hanya sedikit saja, sperma bisa tetap masuk dan ada kemungkinan terjadinya pembuahan.
2. Pemberian ASI Secara Penuh
Menyusui secara rutin ternyata tak hanya memberi manfaat bagi pertumbuhan bayi, tetapi juga dapat berperan dalam mencegah kehamilan pada ibu yang baru melahirkan.
Hal ini disebabkan oleh proses menyusui yang dapat menekan ovulasi dan menghentikan siklus menstruasi sementara waktu, sebuah kondisi yang dikenal dengan istilah amenore laktasi.
Agar metode ini berhasil, ibu perlu memberikan ASI kapan saja bayi membutuhkannya, tanpa batasan waktu. Idealnya, waktu jeda menyusui tidak lebih dari empat jam pada siang hari dan enam jam di malam hari.
Namun, jika ibu sudah mulai mengalami haid kembali, artinya produksi sel telur telah berlangsung kembali dan kemungkinan untuk hamil pun terbuka. Pada kondisi ini, metode menyusui tidak lagi dianjurkan sebagai pengendalian kelahiran.
3. Alat Pelindung untuk Pria
Salah satu alat pencegah kehamilan yang paling umum digunakan adalah pelindung pria berbahan lateks. Benda ini dirancang untuk dikenakan saat ereksi dan berfungsi mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi pasangan wanita.
Ada juga pelindung yang dibuat dari bahan lain seperti plastik atau kulit hewan, meskipun jumlahnya tidak sebanyak versi lateks.
Alat ini hanya dapat digunakan satu kali pakai, namun tersedia secara luas dan dijual dengan harga terjangkau, mulai dari sekitar tiga ribu rupiah per unit.
Sebelum membeli, penting untuk menyesuaikan dengan kondisi kesehatan, seperti apakah kulit pengguna sensitif terhadap bahan tertentu atau memiliki alergi.
Secara historis, nama pelindung ini diperkirakan berasal dari nama seorang dokter asal Inggris, yakni Dr. Condom, yang diyakini memperkenalkan alat serupa pada masa Raja Charles II sebagai perlindungan dari penyakit menular seksual di abad ke-17.
Agar alat ini bekerja secara optimal, pengguna perlu memahami cara pemasangan yang tepat. Petunjuk biasanya tertera jelas di kemasan. Kesalahan saat memasang bisa membuatnya tidak efektif dan berisiko bocor.
Kelebihan dari alat ini antara lain mudah digunakan, tidak memerlukan resep atau pemeriksaan medis, praktis karena hanya sekali pakai, hadir dalam berbagai varian, mudah ditemukan di pasaran, dan umumnya tidak menimbulkan efek negatif.
Meski begitu, ada juga kekurangannya, seperti kemungkinan alergi, risiko sobek meski kecil, serta gangguan kenyamanan saat harus menghentikan aktivitas sejenak untuk memasangnya.
4. Kontrasepsi Suntik
Salah satu metode pengendalian kehamilan yang cukup banyak digunakan adalah kontrasepsi suntik. Metode ini dilakukan dengan menyuntikkan hormon tertentu ke dalam tubuh, umumnya melalui lengan atas, paha, atau bokong.
Hormon yang disuntikkan adalah progestogen (progestin), yang berfungsi untuk menghentikan proses ovulasi atau pelepasan sel telur.
Terdapat dua varian kontrasepsi suntik yang umum ditawarkan, yaitu suntik bulanan dan suntik setiap tiga bulan. Untuk jenis suntik satu bulan, kombinasi hormon yang digunakan meliputi estrogen dan progestin.
Biasanya, suntik ini tidak terlalu memengaruhi siklus haid, sehingga menstruasi cenderung tetap berjalan secara teratur. Setelah pemakaian dihentikan selama sekitar tiga bulan, kesuburan akan kembali seperti sebelumnya.
Meski begitu, kontrasepsi suntik satu bulan memiliki beberapa kekurangan, di antaranya kemungkinan terjadinya perdarahan tidak normal (meskipun jarang), nyeri payudara, sakit kepala, perubahan suasana hati, serta tidak direkomendasikan bagi penderita migrain.
Selain itu, metode ini tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi menular seksual.
Untuk jenis suntik tiga bulan, hormon progestin disuntikkan ke dalam tubuh untuk menghambat pelepasan sel telur, sekaligus menebalkan lendir serviks sehingga sperma sulit mencapai sel telur.
Hormon ini juga membuat lapisan rahim menipis, sehingga mencegah implantasi embrio.
Kontrasepsi suntik tiga bulan memiliki sejumlah keuntungan, seperti tidak perlu konsumsi pil tambahan, aman digunakan oleh ibu menyusui, menurunkan risiko kanker pada organ reproduksi, dan cukup dihentikan tanpa prosedur medis jika tidak ingin melanjutkan penggunaannya.
Pengguna juga tidak perlu repot melakukan suntikan tiap bulan. Namun, metode ini dapat menimbulkan efek samping seperti gangguan haid, sakit kepala, kenaikan berat badan, waktu pemulihan kesuburan yang cukup lama (hingga setahun), dan potensi menurunnya kepadatan tulang.
Di samping itu, metode ini tidak cocok bagi individu dengan kondisi kesehatan tertentu, seperti gangguan hati, gangguan pembekuan darah, penyakit jantung, diabetes, kanker payudara, serta risiko tinggi osteoporosis.
Oleh sebab itu, jika ingin menggunakan metode ini, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter agar mendapat penanganan yang sesuai dengan kondisi tubuh.
5. Alat Kontrasepsi Intrauterin (IUD)
Saat ini, banyak perempuan mempertimbangkan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim atau yang lebih dikenal dengan sebutan IUD.
Berdasarkan pengalaman pengguna, metode ini dinilai cukup aman dan efektif dalam jangka panjang, bahkan dapat digunakan selama lima hingga sepuluh tahun.
IUD memiliki bentuk menyerupai huruf “T” berukuran kecil sekitar 3 cm dan dipasang langsung ke dalam rahim. Secara umum, ada dua jenis utama dari alat ini, yaitu yang mengandung hormon dan yang tidak mengandung hormon.
IUD hormonal bekerja dengan melepaskan hormon progesteron secara bertahap setiap hari. Hormon ini berfungsi mengentalkan lendir pada leher rahim, sehingga sperma sulit menembus rahim.
Selain itu, hormon ini juga menipiskan lapisan endometrium, sehingga jika terjadi pembuahan, sel telur tidak dapat menempel di rahim.
Berbeda dengan IUD hormonal, versi non-hormonal dilengkapi dengan lilitan tembaga yang membungkus perangkat tersebut.
Tembaga ini menyebabkan timbulnya reaksi peradangan ringan di dalam rahim, yang dapat merusak sperma dan sel telur sebelum keduanya sempat bertemu dan terjadi pembuahan.
IUD dapat dipasang kapan saja, baik saat haid maupun di luar masa haid. Pemasangan saat menstruasi justru dinilai lebih mudah dan minim rasa nyeri karena serviks dalam keadaan terbuka.
Sementara pemasangan di luar haid memungkinkan petugas medis memeriksa kemungkinan adanya infeksi sebelum alat dipasang.
Dari segi biaya, IUD tergolong cukup mahal dibandingkan metode kontrasepsi lain karena daya tahannya yang panjang. Di fasilitas medis seperti rumah sakit, biaya pemasangan berkisar dari Rp 500.000,00 ke atas.
Namun, jika dilakukan di pusat layanan kesehatan masyarakat seperti puskesmas, biayanya cenderung lebih terjangkau. Harga ini juga bisa bervariasi tergantung pada merek, jenis alat, dan kebijakan masing-masing fasilitas kesehatan.
Pengertian KB
Program Keluarga Berencana dapat dipahami sebagai langkah strategis yang diambil oleh keluarga untuk menata masa depan mereka secara lebih terencana, termasuk dalam hal mencapai kesejahteraan hidup.
Konsep ini didasarkan pada pentingnya keseimbangan antara kapasitas yang dimiliki oleh keluarga dan beban tanggung jawab yang harus dijalani.
Jika kemampuan tidak sebanding dengan besarnya tanggung jawab, maka risiko ketidakseimbangan akan meningkat.
Ketidakseimbangan yang dimaksud bisa berdampak pada berbagai aspek kehidupan, seperti munculnya masalah kekurangan pangan, gizi buruk, akses pendidikan yang kurang memadai, serta kesenjangan lainnya.
Untuk menghindari hal tersebut, diperlukan perencanaan yang matang, terutama dalam mengatur jumlah anggota keluarga, agar tidak melebihi kemampuan yang dimiliki.
Di Indonesia sendiri, upaya untuk mendorong program pengendalian kelahiran ini sudah berlangsung cukup lama. Pemerintah memiliki beragam alasan yang mendasari kampanye program KB ini, di antaranya adalah:
- Mendorong terbentuknya keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, yaitu keluarga yang mampu menyesuaikan antara kondisi ekonomi dengan tanggung jawab yang ada.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya penggunaan alat kontrasepsi.
- Meningkatkan taraf hidup keluarga melalui perencanaan jumlah anak.
- Mempopulerkan konsep keluarga kecil dengan dua anak sebagai pilihan ideal.
- Mencegah praktik pernikahan usia dini yang dapat berisiko bagi kesehatan dan masa depan anak.
- Mengurangi risiko kematian ibu dan bayi, terutama pada usia kehamilan yang terlalu muda maupun terlalu tua.
Meskipun berbagai tujuan tersebut dinilai positif oleh sebagian besar masyarakat, tidak sedikit pula yang kurang setuju, khususnya terhadap anjuran membatasi jumlah anak hanya dua.
Namun, perlu dipahami bahwa setiap keluarga memiliki pertimbangan dan pandangan yang berbeda dalam mengambil keputusan tersebut.
Sebagai penutup, memahami berbagai jenis KB membantu setiap keluarga memilih metode yang tepat untuk merencanakan masa depan dengan sehat dan nyaman.